Ajakan Donasi untuk Buruh Migran Indonesia yang Dideportasi Malaysia
Hingga akhir Mei dan Juni 2022 akan ada ratusan imigran Indonesia dari Malaysia yang dideportasi. Kondisi mereka memprihatinkan dan membutuhkan pertolongan.
Penulis Iman Herdiana22 Mei 2022
BandungBergerak.id - Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) menggalang dana untuk membantu buruh migran Indonesia yang dideportasi pemerintah Malaysia. Para buruh migran dideportasi dari Sabah ke ke Nunukan, Kalimantan Utara, dalam kondisi menyedihkan.
KBMB melaporkan, hingga akhir Mei dan Juni tahun ini, menurut informasi dari BP2MI Nunukan, paling tidak akan ada deportasi sebanyak 300 orang dari Pusat Tahanan Imigrasi Tawau dan 500 orang dari Pusat Tahanan Imigrasi Kota Kinabalu.
KBMB selama dua tahun terakhir ikut memantau ribuan buruh migran Indonesia yang dideportasi dari Sabah. Tahun 2021 lalu dari tujuh kali deportasi, ada sedikitnya 1.300 migran dan keluarganya yang dideportasi dari Sabah ke Nunukan. Di antaranya adalah 224 perempuan dan 69 anak-anak di bawah umur 12 tahun.
“Setiap kali deportasi terjadi, deportan tiba dalam kondisi kesehatan fisik dan mental yang buruk. Mulai dari penyakit kulit, masalah pencernaan akut hingga kelumpuhan jamak terjadi. Faktornya adalah kondisi tempat penahanan imigrasi di Sabah, Malaysia yang kejam. Airnya kotor, penuh sesak, dan makanan basi,” demikian laporan KBMB, sebagaimana tertulis dalam laman penggalangan dana (udunan) online kitabisa.com, yang dikutip Minggu (22/5/2022).
Beberapa imigran, lanjut laporan KBMB, ada yang tidak dapat bertahan hidup dan meninggal dalam tempat tahanan imigrasi. Di sana juga terjadi praktik penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi terhadap tahanan imigrasi hampir setiap hari.
Dari hasil monitoring KBMB yang terbatas, sejak Juli 2021 sampai Maret 2022, sedikitnya ada 12 tahanan laki-laki dan 3 tahanan perempuan meninggal dalam tahanan di Sabah, Malaysia.
Sejak tahun lalu sampai Maret tahun ini, KBMB berusaha mengumpulkan donasi untuk membeli paket obat-obatan dan kebutuhan-kebutuhan dasar bagi perempuan hamil, baru melahirkan, juga kebutuhan bayi dan lansia setiap kali deportasi terjadi.
Namun karena jumlah buruh migran dan keluarganya yang dideportasi tidak pernah berkurang akibat terus berlangsungnya operasi penangkapan dan perburuan oleh Pemerintah Sabah, Malaysia, KBMB membutuhkan bantuan donasi dari siapa pun yang peduli, keluarga buruh migran, mantan buruh migran, siapapun.
“Supaya kami bisa terus menyediakan bantuan obat-obatan, layanan psikososial dan kebutuhan dasar bagi perempuan hamil, baru melahirkan, anak-anak dan lansia, maka kami membutuhkan lebih banyak orang baik seperti kamu untuk terlibat dan membantu kerja-kerja kami,” terang KBMB.
Paket tersebut akan sangat membantu buruh migran Indonesia dan keluarganya untuk memulihkan diri dari luka dan pengalaman traumatis.
Bagaimana cara udunan untuk imigran di kitabisa.com?
(1) Klik “DONASI SEKARANG”
(2) Masukkan nominal donasi
(3) Pilih metode pembayaran (transfer bank, virtual account (VA), GoPay, DANA, LinkAja, atau Dompet Kebaikan)
Donasi bisa dilakukan melalui tautan ini. Hingga berita ini ditulis, donasi yang terkumpul baru Rp 748.000 dari 12 donatur. Masa waktu penggalangan dana di kitabisa.com sendiri terbatas, yakni tinggal 87 hari lagi.
Baca Juga: Memperkuat Persekutuan Media Alternatif Independen dalam Gamang Demokrasi yang Menggerus Kebebasan Pers
Balada Komik RA Kosasih di Toko Buku Maranatha
CERITA ORANG BANDUNG (51): Impian Aat Maslahat di Kantin SDN 166 Ciateul
Cerita Getir Imigran Indonesia di Malaysia
Cerita cukup lengkap mengenai nasib malang para imigran Indonesia di Malaysia bisa dilihat di website migranberdaulat.org. Pada laman ini terdapat petisi online yang berjudul “Hentikan Razia Pekerja Migran di Sabah, Malaysia”, selama masa pandemi Covid-19.
Disebutkan bahwa pada masa pandemi itu ribuan buruh migran dan keluarganya mengalami ketakutan karena operasi penangkapan yang membuat mereka harus bersembunyi di hutan-hutan sawit di kala malam hari. Gelombang razia terhadap migran tak berdokumen berlangsung sejak awal pandemi. Operasi besar misalnya terjadi pada tengah malam tanggal 4 dan 5 Agustus 2021. Jawatan Imigrasi Malaysia (JIM) Sabah menangkap 155 pekerja migran bersama keluarganya, 67 orang di antaranya adalah perempuan dan 39 anak-anak. Sepanjang 2020, 12,877 migran tak berdokumen asal Indonesia dan Filipina telah ditangkap dan ditahan di pusat tahanan imigrasi yang penuh sesak.
Padahal sepanjang dua tahun pandemi, ribuan buruh migran yang berdokumen sekalipun, terpaksa menjadi tidak berdokumen. Hal ini karena permit kerja mereka yang gagal diperbaharui akibat kantor-kantor imigrasi yang seringkali tutup di masa pandemi. Namun JIM Sabah semakin gencar melakukan berbagai operasi penangkapan ribuan buruh migran tak berdokumen dengan dalih untuk mengendalikan penularan Covid-19.
Berdasarkan laporan tim pencari fakta Koalisi Buruh Migran Berdaulat tentang kondisi migran Indonesia yang dideportasi selama masa Covid-19 dari Sabah, Malaysia ke Indonesia, mereka tinggal berdesak-desakan di fasilitas penahanan membuat sebagian tahanan yang merupakan perempuan, anak anak dan lanjut usia rentan terpapar Covid-19. Akibatnya, mereka tidak hanya menderita secara fisik tetapi juga mengalami gangguan kesehatan mental. Situasi tersebut diperparah dengan fasilitas penahanan yang tidak inklusif dan ramah terhadap perempuan.
“Waktu di penampungan saat ramai wabah corona, setiap hari kami disiram air beralkohol (disinfektan). Kami disemprot sekujur badan dengan tekanan yang kencang hingga basah kuyup. Pakaian yang basah tidak boleh diganti, harus menunggu mengering di badan. Katanya agar segala kuman mati. Kepala kami terasa pusing setelahnya,” kata salah seorang perempuan deportan.
Kenyataannya berbagai operasi penangkapan tidak berhasil menurunkan angka penularan Covid-19. Angka kasus harian terus meningkat sampai petisi ini ditulis. Sebaliknya muncul berbagai kluster penularan Covid-19 di sejumlah pusat tahanan imigrasi atau PTS.
Dari data KBMB yang dikompilasi melalui Newslab, per-10 Agustus 2021 setidaknya telah terjadi 14 klaster penularan Covid-19 di pusat tahanan sementara di Sabah, dengan 6.518 kasus, 1.431 di antaranya masih dalam perawatan. KBMB menyatakan bahwa semakin sering razia, hanya akan menciptakan lebih banyak kluster pusat tahanan sementara. Cara tersebut justru berlawanan dengan usaha untuk mengendalikan penyebaran Covid-19.
Dalam petisi itu, KBMB menuntut JIM Sabah harus segera menghentikan segala bentuk operasi penangkapan migran tak berdokumen. Menangkap mereka yang mana termasuk anak-anak, orang tua dan perempuan ke dalam pusat tahanan sementara yang penuh sesak merupakan tindakan keji, merendahkan kemanusiaan, dan serangan terhadap orang-orang yang selama ini termarjinalkan yang justru paling membutuhkan bantuan di kala pandemi.
Buruh migran dan keluarganya yang telah tinggal selama beberapa generasi memiliki kontribusi yang tak tergantikan terhadap ekonomi Sabah. Melalui darah dan keringat merekalah 1,5 juta hektar perkebunan sawit di Sabah dapat terus beroperasi. Di saat sulit seperti ini, seharusnya mereka mendapatkan bantuan, perlindungan dan pelayanan kesehatan yang sama seperti halnya warga negara, bukannya menjadi target penangkapan dan penahanan.
Melalui petisi tersebut KBMB mendorong agar otoritas Sabah segera:
- Menghentikan segala bentuk operasi penangkapan terhadap migran yang tidak berdokumen, termasuk anak anak, perempuan dan orang tua;
- Mempercepat dan memperluas pelaksanaan vaksinasi bagi migran tanpa syarat administrasi dan dokumen keimigrasian;
- Mempercepat dan menyederhanakan proses administrasi deportasi untuk menghindari penahanan berkepanjangan sehingga pusat tahanan sementara bagi para migran di Sabah tidak semakin penuh sesak;
- Menyediakan layanan keimigrasian yang lebih mudah diakses, cepat, murah dan aman bagi buruh migran;
- Menjalankan program pengampunan bagi buruh migran tak berdokumen, termasuk mengadopsi program kalibrasi federal (federal recalibration programme);
- Mengutamakan tanggung jawab penghormatan, pemenuhan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi buruh migran, termasuk hak atas kesehatan, dibanding pendekatan represi.