• Opini
  • Evaluasi Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Tenaga Kerja di Asia dan Indonesia

Evaluasi Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Tenaga Kerja di Asia dan Indonesia

Pandemi Covid-19 juga memberikan dampak pada meningkatnya pengangguran di kawasan Asia Pasifik termasuk Indonesia.

Ritzky Darmawan

Mahasiswa Unpar.

Pekerja melakukan pembuatan sepatu yang akan diekspor di pabrik sepatu Fortune Shoes, Bandung, Rabu (31/3/2021). Industri alas kaki untuk pasar ekspor mulai bergeliat setelah selama tahun 2020 terpuruk akibat pandemi dan lockdown global terutama di Eropa dan Asia. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

27 Mei 2022


BandungBergerak.idPenyebaran Covid-19 memaksa pemerintah di negara-negara melakukan kebijakan penguncian wilayah dan pembatasan sosial secara besar-besaran. Sebagai konsekuensi dari kebijakan tersebut menyebabkan kegiatan ekonomi dan sosial menjadi terganggu yang pada akhirnya memberikan dampak terhadap perekonomian secara keseluruhan termasuk gangguan di pasar tenaga kerja dan penurunan tingkat pendapatan pekerja di seluruh wilayah.

Gangguan terhadap aktivitas ekonomi karena kebijakan penguncian wilayah untuk menahan penyebaran virus telah menyebabkan banyak perusahaan menutup usaha dan mengalami kebangkrutan. Hal ini berdampak pada pengurangan jumlah pekerja maupun Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara besar-besaran terutama pada sektor-sektor yang paling terdampak pandemi.

Pandemi Covid-19 juga memberikan dampak pada meningkatnya tingkat pengangguran di kawasan, misalnya Asia Pasifik termasuk Indonesia. Kontribusi peningkatan pengangguran di kawasan ini terutama berasal dari kelompok pekerja informal yang terdiri dari jutaan pekerja berketerampilan rendah dengan upah rendah.

Selain itu, Karakteristik pasar tenaga kerja di masing-masing negara mempengaruhi seberapa besar jumlah kerugian kehilangan jam kerja maupun kehilangan jumlah pekerjaan selama pandemi. Kerugian kehilangan jam kerja dan jumlah pekerjaan terbesar terjadi di India, terutama dikontribusikan oleh jenis pekerjaan lintas sektor dan pekerjaan dengan keterampilan khusus, termasuk jasa, manufaktur dan industri, serta pekerjaan kantoran.

Pekerja informal, telah menyumbang sekitar 61 persen dari tenaga kerja  global sangat rentan selama pandemi  karena mereka harus menghadapi risiko K3 (keselamatan kerja) yang lebih tinggi  dan kurangnya perlindungan yang memadai. Bekerja dengan  tidak  adanya  perlindungan, seperti cuti sakit atau tunjangan pengangguran, membuat para pekerja ini mungkin perlu memilih antara kesehatan dan pendapatan, yang berisiko terhadap kesehatan mereka, kesehatan orang lain serta kesejahteraan ekonomi mereka.

Selain pengangguran dan setengah pengangguran; krisis juga akan berdampak pada kondisi  kerja,  upah  dan  akses  atas  perlindungan sosial,  dengan  dampak  negatif  khususnya  pada kelompok-kelompok tertentu yang lebih rentan terhadap dampak pasar kerja yang buruk.

Pandemi  juga  dapat  memiliki  dampak ekonomi  yang  tidak  proporsional  pada  segmen tertentu dari populasi, yang dapat memperburuk ketimpangan yang mempengaruhi sebagian besar kelompok pekerja, seperti:

  • Pekerja yang sudah memiliki masalah dengan kondisi kesehatan;
  • Kaum muda yang sudah menghadapi tingkat pengangguran dan setengah pengangguran yang lebih tinggi;
  • Pekerja yang lebih tua yang mungkin menghadapi risiko lebih tinggi terkena masalah kesehatan yang serius dan kemungkinan menderita kerentanan ekonomi;
  • Perempuan yang terlalu banyak mewakili pekerjaan-pekerjaan yang berada di garis depan dalam menangani pandemi dan yang akan menanggung beban yang tidak proporsional dalam tanggung jawab perawatan terkait dengan penutupan sekolah atau sistem keperawatan;
  • Pekerja yang tidak terlindungi, termasuk pekerja mandiri, pekerja kasual dan pekerja musiman yang tidak memunyai akses terhadap mekanisme cuti dibayar atau sakit; dan. Pekerja migran yang mungkin tidak dapat mengakses tempat kerja mereka di negara tujuan ataupun kembali pulang kepada keluarga mereka.

Negara-negara di kawasan Asia dan Pasifik telah melakukan berbagai upaya untuk memitigasi dampak negatif pandemi Covid-19 terhadap perekonomian maupun pasar tenaga kerja. Negara-negara maju di kawasan dengan kapasitas fiskal yang besar mengalokasikan lebih banyak anggaran untuk tanggapan kebijakan terhadap pandemi Covid-19. Kebijakan tenaga kerja selama pandemi Covid-19 di negara-negara di kawasan Asia dan Pasifik difokuskan pada dukungan terhadap sektor usaha/pemberi kerja, pekerja, dan penciptaan lapangan pekerjaan.

Langkah-langkah tersebut juga termasuk dukungan keuangan yang diberikan oleh beberapa lembaga maupun otoritas guna mendukung sektor usaha, rumah tangga, dan pekerja yang terdampak pandemi, serta tindakan-tindakan yang dilakukan otoritas untuk membantu para pekerja yang kehilangan pekerjaannya dalam memulai bisnis, memberikan dukungan pelatihan bagi para pencari kerja, mapun menyediakan pekerjaan darurat.

Hampir di semua negara di kawasan Asia dan Pasifik yang dianalisis, baik sektor swasta maupun publik mengalami migrasi sistem kerja yang meluas dari kantor ke rumah untuk mengurangi potensi penyebaran virus. Untuk memastikan keselamatan pekerja, pemerintah negara-negara di kawasan Asia dan Pasifik telah menyusun panduan bagi pelaksanaan kerja selama pandemi untuk melindungi pekerja, termasuk program dan kebijakan mengenai standar keselamatan dan kesehatan kerja, kompensasi dan tunjangan pekerja, jam kerja, serta permasalahan pekerja lainnya yang muncul karena situasi pandemi.

Baca Juga: Merawat Kertas Khas Nusantara Daluang yang Terancam Punah
Pengungkapan Kasus Kekerasan Seksual oleh LPM Lintas IAIN Ambon Bukan Kriminal!
Banyak Warga Bandung Tidak Bisa Melanjutkan Sekolah

Dampak pada Pekerja Indonesia

Kerja sama dan keterlibatan para pejabat pemerintahan di perlukan agar langkah-langkah kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk melindungi pekerja dapat berjalan optimal. Dialog sosial antara otoritas dengan para pemangku kepentingan memberikan peran yang cukup besar dalam dalam menghasilkan solusi kebijakan di negara-negara kawasan Asia dan Pasifik. Inisiatif pemerintah untuk mempertimbangkan masukan dari mitra sosial dan pemangku kepentingan sangat diperlukan dalam perumusan dan penyesuaian program perbaikan sosial dan bantuan keuangan untuk mendukung perusahaan maupun pekerja yang terdampak pandemi.

Upaya tersebut dilakukan oleh pemerintah melalui pemberian paket stimulus ekonomi untuk dunia usaha, insentif pajak penghasilan bagi pekerja, jaring pengaman sosial melalui program bantuan sosial bagi pekerja formal dan informal. Di Indonesia, misalnya ada program Kartu Prakerja, perluasan program industri padat karya, dan perlindungan bagi para Pekerja Migran Indonesia.

Pemerintah juga mengklaim melakukan reformasi di sektor ketenagakerjaan melalui UU Cipta Kerja dengan mempermudah masuknya investasi, tetapi juga memberikan kepastian perlindungan dan peningkatan kesejahteraan bagi para pekerja. Pemerintah juga memfokuskan pengembangan kualitas sumber manusia manusia sebagai salah prioritas sektor tenaga kerja.

Selain itu upaya dari pengusaha sangat diperlukan, agar para pemilik perusahaan harus  mematuhi saran yang diberikan oleh otoritas nasional dan lokal, termasuk terkait pengaturan kerjadan mengomunikasikan informasi penting kepada pekerja. Mereka harus menilai potensi risiko gangguan terhadap usaha, meninjau atau menyusun rencana kesinambungan usaha yang konsisten dengan pedoman yang diberikan oleh otoritas nasional dan lokal demi meningkatkan ketahanan usaha dan mendukung pekerja dan keluarga mereka. Pengusaha harus mengidentifikasi dan mengurangi risiko terhadap pekerja dan orang lain terkait dengan tempat kerja yang diakibatkan oleh wabah dan mempromosikan kebersihan  di tempat kerja. 

Mereka juga harus menilai tanggung jawab perusahaan untuk kompensasi pekerja, khususnya di sektor-sektor berisiko tinggi, serta mencari saran dan dukungan dari pengusaha dan organisasi keanggotaan bisnis yang dapat menyalurkan keprihatinan kepada pemerintah dan membentuk langkah langkah kebijakan yang kondusif untuk ketahanan dan keberlanjutan usaha.

Oleh karena itu, untuk pekerja dan organisasi mereka  juga harus memainkan peran penting untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan respons kebijakan terhadap epidemi. Di tingkat tempat kerja, pekerja dan perwakilan mereka harus secara aktif bekerja sama dengan pengusaha dalam pelaksanaan tindakan pencegahan dan perlindungan. Mereka harus secara ketat mengikuti praktik higienitas di tempat kerja dan mengadopsi perilaku yang bertanggung jawab. Organisasi pekerja harus berkontribusi pada pencegahan dan perlindungan pekerja dengan memberikan informasi  terbaru. Mereka harus mempromosikan solidaritas dan nondiskriminasi terhadap pekerja dan orang yang sakit.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//