Merayakan Kemenangan ala Riverside Forest, Klub Sepak Bola Punk Bandung
Riverside Forest dan Birds Death Brigade mengusung klubnya dengan konsep punk football di mana suporter dan klub tidak disekat kepentingan industri.
Penulis Reza Khoerul Iman18 April 2022
BandungBergerak.id - Tidak ada kelompok suporter mana pun yang tidak senang pada saat tim yang didukungnya mendapat kemenangan, bahkan meraih title juara. Momen euforia tersebut kini tengah dirasakan oleh klub sepak bola Riverside Forest bersama suporternya, Birds Death Brigade.
Riverside Forest berhasil menempati posisi ketiga pada kompetisi Bandung Champions League dan berhasil dipromosikan ke tingkat kompetisi yang lebih tinggi, yaitu Bandung Premier League.
Salah seorang suporter dari Birds Death Brigade, Yusuf, mengaku tidak menyangka momen tersebut akan terjadi pada satu klub yang bahkan usianya belum genap setengah tahun. Selain itu, Riverside Forest memang dibentuk bukan untuk konsen meraih gelar juara dan naik ke liga yang lebih tinggi. Sebaliknya, Riverside dihadirkan untuk menyuarakan aspirasi dan sebagai media perlawanan untuk menunjukkan gagasan mereka terkait sepak bola, khususnya di Kota Bandung.
Oleh sebab itu, sebagai bentuk apresiasi atas kemenangan yang telah diraih Riverside Forest pada kompetisi amatir, Bandung Champions League, Birds Death Brigade menggelar acara perayaan bertajuk Chasing the Underdogs di Dago Pakar, Jumat (04/15/2022) sore.
Acara Chasing the Underdogs tidak dirayakan seperti perayaan kemenangan yang dilakukan pada biasanya, seperti penampilan musik atau acara minum-minum, melainkan diisi oleh penampilan pameran foto yang menampilkan 53 foto yang dipotret oleh enam fotografer terkait perjalanan Riverside Forest dan Birds Death Brigade selama bertanding di Bandung Champions League.
Pameran dimeriahkan diskusi yang membahas seputar sepak bola bersama Zen RS dari Narasi, Riobie dari Manajemen Riverside Forest, kapten tim Riverside Forest, dan Randi Enteng sebagai pengamat sepak bola. Terakhir, acara tersebut dimeriahkan dengan penampilan video dokumenter perjalanan Riverside Forest dan Birds Death Brigade.
“Kegiatan ini kami adakan karena pertama kami ingin mencari suasana berbeda dari yang lain. Karena biasanya suporter itu kalau merayakan kemenangan dengan mengadakan acara musik atau minum-minum di bar. Nah, kita ingin mencari suasana baru saja. Kedua, kami ingin menjalin silaturahmi dengan pemain, suporter, dan kawan lainnya,” tutur Yusuf, kepada BandungBergerak.id.
Semenjak berdirinya Riverside Forest dan Birds Death Brigade pada Desember 2021 lalu, kedua entitas ini hadir sebagai bentuk perlawanan terhadap situasi sepak bola yang menjadi begitu kompetitif dan tidak begitu menyenangkan untuk dinikmati. Sepak bola hanya menjadi ajang adu gengsi dan ego bagi klub dan para suporternya.
Salah seorang manajemen Riverside Forest yang sekaligus merangkap menjadi suporter dan pemain, Zebo, menilai sejatinya sepak bola menjadi olahraga yang menghibur yang perlu dirayakan oleh semua kalangan, tanpa batasan kelas atau pengkultusan ala klub di era modern.
Oleh karenanya, dengan mengusung konsep forever underdogs, mereka menilai hal tersebut menjadi upaya memutus mata rantai yang tidak sehat, setidaknya di lingkup daerahnya sendiri.
“Forever underdogs itu jadi kita gak ngejar juara, tapi yang kita kejar itu pesan di sepak bolanya saja. Jadi kami lebih mengusung pesan-pesan yang tidak pernah bisa disuarakan pada sepak bola Indonesia. Kemudian promosi kami ke Bandung Premier League membuat suara-suara kami menjadi lebih tersalurkan lebih luas lagi,” ungkap Zebo.
Baca Juga: BANDUNG HARI INI: Spirit Konferensi Asia Afrika dalam Perangko dan Radio
MEMORABILIA BUKU (40): Tak Menyangka Menggondol Juara Ke-2 Stand Terbaik
BUKU BANDUNG #39: Pernak-pernik Ramadan dalam Ingatan Haryoto Kunto
Punk Football
Sepak Bola telah menjadi salah satu cabang olahraga yang sangat diminati dan disenangi oleh banyak orang di dunia. Orang dari bermacam kalangan dan berbagai usia, di perkampungan dan di perkotaan menjadikan sepak bola bukan hanya sebagai olahraga, tapi juga menjadi salah satu hiburan tanpa syarat tertentu.
“Saat itu sepak bola itu tersebar ketika kolonialisme Inggris, karena sepak bola menjadi olahraga yang praktis, hanya butuh kaki dan sebuah benda yang bisa ditendang. Sesederhana itu, kan. Itu yang membuat sepak bola relatif lebih mudah untuk tersebar karena kolonialisme dan kepraktisannya membuat dapat dimainkan oleh siapa pun,” tutur Zen Rs.
Namun semenjak sepak bola berkembang menjadi olahraga yang lebih maju dan modern, sepak bola menjelma sebagai olahraga yang begitu kompetitif dan berkedok industrialisasi. Hal tersebut membuat sepak bola menjadi parade adu gengsi dan ego, sehingga menjadi tidak ramah untuk dinikmati.
Hal itulah yang membuat Riverside Forest dan Birds Death Brigade mengusung klubnya dengan konsep punk football. Konsep tersebut bukanlah sesuatu yang baru di dalam dunia sepak bola. Punk football merupakan sebuah gerakan kepemilikan klub sepak bola oleh para suporternya. Pergerakan ini telah berkembang jauh dalam dua puluh tahun terakhir.
Bagi mereka punk menjadi jalan alternatif di tengah hegemoni budaya sepak bola modern. Budaya kolektif dan kemandirian dari punk mereka coba aplikasikan pada suatu media bernama sepak bola.
“Visi kami tidak muluk-muluk, kami adalah klub berbasis suporter yang menjadi pembeda dari klub-klub lainnya. Kemudian bisa saling bertalian antara pemain, suporter, dan manajemennya, sehingga tidak ada satu di atas satu yang lainnya lagi. Jadi semuanya sama rata dan bisa ikut berperan untuk klub ini, mau itu jadi besar atau kecil yang penting klub ini tetap ada dan utamanya sepak bola itu bisa dinikmati seluruh orang,” ucap Riobie.