Seputar Metaverse, dari Telkom University dan Unpas
Istilah metaverse mencuat ketika pendiri Facebook, Mark Zuckerberg, mengubah nama perusahaannya menjadi Meta dan mengungkapkan visinya untuk membangun dunia virtual
Penulis Iman Herdiana10 Februari 2022
BandungBergerak.id - Istilah Metaverse menjadi sorotan banyak kalangan. Lingkungan virtual ini sebenarnya sudah pernah ada di tahun 2000-an namun baru belakangan dikenal publik secara luas setelah Facebook mengembangkan produk Metaverse. Kini yang menantang, adalah bagaimana bentuk pemanfaatan Metaverse dalam kegiatan sehari-hari?
Tantangan tersebut pun dijawab Forum Alumni Universitas Telkom (Fast) dengan menyelenggarakan Pentahelix Talkshow, Inagurasi dan Pelantikan pengurus periode 2021-2025 di Metaverse Rabu (10/2/2022) lalu di FX Sudirman, Jakarta Pusat. Fast mengklaim menjadi organisasi pertama yang melakukan inagurasi dan pelantikan pengurus di Metaverse.
Acara dibuka Edi Witjara yang merupakan alumni Telkom University dan kini Direktur Enterprise and Business Service Telkom Indonesia. Edi berharap alumni dapat terus meningkatkan peran dan keahliannya di era transformasi Digital di Indonesia.
“Hal tersebut bertujuan agar Fast dapat menjadi Top of Mind Ahli Digital seperti ahli pada dalam perencanaan, implementasi, model bisnis, dan pengembangan produk. Kalau ini terjadi, value Fast akan meningkat dan menjadi referensi bagi Ikatan alumni lainnya dalam hal transformasi digital,” jelasnya, mengutip laman resmi Tel-U.
Adiwijaya, Rektor Tel-Ukom, menyebutkan bahwa kampusnya telah mengembangkan kurikulum pendukung pengembangan metaverse. Hal ini dilakukan dengan harapan menyiapkan digital talent yang ketika tahun terakhir kuliahnya telah siap untuk menjadi player dalam perkembangan teknologi terutama metaverse.
“Kita menyiapkan kurikulum ini dalam rangka menyiapkan digital talent yang mampu beradaptasi dalam metaverse. Karena perkembangan teknologi tidak dapat kita bendung, pilihannya hanya kita wait and see saja atau mau jadi player bahkan menjadi leader di dalamnya,” kata Adi.
Sri Safitri, Presiden Fast 2021-2025, mengatakan metaverse merupakan perkembangan teknologi yang dalam waktu dekat akan masif digunakan oleh banyak orang untuk berbagai aktivitas. Misalnya mengadakan meeting, konser musik, bahkan kegiatan pembelajaran dapat dilakukan di metaverse.
Sri Safitri menyampaikan peran alumni Telkom University dengan latar pendidikan di bidang IT dan digital penting pada masa sekarang. “Talenta Pengurus Fast yang sudah dilantik ini diharapkan dapat menjadi pionir transformasi digital, serta memberikan kontribusinya tidak hanya bagi almamater Universitas Telkom tapi juga bagi bangsa dan negara bahkan dunia,” ujar Sri Safitri.
Yudhistira Nugraha, Direktur Jakarta Smart City mengatakan dalam menyambut era metaverse ini, tidak hanya teknologi dan infrastruktur yang harus siap, namun juga dibutuhkan komunikasi, bisnis, kreativitas untuk mampu mewujudkan metaverse yang memberikan kenyamanan, kemudahan dan ketergantungan.
“Semakin kita masuk ke dalam metaverse maka risikonya akan semakin besar. Dengan semakin besar risiko, di situlah apa yang harus diatur pemerintah melalui regulasi,” katanya.
Di sisi lain, Mohamad Ramzy, Direktur Finance & Risk Management Telkomsel, menyampaikan, metaverse merupakan environment digital yang relevan dengan yang saat ini dijalani oleh Telkomsel. Menurutnya, metaverse juga mencakup fully functional economy.
“Kalau kita hanya berkutat bahwa ini (metaverse) hanya digital environment, (maka) hanya akan menjadi hype dan tidak ada dampak ekonomi atau akan sulit (untuk) monetisasinya. Tapi kenyataannya tidak demikian, bahwa di environment metaverse ada dampak ekonomi yang bergulir, ada primary dan secondary market-nya,, pungkas Ramzy.
Disebutkan bahwa pasar metaverse dapat mencapai USD 783,3 miliar pada tahun 2024, sedangkan tahun 2020 lalu sudah mencapai USD $478,7. Pada sesi Pentahelix Talkshow itu hadir para alumni yang berasal dari unsur akademisi, pelaku industri, pemerintahan, media dan komunitas, seperti Suyanto (Guru Besar Universitas Telkom di bidang Artificial Intelligence); Mohamad Ramzy (Direktur Finance & Risk Management Telkomsel); Yudhistira Nugraha (Direktur Jakarta Smart City); Hugo Diba (CEO Kumparan); dan Cut Noosy (Pengurus Fast) sebagai moderator talkshow.
Baca Juga: Tiga Kampus Membedah Kekerasan Seksual di Ranah Pendidikan
Mengenal Beasiswa Online Scholarship Competition (OSC) Itenas
Pendaftaran Kampus Merdeka 2022 Dibuka, di antaranya Program Kuliah di Luar Negeri IISMA
Dunia Virtual Baru di Masa Depan
Meski bukan hal yang terlalu baru, tentunya masih ada yang merasa asing dengan metaverse. Istilah ini mencuat ketika pendiri Facebook, Mark Zuckerberg, mengubah nama perusahaannya menjadi Meta dan mengungkapkan visinya untuk membangun dunia virtual bernama Metaverse.
Dalam imajinasi Mark, metaverse berwujud dunia virtual yang membawa pengalaman mendekati dunia nyata, bukan sekadar aplikasi semata. Untuk menghadirkan metaverse, setidaknya ada lima teknologi yang akan dikombinasikan. Apa saja?
Dosen Teknik Informatik Universitas Pasundan yang juga YouTuber Web Programming Unpas, Sandhika Galih berbagi sekilas mengenai garis besar Metaverse. Menurutnya, tren dan konsep metaverse sudah lama muncul. Namun, seiring dengan berkembangnya teknologi, Metaverse terus mendapatkan popularitas dan menarik perhatian perusahaan teknologi terkemuka.
“Metaverse merupakan aspek sosial, game, augmented reality (AR), virtual reality (VR), dan mata uang digital yang memungkinkan individu untuk berinteraksi satu sama lain secara virtual. Kita bisa melakukan apapun seperti di dunia nyata, dari mulai bekerja, olahraga, hiburan, dan lain-lain,” jelasnya, mengutip laman resmi Unpas.
Semula, istilah Metaverse muncul dari sebuah novel fiksi ilmiah berjudul Snow Crash karya Neal Stephenson (1992) dan novel Ready Player One karya Ernest Cline (2011). Dalam kedua novel tersebut, Metaverse digambarkan sebagai ruang yang menghubungkan dunia virtual dan AR.
“Metaverse yang tadinya hanya cerita fiktif dalam novel, film, atau game, sekarang akan segera diwujudkan. Saya yakin ini tidak akan lama, dalam 5 sampai 10 tahun ke depan, kita bisa berinteraksi menggunakan Metaverse,” sambungnya.
Lantas, apa yang sudah dilakukan Facebook (Meta) untuk menyiapkan Metaverse? Sandhika mengatakan, hampir seluruh komponen pendukung yang diperlukan untuk merancang Metaverse sudah dimiliki Facebook.
“Dari komponen yang dibutuhkan, sepertinya Facebook sudah siap untuk membuat Metaverse, atau mungkin akan mengembangkan teknologi baru. Ini baru Metaverse yang versi Facebook, tentu ada perusahaan teknologi lainnya yang juga akan membuat Metaverse sendiri, seperti Microsoft, Google, MicroFox, dan masih banyak lagi,” terangnya.
Pertama, koneksi internet yang cepat dan. Saat ini, dunia sudah mempersiapkan jaringan 5G yang kemungkinan bisa digunakan 1-2 tahun mendatang.
Kedua, virtual reality, teknologi yang bisa membawa seseorang masuk ke dunia digital. Facebook sendiri telah memiliki produk Oculus, peranti layar untuk menampilkan realitas virtual yang membuat penggunanya bisa merasakan sensasi dunia maya seperti di kehidupan nyata.
Ketiga, augmented reality. Contoh paling mudah, teknologi AR kini banyak diaplikasikan dan ditemui pada fitur filter di Instagram, SnapChat, TikTok, maupun aplikasi lainnya. Facebook juga sudah mempunyai teknologi untuk membuat AR, yaitu Spark AR Studio.
Keempat, artificial intelligence (kecerdasan buatan). Metaverse perlu didukung dengan AI guna meniru fungsi kognitif manusia. Untuk teknologi AI, Facebook sudah punya laboratorium AI yang dapat diakses di laman ai.facebook.com.
Terakhir, mata uang digital. Di dalam Metaverse, nantinya akan ada transaksi keuangan yang memerlukan mata uang digital sebagai alat jual beli. Lagi-lagi, Facebook telah memiliki mata uang digital bernama Diem sebagai payment system dan dompet digital bernama Novi.
“Yang jelas, akan ada masa depan internet yang tidak bisa kita hindari. Minimal, kita harus tahu, siap, dan paham dengan perkembangan ini. Positifnya, Metaverse menawarkan segudang fitur-fitur canggih, tapi tentu tidak akan lepas dari masalah security dan keamanan data. Tetap adaptif, tapi jangan lupa selektif,” tutupnya.