• Kolom
  • NGULIK BANDUNG : Buitenzorg, Kota Pertama Pembudidaya Buah Nanas Khas Bandung Barat

NGULIK BANDUNG : Buitenzorg, Kota Pertama Pembudidaya Buah Nanas Khas Bandung Barat

Belanda membudidayakan Nanas Bogor yang kemudian disebarkan ke seluruh Nusantara. Selain dimakan buahnya, nanas juga disajikan sebagai minuman dalam botol.

Merrina Listiandari

Pendiri Komunitas Djiwadjaman, bisa dihubungi via FB: Merrina Kertowidjojo, IG: merrina_kertowidjojo, atau FB page: Djiwadjaman

Suasana Maison Borgerijen yang berada di Bragaweg, Bandung, sekitar tahun 1920. (KITLV A34, sumber foto: digitalcollections.universiteitleiden.nl)

26 Mei 2022


BandungBergerak.id- Minuman anggur adalah minuman "wajib" masyarakat Eropa yang sulit mereka dapat di Hindia Belanda. Butuh perjalanan yang memakan banyak waktu, serta biaya yang sangat tinggi untuk mendatangkan minuman tersebut dari negara-negara produsennya di Eropa maupun di Afrika.

Sebuah berita yang menggembirakan, seperti yang ditulis oleh Ir. J. A. Nijholt pada  Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie?, 11 Maret 1935, akhirnya tiba. Bandung telah memiliki minuman alternatif segar dan bergizi yang diperas langsung dari buahnya, yakni buah nanas. Kala itu jus nanas dalam botol tersebut disajikan di Maison Bogerijen, Bandung.

Adalah J. S. Fransen, seorang bekas manajer pabrik es krim di Bandung yang banting setir menjadi petani nanas kecil-kecilan di daerah Purwakarta, yang memiliki ide yang cerdas itu. Dia, memeras buah nanas dan meminum jus segarnya langsung tanpa bahan tambahan apapun untuk merasakan kesegarannya. Fransen mulai memasarkan jus nanas tersebut dan menggandeng tangan Leendert van Bogerijen, pemilik restoran elite dan terkenal di Bragaweg Bandung serta banyak pemilik restoran elite lain di Batavia.

Kala itu di setiap Sabtu sore, masyarakat Eropa di Bandung senang menghabiskan waktu untuk makan malam bersama keluarga, atau sekadar kongko sambil minum bersama kolega. Maka, apapun yang dijual oleh restoran tersebut tentu menarik minat pembeli. Tentu saja jus nanas yang dibanderol dengan harga 30 sen per botol setengah liter itu pun laris diborong pembeli.

Melihat perkembangan yang baik ini, Fransen menganggap bahwa percobaan pertamanya berhasil. Maka dari kebun nanas kecil-kecilan itu, ia berhasil membuka lahan yang jauh lebih besar serta membuat mesin press hidrolik berdaya tinggi untuk mengelola nanas yang dihasilkan kebunnya untuk dibuat jus segar. Segera kontrak perjanjian dengan Maison Bogereijen di Bandung serta beberapa restoran di Batavia untuk menyuplai jus nanas dalam jumlah besar pun ditandatangani.

Ide Fransen, membuat jus dari buah nanas ternyata membahagiakan masyarakat Eropa kala itu. Tidak saja karena nanas sebagai buah eksotik yang menambah kaya jenis buah di Hindia Belanda saat itu, tapi juga nanas yang dihasilkan perusahaannya mampu menghasilkan minuman yang mengingatkan mereka pada jus anggur yang lezat. Bahkan mereka tidak perlu lagi menghemat minuman tersebut, seperti mereka membatasi meminum jus anggur dalam gelas kecil dan meneguknya lamat-lamat, saking berharganya minuman yang diimpor dari Afrika selatan yang sangat jauh itu.

Nanas bukan Buah Endemik Nusantara

Hindia Belanda merupakan penghasil buah-buahan eksotik yang sangat menarik, serta sudah menjadi komoditi ekspor. Dilaporkan dalam Jaarboekje der Vereeniging Ooftteelt, atau buku tahunan Asosiasi Budidaya Tanaman, yang kemudian disusun oleh Dr. K. W. van Gorkom, dalam bukunya  Oost-Indische cultures, 1913, sudah sejak lama Belanda mendapat pasokan buah-buahan yang bahkan tidak dapat tumbuh di Eropa.

Buah-buahan semacam duku rambutan, kbembem, kemang, kupa, menteng, bijitan, jambu, kapusan, gandaria, kweni sudah memasuki pasar Nederland. Hanya saja mereka belum menemukan cara yang tepat untuk mengirimnya. Seringkali ketika buah-buahan yang dikirim menggunakan kapal uap tersebut, telah busuk ketika sampai tujuan.

Dalam buku tahunan yang terbit tahun 1909—1910 tersebut,  Dr. K. W. van Gorkom menyebutkan bahwa buah nanas belum menjadi salah satu buah yang menjadi komoditi ekspor dari Hindia. Namun dalam buku yang sama, pada halaman 617 baru disebutkan bahwa orang Eropa harus berterima kasih kepada Brazil, karena di tanah tropis mereka di Amerika Selatan telah tumbuh sejenis tumbuhan liar yang paling diinginkan oleh orang-orang Eropa, dengan nama latin Ananas sativus.

Ilustrasi di halaman 653 buku Oost-Indische cultures (1913) karya Dr. K. W. van Gorkom menunjukkan djeroek manis (1), djeruk keproh (2), nanas (3). jamboe bidji dipotong terbuka dan utuh (4), kapulasan, buah hutan dan buah potong (5), serta doekoe (6). (Sumber: delpher.nl)
Ilustrasi di halaman 653 buku Oost-Indische cultures (1913) karya Dr. K. W. van Gorkom menunjukkan djeroek manis (1), djeruk keproh (2), nanas (3). jamboe bidji dipotong terbuka dan utuh (4), kapulasan, buah hutan dan buah potong (5), serta doekoe (6). (Sumber: delpher.nl)

Nanas, Tumbuhan Liar dari Amerika Selatan

Merujuk buku Oost-Indische Culture, atau Budaya Hindia Timur, karya Dr.K.W van Gorkom yang terbit tahun 1913, nanas baru dikembangkan dan dicoba untuk dibudidayakan di Hindia Belanda, setelah tahun 1910 berakhir. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa buah nanas yang berasal dari Brazil, sedianya adalah buah eksotik liar yang sangat berbahaya, bahkan dikenal sebagai tanaman yang “buas”.

Cita rasa buah nanas yang memiliki rasa segar, sangat disukai oleh orang-orang Eropa. Biasa dipasarkan setelah dikupas dengan cara tertentu, dicuci dan direndam dengan air garam. Bila dikonsumsi tanpa menggunakan cara yang tepat, nanas akan memberikan sensasi terbakar. Daging buahnya yang berwarna putih kehijauan, terasa pahit karena mengandung zat bromalin. Sangat tidak disarankan bagi orang yang lemah perut karena dapat menyebabkan pusing, muntah, diare parah, dan bahkan mematikan bagi perempuan hamil.

Di luar bahayanya, nanas mengandung vitamin serta berbagai zat yang baik bagi tubuh. Selain manfaatnya tersebut, rasa segarnya sangat disukai oleh orang Eropa, setelah ditangani dengan tepat sebelum dikonsumsi. Maka para ahli botani merasa perlu untuk membudidayakan varietas nanas yang lebih “jinak”.

Dibudidayakan di Bogor

Menurut Dr. Van Gorkom, tanaman asli Brazil tersebut dicoba dibudidayakan di Hindia yang sama-sama memiliki iklim tropis. Budi daya dilakukan untuk mendapat sebuah produk yang jauh lebih ramah kesehatan serta memiliki rasa manis nan lezat, walau penanganannya masih tetap sama. Buah nanas tersebut tetap harus ditangani secara khusus sebelum dikonsumsi untuk menghindari efek negatif.

Tanaman buah tersebut dibudidayakan di Jawa. Gubernur Jenderal saat itu bertempat tinggal di Istana di wilayah kebun raya di Buitenzorg, atau Bogor sekarang, memerintahkan agar halamannya sebagian digunakan untuk dijadikan uji coba penanaman bibit nanas asal Brazil tersebut. Sehingga pada akhirnya Lands Botanical Garden menerbitkan katalog, yang menyebutkan bahwa telah dihasilkan nanas dengan cita rasa yang lezat, serta manis.

Sejak saat itu, Vereeniging tot Bevordering van Ooftteelt atau asosiasi promosi tanaman buah memberitakan bahwa buah nanas dengan varietas unggul, memiliki rasa yang jauh lebih baik dari daerah aslinya di Brazil, adalah Nanas Bogor. Bibitnya kemudian disebarkan ke berbagai daerah lain di Hindia Belanda, seperti di dekat Bandung, daerah lain di Pulau Jawa, serta kepulauan Riau.

Tanah tropis yang subur di nusantara ini memiliki kandungan yang berbeda di setiap daerah. Pada akhirnya dihasilkanlah berbagai varietas unggul lain dengan ciri khas yang berbeda di tiap daerahnya. Malang menghasilkan nanas yang sangat manis dan juicy, sementara beberapa daerah Jawa Tengah menghasilkan nanas yang sedikit lebih kering namun manis. Berbeda dengan nanas Subang di Jawa Barat, yang kita kenal sekarang, yaitu nanas madu yang manis kecut serta berair.

Baca Juga: NGULIK BANDUNG : Saling Memaafkan, Tradisi Lebaran Khas Nusantara
NGULIK BANDUNG: Tradisi Ramadan Kaum Pribumi di Mata Masyarakat Eropa Zaman Kolonial
NGULIK BANDUNG: Mata Air Cikendi, Dulu Berjasa kini Dilupakan

Cikalong Wetan sebagai Sentra Perkebunan Nanas di Jawa Barat

Bicara tentang nanas, tak ayal orang akan langsung menyebut Subang sebagai satu-satunya sentra perkebunan nanas di Jawa Barat. Namun, jauh sebelum Subang diasosiasikan sebagai Kota Nanas, ternyata daerah Sagalombong, Desa Mandalamukti, Kecamatan Cikalong Wetan sudah lebih dulu menjadi daerah penghasil nanas di wilayah Priangan. Tak heran bila hingga kini terdapat dua tugu berbentuk buah nanas yang tegak berdiri di wilayah yang sama sekali tidak memiliki kebun nanas barang secuil itu.

Menurut Restu Nugraha, salah seorang pegiat di Komunitas Akar Jamur, dua tugu tersebut seakan menjadi saksi bisu kejayaan nanas di daerah tersebut.

“Dulu nanas menjadi oleh-oleh wajib saat melancong ke wilayah ini. Kebun nanas pun sangat luas terhampar hingga dekade 1980-an. Sayang akhirnya (kebun nanas) terlindas oleh proyek jalan tol di era Presiden Suharto,” katanya.

Kembali kepada catatan yang ditulis oleh Ir. J. A. Nijholt, pada  Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie?, 11 Maret 1935. Setelah menandatangani kontrak dengan Maison Bogerijen dan berbagai restoran di Batavia, J.S Fransen diketahui memperluas kebun nanasnya di daerah Purwakarta agar dapat menghasilkan jus nanas sesuai permintaan pasar. Catatan ini menjadi salah satu bukti bahwa daerah Purwakarta dan sekitarnya pernah menjadi sentra perkebunan nanas di zaman kolonial hingga era presiden kedua Republik Indonesia Suharto.

*Tulisan kolom Ngulik Bandung, yang terbit setiap Kamis, merupakan bagian dari kolaborasi antara www.bandungbergerak.id dengan Komunitas Djiwadjaman

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//