• Opini
  • Tertinggalnya Regulasi Hukum dari Perkembangan Kejahatan Siber

Tertinggalnya Regulasi Hukum dari Perkembangan Kejahatan Siber

Serangan siber yang terjadi di Indonesia sebanyak 888.711.736 sepanjang Januari hingga Agustus 2021. Regulasi hukum belum bisa mencegahnya.

Nadima Adelphia

Mahasiswi Universitas Katolik Parahyangan (Unpar).

Murid SDN 025 Cikutra, Bandung, menunggu jaringan internet stabil saat simulasi Asesmen Nasional Berbasis Komputer tingkat SD/MI sebagai pengganti Ujian Nasional, 22 Oktober 2021. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

13 Juni 2022


BandungBergerak.idPerkembangan teknologi informasi pada era digital ini memiliki sisi positif dan negatif. Misalnya, teknologi telah memberikan kemudahan bertransaksi hingga berkomunikasi jarak jauh. Sisi negatifnya, muncul kejahatan bentuk baru yang disebut cyber crime atau kejahatan siber seperti hacking atau peretasan yang biasanya berciri minimnya pelibatan kontak fisik dan tanpa kekerasan. Artnya, cyber crime berfokus dalam penggunaan alat dalam jaringan telematika.

Menurut David Belson dari Akamai Research, aksi hacking lebih dikarenakan lemahnya sistem keamanan internet dan komputer di Indonesia (Ketika Hacker Lebih Menakutkan Ketimbang Teroris, m.news.viva.co.id, diakses Selasa, 24 mei 2022 Pukul 22.11 WIB). Bentuk kelemahan sistem keamanan internet adalah munculnya cyber crime yang menjadi masalah kompleks dan sangat luas di Indonesia. Akibat bentuk masalah yang kompleks, kini masalah dalam internet banyak memunculkan persengketaan yang memerlukan putusan hakim dan campur tangan hukum negara. Adanya permasalahan baru mengenai perkembangan internet ini menunjukan bahwa pengaruh adanya peraturan perundang-undangan mengenai teknologi dan informasi sangat berguna dalam penanggulangan kejahatan siber.

Cyber Security

Cyber security merupakan salah satu cara mengatasi cyber crime. Sitem ini telah diterapkan di Indonesia sebagai Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure atau Id-SIRTII sejak tahun 2005 di bawah naungan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Hinsa Siburian, Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dalam acara Pembukaan Program Digital Leadership Academy 2021 secara virtual, mencatat adanya serangan siber yang terjadi di Indonesia sebanyak 888.711.736 sepanjang Januari hingga Agustus 2021.

Menurut laporan situs Patrolisiber.id sejak januari hingga September 2021 terdapat 15.152 kejahatan siber di Indonesia yang telah menyebabkan kerugian dengan total 3,88 triliun dengan urutan cyber crime mulai dari laporan terbanyak yakni penipuan sebanyak 4.601 kasus, pengancaman & penghinaan sebanyak 3.101 kasus, pemerasan sebanyak 1.606 dan kasus hoaks sebanyak 360 kasus, pornografi sebanyak 333 kasus dan lainnya terjadi dalam aplikasi yang paling banyak dilaporkan mulai dari WhatsApp (8.357 kasus), Instagram (2.621 kasus) dan telepon atau SMS (2.324 kasus).

Dalam kondisi darurat ini, Indonesia membutuhkan cyber security sebagai cara untuk menghadapi cyber attack dan segala konflik antarnegara akibat tidak adanya peraturan yang mengatur keberlakuan perilaku mengenai kejahatan siber secara Internasional. Cyber security yang telah diterapkan pemerintah diharapkan dapat meminimalkan segala bentuk ancaman atau gangguan terhadap perlindungan integritas, kerahasiaan dan ketersediaan segala informasi dari cyber crime atau cyber attack.

Dasar cyber security meliputi cyber law yang merupakan segala yang berhubungan dengan subyek hukum atau perorangan di dalam dunia cyber atau maya dalam penggunaan teknologi internet. Peraturan mengenai kejahatan siber atau cyber crime telah diatur dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 yang kemudian diubah menjadi UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 yang diharapkan dapat mengendalikan dan menegakan ketertiban segala bentuk kegiatan pemanfaatan teknologi yang memanfaatkan perangkat komputer dan segala peralatan elektronik.

UU ITE sendiri menjadi tantangan bagi Indonesia dalam pengembangan hukum siber yakni sebagai antisipasi ketidakmampuan hukum tradisional dalam pesatnya perkembangan dunia maya, yang artinya UU ITE perlu bersifat preventif untuk dapat melihat permasalahan yang akan terjadi dalam waktu ke depan. Ketentuan mengenai suatu pidana dari pelaksanaan tindak pidana masih banyak yang belum tercantum dalam UU ITE, seperti kedaluwarsa tindak pidana hacking.

Tak hanya itu, peraturan mengenai penindakan kasus kejahatan atau yang dapat dihukum belum tercantum dalam UU ITE adalah kelalaian atau khilaf hingga kendala dalam peraturan mengenai penanganan tersangka dalam hal penangkapan hingga barang bukti.

Meski pengembangan UU ITE terus dilakukan seperti UU ITE Nomor 11 tahun 2008 mengenai larangan bentuk penyerangan atau perusakan sistem elektronik, legalitas penanganan kejahatan siber masih memiliki banyak kekurangan dalam peraturan khusus untuk penanganan cyber crime dalam negeri atau nasional.

Baca Juga: Nevi Aryani (50), guru PAI di Sekolah Dasar Negeri 243 Cicabe, Jatihandap, Kota Bandung, Jumat (10/6/2022). Sudah 18 tahun Nevi mengabdi sebagai guru honorer. (Foto
CERITA DARI BANDUNG BARAT #1: Para Pemuda Perawat Tradisi di Kampung Pojok
Ajakan tidak Nyampah dari Rancaekek

Terkendala Tenaga Ahli Teknologi

Tantangan Indonesia era society 5.0 dalam penguatan cyber security adalah belum memadainya ahli teknologi dalam pelaksanaan strategi cyber security yang dapat berakibat fatal pada cakupan internasional yang berisiko pada ketahanan negara lain akibat gangguan dari lemahnya strategi cyber security suatu negara.

Saat ini, Indonesia masih memerlukan peningkatan kualitas sarana dan prasarana yang berpengaruh dalam kinerja aparat penegakan hukum dalam segala bentuk kejahatan teknologi terutama teknologi canggih. Salah satu langkah yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas cyber security oleh Mabes Polri adalah penggunaan layanan Internet of Things (IoT) dan Kecerdasan Buatan (AI) dan peresmian aplikasi BINMAS Online System versi 2 dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai kesadaran hukum terhadap aktivitas cyber crime. Peningkatan kualitas dan kesadaran hukum terhadap cyber security diharapkan dapat meningkatkan kinerja aparat penegak hukum dalam menghadapi high tech crimes atau kejahatan teknologi tingkat tinggi.

Teknologi kini terus berkembang secara pesat dengan memunculkan berbagai respons positif maupun negatif. Undang-undang ITE seiring waktu memiliki tantangan tersendiri dalam beradaptasi pada zaman, sehingga tantangan UU ITE di era ini adalah untuk mencapai kepastian hukum yang tetap sejalan dengan undang-undang positif lainnya.

Indonesia yang telah menerapkan cyber security bertujuan untuk dapat mencegah cyber crime dengan usaha membentuk tim pengawas keamanan internet serta melengkapi kekurangan dalam peraturan mengenai kejahatan siber. Dengan perkembangannya, Indonesia masih memiliki kendala baik dalam segi sarana maupun prasarana untuk dapat menghadapi high tech crimes sepenuhnya. Perkembangan oleh pemerintah Indonesia masih harus ditingkatkan untuk dapat mengurangi resiko kerugian dari cyber crime baik dalam lingkup nasional hingga internasional.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//