• Berita
  • Mengecam Kapitalisme dan Oligarki dalam Peringatan Hari Perempuan Internasional 2022 di Bandung

Mengecam Kapitalisme dan Oligarki dalam Peringatan Hari Perempuan Internasional 2022 di Bandung

Hari Perempuan Internasional 2022 diperingati oleh ratusan mahasiswa dan aktivis di Bandung. Kapitalisme dan oligarki dikecam telah melanggengkan penindasan.

Ratusan mahasiswa dan aktivis yang tergabung dalam Aliansi Para Puan memperingati Hari Perempuan Internasional di Kota Bandung, Selasa (8/3/2022) siang. Salah satu tuntutan mereka adalah penegakan hukum yang tegas atas tindakan kekerasan seksual. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

Penulis Reza Khoerul Iman9 Maret 2022


BandungBergerak.id – Ratusan mahasiswa, aktivis, buruh, dan pegiat komunitas sipil di Bandung memperingati Hari Perempuan Internasional 2022 lewat aksi bersama di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (8/3/2022) siang. Mereka di antaranya mengecam kapitalisme dan oligarki yang telah melanggengkan penindasan terhadap perempuan.

Massa yang didominasi perempuan dari berbagai latar belakang bergabung dalam Aliansi Persatuan Rakyat untuk Pembebasan Perempuan (Aliansi Para Puan). Aksi turun ke jalan yang mengusung tema “Kapitalisme adalah Pandemi, Persatuan Perempuan Tertindas adalah Solusi” ini merupakan puncak dari rangkaian acara peringatan Hari Perempuan Internasional 2022 di Bandung.  

Sheila Jasmine, Direktur Umum Gender Research Center Universitas Pendidikan Indonesia (Great UPI), menyatakan, peringatan Hari Perempuan Internasional 2022 dan solidaritas yang terwadahi dalam Aliansi Para Puan menjadi momentum untuk memperjuangkan hak dan posisi perempuan di Indonesia yang hingga hari ini dinilai masih tertindas dan terbatasi. Kapitalisme dan oligarki melanggengkan kondisi ini karena telah membentuk sistem yang tidak berpihak pada perempuan, seperti penentuan upah, jam kerja, dan hak hari libur yang tidak adil.

“Kita membaca situasi dan kondisi bahwa dari masa ke masa, hingga saat ini, masih banyak penindasan kepada perempuan. Ya, mulai dari yang marjinalisasi, stereotip, beban ganda, hingga kekerasan. Kalau kita lihat lebih jauh, kapitalisme dan oligarki adalah yang melanggengkan penindasan terhadap perempuan, selain patriarki,” ucap Sheila kepada BandungBergerak.id.

Dijelaskan Sheila, usaha menghapus penindasan dan kekerasan terhadap perempuan bukan perkara mudah. Perbaikan dimulai dari perubahan akar budaya dan pemikiran.

“Makanya kenapa kita kasih judul (aksi ini) Persatuan Perempuan Tertindas adalah Solusi, karena untuk mengubah kondisi dan sistem yang sudah ada, perempuan harus sadar dan bersatu,” ucap Shiela.

Aminah (48), ketua Federasi Serikat Buruh Indonesia (F-Sebumi), menyoroti ketidakadilan yang dialami pekerja akibat keputusan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) tentang Jaminan Hari Tua (JHT).

“Kebayang gak ketika saya diberhentikan, terus JHT baru bisa diambil 56 tahun kemudian. Saya tidak punya bekal, saya tidak puya pesangon, padahal itu yang kita harapkan di hari tua nanti. Saya rasa peraturan tersebut akan membunuh rakyat,” tuturnya.

Persoalan lainnya adalah perusahaan-perusahaan yang membangun sistem sosial budaya yang tidak memihak perempuan, selain diberlakuannya standar kecantikan yang sangat menyulitkan sebagian perempuan pekerja. Juga, yang tak kalah seriusnya, adalah fakta bahwa kekerasan dan pelecehan seksual di lingkungan pekerjaan dan pendidkan yang masih kerap terjadi.

Baca Juga: Berontak Perempuan dalam Bus Patriarki
Mengikis Stigma dengan Meningkatkan Kapasitas Para Perempuan Penghayat
Pagebluk Covid-19, Semakin Banyak Anak dan Perempuan Bandung Alami Kekerasan

Dalam peringatan Hari Perempuan Internasional 2022 di Bandung, Aliansi Para Puan, selain penindasan terhadap perempuan, menyerukan juga isu hak asasi manusia, buruh, dan agraria. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)
Dalam peringatan Hari Perempuan Internasional 2022 di Bandung, Aliansi Para Puan, selain penindasan terhadap perempuan, menyerukan juga isu hak asasi manusia, buruh, dan agraria. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

Sikap Aliansi Para Puan

Peringatan Hari Perempuan Internasional 2022 di Gedung Sate, Kota Bandung, diawali dengan aksi berjalan bersama dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Selain orasi yang disampaikan secara bergantian, peringatan di depan Gedung Sate siang itu diwarnai dengan pembacaan puisi dan penampilan seni. Juga ada penggalangan dana bantuan sosial untuk para perempuan dan anak yang menjadi korban pergusuran Anyer Dalam.

Nidan, anggota Aliansi Para Puan, menyadari bahwa di dalam perjuangan tidak ada kata berhenti. Sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya, aksi dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan perjuangan membebaskan perempuan dari penindasan senantiasa dilakukan.

Berikut ini isi pernyataan sikap Aliansi Persatuan Rakyat untuk Pembebasan Perempuan dalam peringatan Hari Perempuan Internasional 2022 di Bandung:

  1. Hentikan semua bentuk kekerasan militer dan bangun solidaritas untuk korban sipil yang terdampak perang
  2. Buka, angkat, dan luruskan sejarah 1965-1966
  3. Adili pelaku pelanggaran HAM 1965-1966
  4. Tarik militer dari Tanah Papua
  5. Bentuk Satuan Tugas Kekerasan Seksual oleh Dinas Tenaga Kerja di Pabrik
  6. Implementasikan Permendikbud No. 30 Tahun 2017 di setiap kampus
  7. Adili pelaku kekerasan seksual di institusi pendidikan tinggi, menengah, dasar, dan agama serta penuhi hak-hak korban kekerasan seksual
  8. Tetapkan SOP pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di seluruh jenjang pendidikan
  9. Wujudkan upah buruh perempuan yang berkeadilan
  10. Penuhi hak reproduksi buruh perempuan
  11. Penuhi akses kesehatan reproduksi buruh perempuan secara merata
  12. Sahkan Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang pro korban
  13. Sahkan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga
  14. Wujudkan reforma agraria sejati
  15. Tetapkan 8 Maret sebagai hari libur nasional

“Saya harap melalui pernyataan sikap ini, perempuan tidak lagi menjadi sekadar objek dan dinomorduakan di berbagai sektor kehidupan. Kita juga ingin ada ruang aman bagi perempuan hingga pada akhirnya mengantarkan kita pada kesetaraan gender,” ucap Nidan. 

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//