• Narasi
  • Thomas Jefferson, Pejuang Kesetaraan dan Kebebasan Universal

Thomas Jefferson, Pejuang Kesetaraan dan Kebebasan Universal

Thomas Jefferson adalah seorang tokoh yang memiliki pengaruh yang amat besar bagi Amerika Serikat khususnya dan umumnya bagi peradaban manusia.

Adrian Aulia Rahman

Penulis merupakan mahasiswa Universitas Padjajaran (Unpad)

Thomas Jefferson, Presiden ketiga Amerika Serikat (1801-1809). Dia pencetus Deklarasi Kemerdekaan (1776) dan pendiri Amerika Serikat. (geheugen.delpher.nl)

30 Mei 2022


BandungBergerak.idAmerika Serikat adalah negara yang dikenal sebagai superpower country (negara adidaya) dengan kedigjayaannya, terutama Pascaperang Dunia 2. Ke-adidaya-an Amerika Serikat tentu bukanlah suatu perkara yang instan dan cepat, tetapi memerlukan suatu perjalanan dan proses sejarah yang penuh dengan rintangan. Secara historis Amerika Serikat adalah negara yang dulunya merupakan negara koloni di bawah penjajahan imperium Britania Raya. Fakta bahwa Amerika Serikat dulunya merupakan negara kolonialis Inggris, telah membawa implikasi besar bagi sejarah peradaban umat manusia dan catatan sejarah politik, yaitu dengan meletusnya revolusi Amerika.

Sebagai penjajah, Inggris telah berhasil membentuk tiga belas negara bagian di Amerika dalam kurun waktu 160 tahun. Negara bagian tersebut antara lain, Virginia, Massachusetts, Georgia, Delaware, Pennsylvania, New Jersey, Connecticut, Maryland, South Carolina, New Hampshire, New York, North Carolina dan Rhode Island. Negara bagian yang telah dibentuk Inggris ini akan menjadi latar dan konstruksi terbentuknya negara federasi Amerika atau United States of America.

Penjajahan Inggris di Amerika, sebagaimana lazimnya penjajahan, bersifat eksploitatif dan merugikan masyarakat wilayah jajahan. Sejak 1765, Inggris memberlakukan beberapa peraturan undang-undang yang merugikan bagi rakyat koloni dan menghasilkan surplus keuntungan bagi kerajaan. Peraturan tersebut seperti stamp act (bea materai), townshend act (pajak impor) dan tea act (pajak teh). Beberapa perundang-undangan tersebut sangat merugikan bagi rakyat, sehingga memantik reaksi rakyat dengan munculnya slogan “No Taxation without Representation” (tidak ada pajak tanpa perwakilan) sebagai wujud perlawanan rakyat koloni Amerika terhadap Inggris.

Tuntutan rakyat koloni terhadap Inggris akan keterwakilannya di parlemen dan tentangannya terhadap beberapa undang-undang yang merugikan dan eksploitatif, berwujud menjadi sebuah perjuangan massif yang menentukan masa depan sejarah Amerika Serikat. Perjuangan tersebut ditandai dengan berkobarnya aksi The Boston Tea Party pada tahun 1773, sehingga meletuslah perang revolusi Amerika Serikat atau dikenal juga dengan perang kemerdekaan. Perjuangan militer yang kian berkobar diikuti dengan perjuangan politik yang nyata, yang terwujud dalam suatu peristiwa besar dan menentukan dalam sejarah bangsa Amerika yakni Declaration of Independence 1776.

Deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat tahun 1776 adalah sebuah momentum yang krusial, karena peristiwa tersebut menandai runtuhnya kolonialisme dan lahirnya sebuah negara baru yang merdeka dan bebas. Deklarasi kemerdekaan ini dilaksanakan di Philadelphia pada 4 Juli 1776, yang secara langsung ditandatangani oleh 56 politikus dari tiga belas negara bagian. Tokoh ‘utama’ yang peran besarnya tidak diragukan lagi adalah penulis dari Deklarasi Kemerdekaan ini, tiada lain Thomas Jefferson.

Jefferson adalah seorang tokoh yang memiliki pengaruh yang amat besar bagi Amerika Serikat khususnya dan umumnya bagi peradaban manusia. Ketokohan Jefferson secara langsung diakui baik oleh simpatisannya maupun oleh lawan-lawan politiknya. Tulisan ini adalah sedikit ulasan saya mengenai Thomas Jefferson sang founding father Amerika Serikat dan ide besarnya tentang egalitarianisme dan kebebasan universal.

Baca Juga: Ahmad Syafii Maarif dan Bandung
Kapan Negara Mewujudkan Fasilitas Publik untuk Penyandang Disabilitas?
WTP BPK Bukan Berarti Seluruh Pengelolaan Keuangan Pemkot Bandung Baik

Ide Cemerlang Thomas Jefferson tentang Kesetaraan dan Kebebasan

Ada sebuah buku yang menarik dan cukup ‘baru’ dari segi substansi, dan menurut saya dapat mencerahkan kita tentang sisi lain dari seorang Thomas Jefferson. Buku ini ditulis oleh seorang Profesor Sejarah dan Studi Timur Tengah University of Texas Denise A. Spellberg, dengan judul Bahasa Indonesianya Al-Qur’an dan Impian Amerika Serikat: Kisah Thomas Jefferson Mengkaji Islam saat Pendirian Amerika Serikat. Buku yang membuat saya lebih dalam menyelami pemikiran Jefferson tentang kebebasan universal dan komitmennya terhadap hak asasi manusia dan kesetaraan.

Profesor Spellberg mengkaji secara komprehensif ide-ide Jefferson tentang kebebasan manusia terutama menyangkut tentang hak dan eksistensi warga negara Amerika nonkristen. Amerika di bawah kolonialisme Inggris cukup kental akan eksklusivisme, yang berarti adanya kebanggaan tanpa batas terhadap supremasi kulit putih dan supremasi Kristen sebagai agama mayoritas.

Thomas Jefferson sebagai tokoh revolusi Amerika sekaligus yang menulis Declaration of Independence 1776, memiliki gagasan yang visioner dan sekaligus revolusioner, terutama menyangkut tentang kebebasan dan kesetaraan serta hak alamiah manusia.

Nilai egalitarianisme dan kebebasan universal termaktub dalam naskah Deklarasi Kemerdekaan 4 Juli 1776. Penggalan daripada Declaration of Independence tersebut adalah “Kami menganggap kebenaran-kebenaran ini mutlak, bahwa semua orang diciptakan sama, bahwa mereka oleh Tuhan dikaruniai beberapa hak tertentu yang tak dapat diganggu gugat bahwa di antaranya ialah hidup, kemerdekaan dan mencapai kebahagiaan”. Penggalan yang saya kutip tersebut secara gamblang memuat nilai-nilai luhur tentang kesetaraan manusia atau egalitarianisme dan hak asasi manusia.

Terdapatnya kalimat “semua orang diciptakan sama” secara langsung menunjukkan komitmen Jefferson dan penegasannya bahwa setiap individu memiliki hak dan kewajiban yang setara di mata negara tanpa ada unsur-unsur primordialisme yang dijadikan indikator pembeda. Kemudian yang menarik adalah, pemikiran Jefferson tentang hak dasar atau hak asasi manusia ia representasikan menjadi tiga hak utama yaitu hak untuk hidup, hak bebas (merdeka) dan hak untuk meraih kebahagiaan.

Tiga hak asasi manusia menurut Jefferson tersebut mengingatkan kita terhadap seorang filsuf tersohor Inggris John Locke (1632-1704), yang gagasannya tentang hak asasi manusia hampir serupa dengan Jefferson. Hanya saja, apabila Jefferson menekankan pada hak untuk meraih kebahagiaan, sedangkan John Locke lebih menekankan pada hak kepemilikan.

Dengan gagasannya tersebut, memang tidak berlebihan apabila Thomas Jefferson ditetapkan menjadi salah satu pemikir yang paling berpengaruh di dunia abad ke 18, yang bisa bersanding dengan para intelektual seperti John Locke, Thomas Hobbes, Jeremy Bentham dan pemikir-pemikir hebat lainnya. Profesor Spellberg mengkaji secara mendalam bagaimana komitmen dan ide cemerlang Presiden ke 3 Amerika tersebut, terutama menyangkut tentang pluralisme serta kebebasan beragama yang erat kaitannya dengan ide tentang hak asasi manusia dan liberalisme.

Fakta yang menarik yang diungkapkan Profesor Spellberg dalam buku karyanya adalah, pada 1765 atau tepat sebelas tahun sebelum Deklarasi Kemerdekaan Amerika, Thomas Jefferson membeli sebuah Al-Qur’an. Fakta ini tentu dapat mengundang spekulasi dan berbagai perdebatan, namun yang saya garis bawahi adalah, selain fakta bahwa Jefferson merupakan seorang pecinta ilmu dan pembaca yang ulung, juga membuktikan keterbukaan pikirannya dalam melihat suatu entitas kebudayaan dan agama lain yang berlainan dengannya.

Pemahamannya pada Islam dan agama lainnya yang mungkin ia dapatkan dari berbagai literatur yang dimilikinya, membuat ia bergagasan tentang pluralisme kewarganegaraan Amerika Serikat. Warga negara Amerika tidak secara eksklusif berkriteria seorang Kristen kulit putih saja, namun berbagai entitas kebudayaan dan agama bisa menjadi warga negara Amerika Serikat yang merdeka. Di zamannya, cita-cita Jefferson ini sangat revolusioner, mengingat di masa itu tumbuh subur sentimen negatif terhadap Islam karena selalu diidentikkan dengan Khilafah Utsmaniyah yang dianggap despotik-absolut. Bukan hanya Islam, antipasti terhadap Katolik pun saat itu berkembang di Amerika karena dianggap akan menjadi pengkhianat atas kesetiaan mereka kepada otoritas kepausan. Namun Jefferson bukan termasuk orang yang bersentimen negatif terhadap entitas di luar Kristen, karena kecemerlangan gagasannya tentang hak dan kebebasan manusia serta toleransi.

Thomas Jefferson menjadi seorang universalis yang tidak mengkerdilkan dirinya pada kungkungan dogmatisme. Pengetahuan dan ketertarikannya akan Islam dan entitas agama lainnya, membuat gagasannya tentang toleransi mempengaruhi konstruksi kehidupan sosial masyarakat Amerika sampai saat ini. Untuk memperjelas gagasan Jefferson tentang toleransi beragama dan tentu saja berkaitan dengan gagasannya tentang kebebasan dan kesetaraan, ia pernah menyatakan dalam Notes on Virginia “Tidak merugikan bagi saya jika tetangga saya mengatakan ada dua puluh tuhan atau tidak ada tuhan. Itu tidak mengecewakan saya ataupun melukai saya”.

Jelas dapat kita simpulkan pernyataan Jefferson tersebut, bahwa perbedaan agama yang ada tidak menjadikan hubungan sosial antara manusia terganggu. Oleh karenanya, pemikiran Thomas Jefferson akan selalu relevan selama kemerdekaan dan kebebasan masih menjadi hal yang penting bagi manusia.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//