• Berita
  • Perajin Tahu dan Tempe Mogok, Begini Penyebab Naiknya Harga Kedelai

Perajin Tahu dan Tempe Mogok, Begini Penyebab Naiknya Harga Kedelai

Mogok massal perajin tempe tahu sebagai bentuk protes kepada pemerintah yang tidak bisa menjamin ketersediaan kedelai dengan harga terjangkau.

Spanduk protes pengusaha tahu tempe di sentra industri tahu Cibuntu, Bandung, Jawa Barat, yang mogok produksi selama tiga hari ke depan, 21 Februari 2022. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana22 Februari 2022


BandungBergerak.idPara perajin tempe tahu terus menjerit. Penyebabnya tidak lain karena menanjaknya harga kedelai sebagai bahan utama memproduksi makanan sejuta umat. Sebelum pagebluk, harga kedelai Rp 8.000 per kilogramnya. Kini komoditas impor ini sudah tembus Rp 13.000, bahkan pernah Rp 15.000. Sedangkan tempe tahu yang mereka produksi tidak bisa sembarangan dinaikkan.

Menghadapi situasi yang serba sulit itu, para perajin tempe tahu memutuskan mogok jualan sejak hingga Rabu 23 Februari 2022. Mogok massal ini diikuti pula para perajin tempe tahu di Bandung, khususnya sentra tahu Cibuntu, yang tergabung ke dalam Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Kopti).

Pantauan Bandungbergerak.id, pabrik-pabrik tahu Cibuntu menghentikan kegiatan mereka selama diumumkannya mogok massal tersebut. Di salah satu pabrik terpambang spanduk Kopti Kota Bandung yang menyatakan “Bersama segenap anggota pengrajin tempe dan tahu siap melaksanakan berhenti produksi dan jualan tempe tahu tanggal 21, 22, dan 23 februari 2022”.

Ada juga grafiti sederhana yang menggambarkan kegetiran para pengusaha tahu Cibuntu, “Habis gelap Covid terbitlah rungsing - kedelai naik” yang ditulis di dinding pabrik.

Melonjaknya harga kedelai mengakibatkan para perajin tempe tahu harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk produksi. Mogok massal itu sebagai bentuk protes kepada pemerintah yang tidak bisa menjamin ketersediaan kedelai dengan harga terjangkau. Idealnya, harga kedelai antara Rp 8.000 – Rp 9000 per kilogram.

Dosen IPB University dari Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM), Feryanto memaparkan betapa besarnya ketergantungan Indonesia pada kedelai impor. Penyebab utama kenaikan harga kedelai adalah naiknya harga komoditas ini di dunia akibat suplai yang terganggu.

“Hal ini terjadi akibat kondisi cuaca ekstrem yang mengganggu budidaya kedelai di negara produsen utama (Brazil dan Argentina). Prediksi awal, mereka mampu menyuplai 140 juta ton, namun ternyata hanya 125 juta ton yang dapat disediakan,” papar Feryanto, mengutip laman resmi IPB University, Selasa (22/2/2022).

Baca Juga: Perajin Tempe Tahu Jawa Barat Mengumumkan Mogok Massal 3 Hari
Stok Kedelai Kota Bandung Aman, Harganya Tidak Aman
Harga Kedelai Tak Terkendali, Perajin Tahu Tempe Bandung Terpaksa Bakal Mogok Produksi

Butuh 3 Juta Ton

Feryanto menyampaikan dari sisi demand, permintaan kedelai Indonesia rata-rata per tahun setara dengan tiga juta ton. Angka ini bisa lebih dan akan terus meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk. Begitu juga industri (berbasis kedelai) yang mengalami pertumbuhan. Dua faktor ini mendorong meningkatnya permintaan kedelai dalam negeri.

“Dari sisi lain, cadangan kedelai nasional diperkirakan hanya 400 ribu ton (per Februari 2022). Ini hanya untuk kebutuhan 1-1,5 bulan saja,” jelas Feryanto.

Sementara itu, dilihat dari sisi suplai, produksi kedelai lokal Indonesia ada di kisaran 0,8 – 0,9 juta ton atau 20-30 persen kebutuhan nasional. Produktivitas yang rendah (hanya rata 1-1,2 ton/hektare) menyebabkan jumlah produksi kedelai sulit ditingkatkan.

Di samping keterbatasan lahan, kedelai merupakan tanaman subtropis, sehingga kondisi ini menjadikan Indonesia mengalami ketergantungan dengan kedelai impor.

“Kenaikan inflasi di Amerika juga mendorong harga-harga naik, termasuk upah tenaga kerja di sektor pertanian. Sehingga Amerika sebagai produsen utama kedelai juga harus menaikkan harga jual kedelainya,” ujarnya.

Pada kondisi lain, pulihnya ekonomi China mendorong aktivitas industri dan ekonomi, termasuk industri makanan dan juga untuk ternak tumbuh. Permintaan kedelai sebagai bahan makanan dan pakan sangat besar, sehingga sejak tahun 2021-2022, China melakukan rush buying (pembelian besar-besaran).

“Dari data kebutuhan kedelai China per tahun adalah sekitar 75 juta ton. Angka ini jauh lebih besar dari kebutuhan impor kedelai Indonesia sebesar dua juta ton,” ujarnya.

Menurutnya, kedelai lokal saat ini bisa menjadi solusi sementara. Namun ketersediaan kedelai lokal yang tidak konsisten dari petani, kelompok tani, distributor juga menjadi kendala. Bagi pengrajin tahu tempe, kepastian dan ketersediaan kedelai dalam jumlah tertentu sangat diperlukan.

“Ditambah lagi kesulitan logistik atau transportasi (kapal) juga menjadi masalah. Kombinasi ini yang menyebabkan mengapa harga kedelai naik dan menjadi beban bagi pengarajin tahu tempe,” tandasnya.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//