• Nusantara
  • FKUI Membedah Kaitan Hepatitis Akut dengan Covid-19

FKUI Membedah Kaitan Hepatitis Akut dengan Covid-19

Pakar menduga kasus hepatitis akut berat terkait dengan SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Pasien suspek hepatitis misterius ini ditemukan di beberapa provinsi.

Sebaran kasus diduga hepatitis akut berat di beberapa provinsi di Indonesia per 17 Mei 2022. (Sumber: Kemenkes RI)*

Penulis Iman Herdiana22 Mei 2022


BandungBergerak.idDunia digegerkan oleh kemunculan kasus hepatitis akut berat yang belum diketahui penyebabnya. Kasus ini memiliki gejala serupa dengan hepatitis, tetapi tidak disebabkan virus yang sama dengan hepatitis umumnya. World Health Organization (WHO) menetapkan kasus ini sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) pada 12 April 2022.

Sebanyak 15 kasus suspek hepatitis misterius ini teridentifikasi di Indonesia per 10 Mei 2022. Dari 15 kasus tersebut, spesimen 7 kasus diterima laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (FKUI–RSCM) sebagai upaya untuk mencari solusi penanganan.

Dekan FKUI yang juga dokter spesialis penyakit dalam, Ari Fahrial Syam, mengatakan penyakit yang pertama kali muncul di Eropa ini telah menyebar di 20 negara. Para ahli dari FKU pun telah diterjunkan untuk membahas kasus hepatitis akut berat di Indonesia.

“Saya mendapat kontak dari Menteri Kesehatan yang meminta bebeberapa ahli dari FKUI untuk membahas kasus ini. Terima kasih kepada CME (Continuing Medical Education) FKUI yang merespons cepat dengan menyelenggarakan webinar ini sehingga informasi terkait Hepatitis Akut bisa segera disebarluaskan, khususnya bagi para dokter dan tenaga kesehatan agar dapat mengedukasi masyarakat,” kata Ari Fahrial Syam, dikutip dari laman resmi Universitas Indonesia, Minggu (22/5/2022).

Ari berbicara dalam webinar “Infeksi Emerging: Hepatitis Akut Berat yang Belum Diketahui Penyebabnya” yang digelar CME FKUI, Kamis (12/05/2022). Webinar ini menghadirkan tiga narasumber, yaitu Guru Besar yang juga merupakan Dokter Spesialis Anak Sub Spesialis Gastro-Hepatologi FKUI–RSCM, Hanifah Oswari, spesialis mikrobiologi Budiman Bela, dan dosen Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI, Retno Asti Werdhani.

Baca Juga: Menjelajah Serambi Seni Selasar Sunaryo Art Space
Ajakan Donasi untuk Buruh Migran Indonesia yang Dideportasi Malaysia
Memperkuat Persekutuan Media Alternatif Independen dalam Gamang Demokrasi yang Menggerus Kebebasan Pers

SARS-CoV-2 Kemungkinan Jadi Penyebab

Mengacu pada data WHO, Hanifah menyampaikan, saat ini belum diketahui cara untuk memastikan pasien yang mengidap penyakit hepatitis akut berat. Meski begitu, ada fase-fase yang dapat dikenali sebagai gejala penyakit ini.

Pada fase awal, penderita merasakan diare, mual-muntah, demam, dan masalah pernapasan. Ketika memasuki fase lanjutan, terjadi perubahan warna kekuningan pada kulit atau mata. Penderita mengalami buang air kecil pekat atau buang air besar berwarna pucat, juga mengalami kejang. Pada fase terakhir, penderita kehilangan kesadaran.

Sejauh ini, ilmuwan menemukan adanya adenovirus tipe 41 dalam darah para suspek. Virus adenovirus tipe 41 dan SARS-CoV-2 diperkirakan sebagai salah satu penyebab paling mungkin hepatitis akut berat. SARS-CoV-2 sendiri merupakan virus penyebab penyakit Covid-19 yang melanda dunia. Sedangkan adenovirus merupakan virus yang biasa ditemukan dalam kasus muntah dan diare, tetapi tidak diketahui jika dapat menyebabkan hepatitis.

Berangkat dari temuan ini, para ilmuwan menyebutkan enam hipotesis penyebab penyakit hepatitis akut berat. Pertama, akibat jarang terpapar adenovirus saat pandemi. Kedua, akibat mutasi adenovirus varian baru. Ketiga, merupakan sindrom post-infeksi SARS-CoV-2. Keempat, akibat paparan obat/lingkungan. Kelima, adanya patogen baru. Keenam, disebabkan varian baru SARS-CoV-2.

Menurut Budiman, perlu dilakukan pemeriksaan kemungkinan penyebab penyakit sesuai gejala klinis yang ditemukan. Ia menyanggah adanya korelasi antara vaksin Covid-19 dan kasus hepatitis akut. Mayoritas pasien berusia 3–5 tahun dan kebanyakan dari mereka tidak menerima vaksin Covid-19.

Terlebih, adenovirus yang dikaitkan dengan sebagian besar kasus adalah adenovirus tipe 41 sehingga berbeda dengan yang digunakan dalam beberapa vaksin Covid-19. Oleh karena itu, tidak terbukti adanya korelasi antara vaksin Covid-19 dan kasus hepatitis akut berat.

Hepatitis akut berat dapat menular melalui mulut dari benda, makanan, atau minuman yang terkontaminasi kotoran orang yang terinfeksi virus serta saluran pernapasan. Budiman menyarankan kepada fasilitas pelayanan kesehatan agar menggunakan standar pencegahan dan pengendalian infeksi, terutama pada semua staf yang terlibat. Akan lebih baik jika anak dirawat dalam kamar yang memiliki kamar mandi dan toilet khusus.

Budiman juga mengimbau masyarakat agar menerapkan 3M (memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak); memastikan makanan dan minuman tidak tercemar; dan melindungi anak dari infeksi melalui fekal-oral serta saluran napas.

Ada tiga aspek pemicu terjadinya penyakit, yaitu penderita, penyebab, dan lingkungan. Faktor dari penderita meliputi pengetahuan dan perilaku, kebersihan diri, imunitas dan nutrisi tubuh, serta riwayat infeksi dan vaksinasi.

Faktor penyebab penyakit seperti bakteri, virus, dan parasit memengaruhi faktor penderita. Sementara itu, faktor lingkungan dapat berupa kontak kasus, wilayah, sanitasi, sarana air bersih, dan pengolahan makanan. Terkait faktor lingkungan, kebijakan tiap negara memiliki andil besar dalam menciptakan lingkungan yang sehat.

Tidak Bisa Sendirian

Pakar lainnya, Retno Asti Werdhani, menyarankan agar orang tua mengajarkan kebiasaan hidup sehat kepada anaknya. Kebiasaan ini meliputi cara mencuci tangan dengan benar, oral hygiene, toilet hygiene, serta cara membersihkan badan dan menggunting kuku.

Teknik mencuci makanan, kebiasaan memakai pakaian bersih, serta tidur di tempat yang bersih juga perlu diajarkan kepada anak. Jangan lupa mengajarkan etika bersin dan batuk, serta budaya berbenah. Di rumah dan sekolah, kebersihan lingkungan dan sanitasi penting untuk dijaga.

Upaya mencegah dan melawan penyakit hepatitis akut berat tidak dapat dilakukan sendiri. Menurut Hanifa, perlu kerja sama dari berbagai pihak untuk menangani penyakit ini. Bagi masyarakat, tenaga kesehatan, atau peneliti yang menemukan terjadinya kasus ini, dapat melapor kepada Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melalui bit.ly/PelaporanKasusHepatitisAkut atau kepada Kementerian Kesehatan RI dalam bentuk form penyelidikan epidemiologi (PE).

Jika ada kasus potensial, masyarakat dapat melapor kepada Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2P) melalui Public Health Emergency Operation Centre (PHEOC) dengan kontak WhatsApp (0877-7759-1097) atau e-mail [email protected].

Sebaran Kasus Hepatitis Akut Berat di Indonesia

Data terbaru Kementerian Kesehatan RI per tanggal 17 Mei 2022 merilis dugaan kasus hepatitis akut berat yang belum diketahui penyebabnya di Indonesia menjadi 14 kasus. Jumlah ini terdiri dari 1 kasus probable dan 13 kasus pending classification.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, Mohammad Syahril, mengatakan ada 1 kasus probable pemeriksaan hepatitis A, B, C, dan E  nonreaktif dan patogen lainnya pun negatif. Sedangkan 13 kasus pending classification ada 1 kasus di Sumatera Utara, 1 kasus di Sumatera Barat, 7 kasus di DKI Jakarta, 1 kasus di Jambi, dan 3 kasus di Jawa Timur.

Kelompok umur kasus terbanyak adalah di bawah 5 tahun ada tujuh kasus, 6 sampai 10 tahun ada dua kasus, dan 11-16 tahun ada lima kasus. Dari 14 kasus dugaan hepatitis akut terdapat 6 kasus meninggal dunia, 4 kasus masih dirawat, dan 4 kasus sudah dipulangkan.

“Ini perubahan jumlah kasus dari hari sebelumnya tanggal 15 atau 16 Mei itu ada pengurangan kasus di probable. Ternyata setelah dilakukan pemeriksaan terakhir dia sepsis bakteri, sehingga dia kasusnya discarded,” kata Syahril, dikutip dari laman Kemenkes, Minggu (18/5/2022).

Upaya yang dilakukan melalui surveilans, analisa patogen menggunakan Whole Genome Sequencing (WGS) di mana dengan WGS ini nanti akan terlihat varian virus yang muncul. Kemudian pelaporan dengan New All Record (NAR).

“Kemudian upaya terapeutik kita sudah menyusun pedoman tata laksana kasus hepatitis ini bersama IDAI dan juga komite ahli yang telah dibentuk oleh Kemenkes,” ucap Syahril.

Pada tanggal 13 Mei 2022 telah diterbitkan keputusan Dirjen Pelayanan Kesehatan tentang tata laksana hepatitis akut pada anak yang belum diketahui penyebabnya di fasilitas pelayanan kesehatan.

Kementerian Kesehatan telah menunjuk laboratorium nasional di Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) untuk menerima seluruh rujukan sampel untuk pasien-pasien yang diduga hepatitis.

“Di laboratorium nasional ini telah dipersiapkam ketersediaan reagen atau KITnya untuk deteksi hepatitis, baik reagen metagenomik atau WGS maupun reagen PCR, baik panel respiratori maupun gastrointestinal,” tutur Syahril.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//