Agar Musik Klasik Indonesia tak Terpinggirkan
Bandung Philharmonic menggelar Konser Pemenang di Unpar. Karya yang ditampilkan merupakan garapan para komponis muda Indonesia.
Penulis Iman Herdiana23 Mei 2022
BandungBergerak.id - Meski pernah dikenal sebagai barometer musik tanah air, konser musik klasik terbilang jarang di Bandung. Beruntung Bandung memiliki kelompok musik orchestra Bandung Philharmonic yang mengisi kosongan itu. Baru-baru ini, Bandung Philharmonic menggelar Konser Pemenang, sebuah pertunjukan musik klasik yang tertunda selama 2 tahun karena pandemi Covid-19.
Konser Pemenang Bandung Philharmonic merupakan konser 3 karya pemenang Kompetisi Komponis Muda Indonesia ke-5. Acara ini digelar di Auditorium Pusat Pembelajaran Arntz-Geise Universitas Katolik Parahyangan (PPAG Unpar), Sabtu (14/5/2022) lalu.
Konser terlaksana berkat kolaborasi Bandung Philharmonic bersama Unpar yang didukung oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung. Sebelumnya, Unpar telah menjalin kerja sama dengan Bandung Philharmonic pada 22 April 2022 lalu.
Kerja sama antara Unpar dan Bandung Philharmonic di antaranya menyepakati beberapa hal. Di antaranya dalam bidang sinergi dalam bidang pengembangan kurikulum/program bersama, pengembangan keilmuan, maupun pengembangan sistem.
Tiga karya yang ditampilkan dalam Konser Pemenang adalah “Astra(f)obia” karya Gavin Wiyanto; “Tales From The Northen Woods” karya Benedito Pratama; dan “Saru Pakareman” karya Rizky Fauzy Ananda. Karya ketiga para komponis muda ini terpilih dari total 48 karya komponis Indonesia yang terkumpul dan dinilai secara blind-review oleh para juri internasional.
Marisa Sharon Hartanto yang juga Koordinator Kompetisi Komponis Muda Indonesia mengatakan, sebagai Composer in Residence dari Bandung Philharmonic, dirinya bangga untuk dapat berbagi dalam perjalanan program Bandung Philharmonic.
“Karya komponis Indonesia, terlebih di dunia musik klasik masih terpinggirkan dan tidak terwakilkan, apalagi karya komponis muda,” ucapnya, dikutip dari laman resmi Unpar, Senin (23/5/2022).
Dia menuturkan, kompetisi komponis ini adalah salah satu sarana Bandung Philharmonic dalam usaha mengubah masa depan musik klasik Indonesia. Hal itu dilakukan dengan menyediakan ekosistem yang tepat bagi para komponis muda Indonesia untuk mendengar karyanya diperdanakan oleh orkestra profesional.
“Semoga dengan memperkenalkan komponis-komponis muda Indonesia ke mata publik, maka kemampuan mereka semakin terasah. Juga karyanya semakin dihargai dan komposisi music karya anak bangsa pun semakin maju,” tuturnya.
Wishnu Dewanta, asisten pengaba Bandung Philharmonic di musim ketiga pada tahun 2018, didapuk sebagai pengaba untuk konser kali ini. Selain dari ketiga karya pemenang, masterpiece dari zaman barok yakni bagian pertama dari “Brandenburg Concerto No. 3 di G Major, BMW 1048 (Allegro)” oleh Johann Sebastian Bach akan dibawakan sebagai pembuka, dan lagu daerah “Pak Ketipak Ketipung” akan menutup suguhan akustik tersebut.
Baca Juga: FKUI Membedah Kaitan Hepatitis Akut dengan Covid-19
Cara Menabung di Bank Sampah Bandung Raya
PERJALANAN DI PRIANGAN ABAD KE-19 #1: Dari Bogor ke Bandung
Komunitas Subang
Konser Pemenang turut dimeriahkan oleh penampilan khusus dari anak-anak TUNAS dari Komunitas Subang di bawah pengajaran Kang Trisna dan dari Panti Asuhan Rumah Kasih Karunia di bawah bimbingan Kang Kurnia.
TUNAS merupakan program edukasi musik cuma-cuma untuk anak-anak yang diselenggarakan oleh Yayasan Bandung Philharmonic dengan dukungan dari donator individual dan korporat yang setia mendukung program dan kegiatan yayasan. Saat ini program tersebut aktif berjalan di 4 komunitas, yaitu; Komunitas Subang, Panti Asuhan Rumah Kasih Karunia, SOS Kinderdorf dan Hope Learning Center.
Sementara itu, Guru Besar Filsafat Unpar Ignatius Bambang Sugiharto sekaligus Anggota Dewan Pembina Yayasan Bandung Philharmonic menuturkan, dalam konser kali ini, Bandung Philharmonic menyuguhkan komposisi-komposisi yang merupakan komunikasi terbaik jiwa. Terbaik karena yang akan disajikan adalah komposisi para pemenang kompetisi, tapi juga “Brandenburg Concerto, No 3” karya maestro J.S.Bach, yang dinamika kontrapunk-nya sangat memesona.
“Semasa pandemi yang berkepanjangan ini kita telah terpenjara oleh ruang fisik yang menjadi serba terbatas. Dalam suasana itu, musik akan menjadi teman baik permenungan kita, karena musik adalah komunikasi antar jiwa. Komunikasi tentang rasa bahagia, cemas, rindu, penuh syukur ataupun menderita,” ucapnya.