Warga Jawa Barat Diingatkan agar Mewaspadai Hepatitis Misterius
Kasus hepatitis misterius pertama kali ditemukan di Inggris sebelum akhirnya menyebar di 20 negara termasuk Indonesia.
Penulis Iman Herdiana9 Mei 2022
BandungBergerak.id - Saat ini dunia tengah digemparkan dengan laporan WHO mengenai penyakit hepatitis yang tidak diketahui alias misterius. Kasus pertama ditemukan di Inggris awal April lalu, per tanggal 1 Mei 2022, kemudian menyebar di 20 negara termasuk Indonesia.
Sejauh ini, baik di Bandung maupun Jawa Barat belum ada indikasi munculnya kasus misterius, seperti disampaikan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
"Saya laporkan di Jawa Barat belum ada (hepatitis akut), dan mudah-mudahan tidak ada. Masyarakat diimbau yang pertama jangan panik. Seperti biasa kita sudah mengalami jatuh bangun dari pandemi COVID-19. Jaga kebersihan dari mulai diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Tenang saja, negara sudah siap untuk mengatasi jika ada (kasus)," kata Ridwan Kamil di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Senin (9/5/2022).
Kunjungan ke RSHS ini dilakukan untuk membentuk tim ahli hepatitis hingga mempersiapkan skenario menghadapinya. Peninjauan dilakukan juga ke laboratorium, ruang-ruang perawatan, selain mempersiapkan tim ahli penyakit hepatitis.
Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) Dwi Prasetyo menjelaskan hepatitis misterius sejatinya merupakan penyakit hepatitis yang tidak diketahui etiologinya (penyebabnya). Hal ini terungkap setelah pemeriksaan awal yang dilakukan otoritas kesehatan Inggris terhadap pasien anak-anak yang terindikasi terkena penyakit tersebut.
“Hepatitis yang biasa kita kenal ada A, B, C, D, dan E. Kejadian di Inggris itu sudah diperiksa ternyata negatif lima hepatitis tersebut. Makanya mereka melaporkan jenis hepatitis yang tidak diketahui etiologinya atau jenis hepatitis non A, B, C, D, E,” papar Dwi, dikutip dari laman resmi Unpad.
Sampai saat ini, para ahli masih menyelidiki penyebab dari hepatitis misterius tersebut. Di Indonesia sendiri, Kementerian Kesehatan sudah mengeluarkan kewaspadaan terhadap penularan penyakit hepatitis misterius. Hal ini pun direspons Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dengan mengeluarkan imbauan kewaspadaan dini, terutama untuk dokter anak, dokter umum, tenaga kesehatan, hingga masyarakat.
Dwi Prasetyo yang juga Kepala Divisi Gastrohepatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK Unpad/RSHS ini menjelaskan, imbauan kewaspadaan IDAI tersebut dikeluarkan mengingat banyak kasus yang dilaporkan terjadi pada kelompok anak-anak.
“Saat ini yang dilaporkan masih anak-anak, tetapi tidak mustahil bisa menular ke orang dewasa. Sekarang masih ditelusuri,” ujarnya.
Ada beberapa kemungkinan anak-anak rentan tertular hepatitis misterius. Dwi menduga hal ini karena perkembangan imunitas anak yang belum kuat. Apalagi laporan penularan penyakit ini juga terjadi pada bayi yang baru lahir.
Baca Juga: Anak-anak Rusunawa Rancacili Bersama Mimpi Mereka yang Tergusur
Ramadan dan Lebaran setelah Dua Tahun Pandemi
Di Ujung Ramadan, Pendiri Pondok Pesantren Margasari Cijawura Wafat
Apa yang Dimaksud dengan Hepatitis?
Di luar kasus hepatitis misterius, hepatitis merupakan penyakit yang rentan menular. Penularan hepatitis A ditularkan dari mulut dan pola hidup yang tidak sehat. Hal ini rentan terjadi pada anak-anak sekolah yang kesadaran menjaga kebersihannya masih kurang. Sementara hepatitis B dan C ditularkan melalui produk darah, di antaranya transfusi darah.
Penyakit hepatitis A lebih ringan dari jenis Hepatitis B dan C. Kendati demikian, ada beberapa kasus hepatitis A akut yang kemudian berlanjut menjadi kronis dan bisa menyebabkan kematian. Namun, angka kematian akibat hepatitis A tidak terlalu banyak. Sementara hepatitis B dan C cenderung lebih berat dan bisa lanjut menjadi kronis. Pada beberapa kasus bisa meningkat menjadi sirosis berupa kerusakan organ hati. Hal ini kemudian memicu kanker pada penderitanya.
Meski demikian, penderita hepatitis B dan C bisa sembuh melalui pengobatan yang terus berkembang. Sementara hepatitis D dan E seringnya menempel atau koinsiden pada hepatitis A, B, dan C. Karena itu, dua hepatitis ini jarang dilakukan pemeriksaan. Hingga saat ini, baru hepatitis A dan B yang sudah memiliki vaksin. Bahkan, vaksinasi hepatitis B sudah masuk program imunisasi nasional, sehingga bisa diperoleh di tingkat layanan kesehatan primer secara gratis.
Meskipun belum diketahui apakah dua jenis vaksin tersebut bisa mencegah penularan hepatitis misterius, Dwi menegaskan bahwa vaksinasi hepatitis tetap wajib dilakukan.
Higienis Nomor Satu
Penyakit hepatitis salah satunya ditularkan karena pola hidup yang tidak sehat. Dwi mengingatkan masyarakat untuk menerapkan pola hidup higienis dan sering menjaga kebersihan tubuh. Utamanya adalah menjaga kebersihan tangan.
Masyarakat Indonesia dinilai telah banyak belajar menjaga kebersihan dari pandemi Covid-19, sehingga hal ini dapat memperkuat kewaspadaan masyarakat dalam menghindarkan diri dari penularan hepatitis misterius.
Jika terindikasi tertular, Prof. Dwi menyarankan untuk segera memeriksakan diri ke layanan kesehatan. Ciri umum yang mudah terlihat dari hepatitis adalah mata dan kulit yang menguning, warna urine kuning pekat, hingga memiliki gejala demam, mual, dan muntah.
“Segera lapor ke Puskesmas. Sekarang tenaga kesehatan sudah diberikan pedoman dan penanganannya, mulai dari petugas kesehatan di tingkat primer. Kalau di luar kompetensinya, pasien akan dirujuk secara berjenjang,” kata Dwi.
Harus Sigap
Kasus hepatitis misterius atau akut ini telah ditemukan di DKI Jakarta. Sehingga Jawa Barat sebagai provinsi terdekat dengan DKI, harus sigap. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Nina Susana Dewi mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), rumah sakit, laboratorium kesehatan daerah, serta dinas kesehatan 27 kabupaten/kota mengantisipasi kemunculan penyakit hepatitis akut misterius yang telah dinyatakan WHO sebagai kasus luar biasa.
Menurut Nina, ada beberapa langkah awal antisipasi yang dilakukan. Pertama dengan surveilans pelaporan satu pintu secara daring melalui surat elektronik yang alamatnya telah dikantongi masing - masing stakeholders.
Kedua, menginventarisasi kemampuan Labkesda atau rumah sakit di kabupaten/kota untuk pemeriksaan diagnosis hepatitis. "Ketiga, kami meningkatkan sosialisasi, komunikasi - informasi - edukasi (KIE), serta menggencarkan gerakan masyarakat hidup sehat," ujar Nina.
Keempat, penguatan fasilitas pelayanan kesehatan mulai dari puskesmas hinggga rumah sakit. "Kelima, rumah sakit melakukan setting untuk penanganan kasus hepatitis akut ini," kata Nina.
Nina berharap melalui gerak cepat ini fasilitas pelayanan kesehatan mengantisipasi dan melakukan tindakan preventif melalui sosialisasi dengan menggiatkan germas.
Rapat tersebut diikuti sekitar 850 praktisi kedokteran, Kepala Labkesda Provinsi Jawa Barat, kepala dinkes 27 kota/kabupaten, Ketua IDI (Ikatan Dokter Indonesia), Ketua IDAI, Ketua KKP, dan Kepala Labkesda kota/kabupaten.