• Berita
  • Peringatan May Day di Bandung, Buruh Jawa Barat Menuntut Kenaikan Upah

Peringatan May Day di Bandung, Buruh Jawa Barat Menuntut Kenaikan Upah

Ratusan perusahaan di Jawa Barat tidak membayar THR. Kenaikan bahan kebutuhan pokok semakin memberatkan kehidupan buruh.

Aksi May Day di Gedung Sate, Bandung, Kamis (12/5/2022). Buruh menuntut kenaikan upah 2022. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Emi La Palau12 Mei 2022


BandungBergerak.idBuruh Jawa Barat memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) di depan kantor Gubernur Jawa Barat, Gedung Sate, Kamis (12/5/2022). Mereka mengajukan sejumlah tuntutan, mulai dari penolakan terhadap UU Cipta Kerja hingga menuntut kenaikan UMK.

Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI) Jawa Barat tersebut sebelumnya sempat menggelar aksi unjuk rasa di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung. Mereka mengawal sidang gugatan atas perkara sengketa pengupahan terkait SK Gubernur Jabar tahun 2022. Karena SK ini UMK buruh tidak naik.

Pada aksi di Gedung Sate, buruh mengusung beberapa tuntutan yang terdiri dari:

Menolak revisi Undang-Undang nomor 112 tahun 2011 tentang pembentukan perundang-undangan.

Mereka menyatakan bahwa UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagai inkonstitusional.

Menyoroti rencana revisi UU nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja Serikat Buruh.

Menuntut pembatalan Keputusan Gubernur (Kepgub) UMK tahun 2022. Mereka mendesak Gubernur Jawa Barat menerbitkan Kepgub UMK tahun 2022 dengan tidak menggunakan PP Nomor 36  tahun 2021 tentang Pengupahan.

Menolak gugatan Apindo Jabar mengenai pembatalan Kepgub Kenaikan Upah Pekerja atau buruh dengan masa kerja 1 tahun atau lebih.

Menyoroti banyaknya aduan terhadap THR yang masuk ke Disnaker Jabar. Buruh meminta Pemprov Jabar untuk memberikan sanksi kepada pengusaha yang tidak melaksanakan UMK sesuai ketentuan; memberikan sanksi kepada perusahaan yang tak membayarkan THR pekerja.

Baca Juga: Lepas Tangan Pemerintah Kota Bandung atas Jaminan Tempat Tinggal bagi Warga Korban Penggusuran
BPS Kota Bandung akan Melakukan Sensus, Diharapkan Muncul Data Independen
KontraS Meminta Kapolri Mengevaluasi Kinerja Kepolisian Daerah Papua

Protes tidak Adanya Kenaikan Upah

Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI) Roy Jinto Ferianto mengungkapkan bahwa penetapan UMK yang digunakan Gubernur Jabar merujuk pada PP 36 yang seharusnya tak digunakan karena aturan ini turunan dari UU Cipta Kerja.

UU Cipta Kerja sendiri telah dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai undang-undang yang cacat hukum atau inkonstitusional. Jadi, kata Roy Jinto, kenaikan upah seharusnya menggungakan peraturan lama, yaitu PP 78. Ia telah menghitung bahwa kenaikan upah minimum seluruh daerah di Jawa Barat adalah 3,27 persen.

“Tapi faktanya hari ini tidak naik, oleh karenanya kita minta SK (Gubernur Jabar) dibatalkan,” kata Roy.

Ratusan Perusahaan tak Membayar THR Buruh

Berdasar catatan Disnaker Jabar, data dari posko pengaduan THR pada tahun 2022 terdapat 731 pengaduan yang masuk. Artinya, ada 731 perusahaan yang tidak membayarkan THR. Maka melalui aksi tersebut, buruh meminta agar Pemprov Jabar mau memberikan sanksi dan menindak tegas perusahaan yang tak patuh membayar THR.

Padahal menurut Roy Jinto Ferianto, berdasar peraturan yang dikeluarkan pemerintah, THR harus dibayarkan secara penuh paling lambat seminggu sebelum lebaran. Pada kenyataan di lapangan, hingga menjelang dua hari sebelum lebaran, ratusan perusahaan belum membayarkan hak para pekerja.

“Kalau kita kalkulasikan hampir 700 sekian perusahaan yang mengadukan itu. Nah oleh karenanya tentu ini kewenangannya ada di Pemrov. Pengawasan itu ada di Pemprov dan sanksinya administrative. gitu,” ungkap Roy.

Namun Roy menyatakan Pemrov seperti tak berani memberikan sanksi kepada perusahaan yang melanggar hak buruh. Ia pun mendorong agar Pemprov Jabar berani besikap tegas kepada perusahaan yang melanggar.

Bahkan tahun 2021 masih ada perusahaan yang tidak membayar THR buruh. Menurut catatan Roy, jumlah perusahaan yang tidak membayar THR pada 2021 ada tiga perusahaan, dua di antaranya telah tutup, dan satu perusahaan masih beroperasi. Ada 1.040 orang karyawan di perusahaan tersebut yang tak mendapat haknya. Jika ditotal dengan tahun 2022, jika dikalkukasikan maka ada ribuan buruh yang tak menerima THR.

“Karena apa, pemerintah enggak berani memberikan sanksi padahal jelas sanksinya itu cabut izin,” kata Roy.

“Cuman pemerintah enggak berani akhirnya setiap tahun itu berulang bahkan nambah. Perusahaan yang tadinya baik-baik oh itu tahun kemarin ga bayar ga apa-apa, akhirnya ngikutin,” tambah Roy.

Tuntutan Buruh Perempuan

Tak hanya buruh laki-laki yang turut mengikuti demonstrasi, ibu-ibu dan buruh perempuan lainnya juga turut datang dan menuntut agar Pemerintah Jabar memperhatikan hak buruh. Di tengah kondisi ekonomi yang bergejolak akibat kenaikan harga-harga bahan pokok, gaji yang tak naik, dan THR yang tak dibayarkan, semakin menjepit nasib buruh.

Salah satu perempuan yang turun aksi, Panda (27), mengaku sudah 5 tahun bekerja. Buruh perusahaan alas kaki ini meminta agar pemerintah menaikkan upah buruh dan tidak menggunakan peraturan UU Cipta Kerja yang inkonstitusional.

“Ya ikut hadir, karena ingin memperjuangkan hak kami buruh. Harusnya di tengah kondisi saat ini, upah buruh bisa diperhatikan,” ungkapnya.

Ratnasari (41), buruh dari Purwakarta, mengaku telah bekerja 13 tahun. Melalui aksi ini ia meminta pemerintah agar berlaku adil terhadap buruh. Ia merasakan betul dampak dari kenaikan harga-harga bahan pokok.

“Minta keadilan saja, jaminan-jaminan, fasilitas, saat ini semakin sulit saja. Bahan makanan pada naik, jadi sekolah biaya gede, banyaklah,” ucapnya, seraya berharap ke depan kesejahteraan kaum buruh semakin meningkat dan didukung oleh regulasi yang memihak mereka.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//