Mahasiswi dan Mahasiswa Bandung: Negara tidak sedang Baik-baik saja
Di bawah guyuran hujan lebat, mereka bergantian berorasi di atas mimbar bebas jalanan. Aksi ini direncanakan akan meluas.
Penulis Emi La Palau11 April 2022
BandungBergerak.id - Kepulan asap hitam dari ban yang dibakar membumbung tinggi di depan kantor Gubernur Jawa Barat, Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (11/4/2022) siang. Sorak-sorai massa aksi dari berbagai elemen mahasiswa di Bandung Raya terus bergemuruh. Mereka menerikkan kegagalan pemerintahan era Presiden Joko Widodo.
“Jokowi gagal, Jokowi gagal, Jokowi gagal!”
Mahasiswa dan mahasiswi dari berbagai kampus yang tergabung dalam aliansi Poros Revolusi Mahasiswa Bandung (PRMB) melakukan long march dari kampus ITB. Mereka tiba di Gedung Sate pukul 14.23 WIB. Dalam aksi kali ini, PRMB mengangkat tema “Lawan Otoritarian untuk Mengakhiri Krisis”.
Di bawah guyuran hujan lebat, mereka bergantian di atas mimbar bebas jalanan. Nursepsanti, Presiden BEM STIE Tridharma, Bandung, menilai pemerintah telah berlaku sewenang-wenang di atas penderitaan rakyat.
“Saya tadi menyampaikan tentang tanggapan kita sebagai masyarakat harus sadar bahwa pemerintah yaitu sekarang sedang tidak baik-baik saja. Mereka semena-mena terhadap rakyat, pemerintah bisa ke sana kemari tapi rakyat menderita,” ungkap Nursepsanti ketika ditemui di lokasi.
Ia menilai, di masa periode kedua kepemimpinan Joko Widodo, Indonesia sedang mengalami multikrisis. “Ya, intinya dua periode saja sudah hancur. Apalagi tiga periode,” katanya.
Nursepsanti tegas menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden. Ia juga menyoroti kebijakan terburu-buru dan perlu dikaji ulang, yakni pemindahan ibu kota negara.
Ia juga mengajak mahasiswi lain untuk turun ke jalan. Menurutnya, perempuan berhak menyuarakan kritik dan pemikirannya.
“Saya berpikirnya, dulu Kartini mampu berjuang melawan penjajah, sedangkan kita sekarang hanya membenahi apa yang tidak benar. Jadi kenapa kita tidak berani, jadi saya selaku perempuan di sini kita bukan hanya harus diam di dapur atau diam di rumah. Kita tunjukkan bahwa perempuan berani melawan ketidakadilan ini,” ungkapnya.
Mahasiswi lainnya yang turut ke jalan adalah Kirana, mahasiswi ITB. Ia terpanggil kondisi negeri yang sedang sakit.
“Aku rasa aku gak bisa diam aja dalam keadaan negeri yang seperti sekarang ini (tak baik-baik saja),” kata Kirana.
Baca Juga: Mahasiswa Bergerak Menyuarakan Suara Rakyat
Aksi Mahasiswa Bergerak di Bandung, Massa Menolak Kehadiran Anggota DPRD Jabar
NGALEUT BANDUNG: Bandung di Masa Bersiap
Pengkhianatan terhadap Konstitusi
Orasi silih berganti. Salah satunya datang dari mahasiswa yang memakai almamater Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Ia menyoroti kondisi berbagai krisis yang terjadi, antara lain kenaikan harga kebutuhan pokok. Kebijakan tersebut dinilai tidak mempertimbangkan kondisi rakyat yang menderita.
Di saat rakyat menderita, muncul wacana perpanjangan masa jabatan presiden yang bertentangan dengan konstitusi.
“Hari ini para pemerintah telah menjadi pelacur konstitusi, hari ini kita datang di sini di tengah guyuram hujan untuk memberi pengetahuan ke mereka yang di sana (pemerintah), bahwa kita akan terus mengawal dari kemerdekaan yang kita rebut,” ungkap orator.
“Hari ini pemerintah menaikkan harga BBM seenaknya, membuat kebijakan seenaknya, kebijakan yang diambil memperpanjang penderitaan rakyat,” lanjutnya.
Sementara itum, Presiden Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (KM ITB), M Hanif Ihsan Syuhada menyampaikan keresahannya atas kondisi Indonesia yang semakin carut-marut. KM ITB menolak upaya penghianatan konstitusi dan amanah reformasi dalam kaitannya dengan wacana perpanjangan masa jabatan presiden.
KM ITB menuntut Presiden Joko Widodoj agar memberikan sanksi kepada elite politik yang melanggar dan melawan konsititusi. “Meminta Presiden Jokowi berjanji kepada rakya untuk tidak akan melanjutkan ke periode selanjutnya,” ungkap Hanif.
“Dua periode cukup?” tanyanya. Lalu dijawab oleh massa aksi “Kebanyakan!”
Mahasiswa menegaskan jika tuntutan mereka tidak diindahkan maka aksi mahasiswa bergerak akan terus bergelombang.
Tuntutan Mahasiswa Bandung
Korlap aksi, Ilyasa Ali Husni, mengatakan aksi kali sebagai lanjutan dari unjuk rasa mahasiswa 1 April lalu. Adapun tuntutan yang mereka gaungkan merupakan hasil kajian dan konsolidasi di kampus Unpas.
Hasilnya, kata dia, seluruh mahasiswa dari berbagai kampus di Bandung Raya yang tergabung dalam aliansi Poros Revolusi Mahasiswa Bandung secara umum memiliki lima tuntutan, di antaranya meminta Presiden Joko Widodo menjatuhkan sanksi kepada jajaran kabiet yang terbukti mendukung penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.
Kedua, mendesak lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif untuk menyatakan sikap menolak penundaan pemilu dan wacana perpanjangan masa jabatan presiden, juga menjalankan konstitusi yang berlaku saat ini.
Ketiga, menuntut pemerintah untuk menstabilkan harga bahan pokok sehari-hari dan mengatasi kelangkaan sektor pangan dan bahan bakar untuk menjaga amanah Pancasila dan UUD 1945 dalam hal kesejahteraan rakyat.
Mahasiswa juga menyoroti eksploitasi lahan dan konflik agraria di Jawa Barat yang diturunkan dalam tuntutan keempat.
“Mendesak pemerintah untuk menghentikan segala macam tindakan serta menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM termasuk konflik agraria dan pergusuran lahan di Jawa Barat,” ungkap Ilyas ketika membacakan tuntutan.
Berikutnya, mahasiswa juga mendesak pemerintah agar meninjau kembali UU KPK ,UU Minerba, UU Cipta Kerja, UU Ibu Kota Negara dan undang undang bermasalah lainnya.
Selain PRMB, ada juga mahasiswa dari Aliansi Mahasiswa Jabar Menggugat yang turut menggelar aksi unjuk rasa. Mereka memulai titik aksi di depan Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat, Jalan Diponegoro.
Tuntutan yang mereka yakni menolak penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Menuntut agar pemerintah menurunkan kenaikan pajak PPN/PPH/PBB dan harga BBM yang merugikan rakyat. Selain itu, salah satu tuntutan mereka yakni menuntut agar pemerintah segera mensahkan RUU TPKS dan mengawal impementasi Permendikbud no 30 tahun 2021.
Hujan terus mengguyur. Namun massa aksi tak membubarkan diri. Hingga pukul 16.15 WIB, perwakilan mahasiswa dari berbagai kampus akhirnya membacakan tuntutan mereka. Setelah itu, massa aksi membubarkan diri.