Menghidupkan Budaya Literasi di Cicalengka
Cicalengka, tempat kelahiran tokoh Dewi Sartika, memiliki sejarah literasi. Para komunitas literasi di sana berusaha mempertahankan sejarah tersebut.
Penulis Virliya Putricantika26 Juni 2022
BandungBergerak.id - Tidak gampang menjadi sukarelawan di bidang literasi di tengah rendahnya minat membaca masyarakat. Tak heran jika tugas mulia ini jarang dilakukan, termasuk oleh mereka yang tinggal di perdesaan Cicalengka, Kabupaten Bandung.
Tetapi kecamatan yang berbatasan dengan Bandung timur itu tidak bisa menghindar dari pengaruh arus deras teknologi. Penguatan di bidang literasi mau tidak mau harus dibangun. Maka, sejumlah relawan literasi dari Taman Baca Masyarakat Pohaci, Rumah Baca Kali Atas, dan Cikahuripan berinisiatif menggelar kegiatan diskusi dan pameran buku bertajuk Festival Buku Pasir Biru 2022.
Acaranya dilaksanakan di aula Kecamatan Cicalengka yang sudah berlangsung sejak 24 hingga 26 Juni 2022. Para sukarelawan literasi berusaha menggaungkan minat baca masyarakat Cicalengka sekaligus mengimbangi perkembangan teknologi yang massif.
Salah satu agenda Pasar Biru berupa diskusi bersama dengan pendiri taman baca masyarakat Pohaci, Cikahuripan, dan relawan dari rumah baca Kali Atas. Pengunjung diajak memahami nilai-nilai baik yang terus diupayakan oleh sejumlah taman baca yang sampai saat ini hanya tersisa 13 taman baca.
“Kalau kita memiliki kemampuan yang lebih dan pengetahuan yang lebih tentunya itu menjadi bekal bagi generasi ke depannya” tutur Laila Nursaliha (28), relawan dari Rumah Baca Kali Atas, dalam diskusi, Sabtu (25/6/2022).
Keyakinan yang terus dirawat dan ditekuni oleh setiap individu yang secara sukarela mengabdikan waktunya untuk membangun sarana edukasi bagi masyarakat ini terus berjalan hingga hari ini. Kegiatan sosial yang terus dilakukan dari hari ke hari ini, harapannya dapat menumbuhkan kesadaran akan pentingnya membaca juga untuk meningkatkan minat literasi, khususnya di Cicalengka.
Kesadaran itu juga yang dimiliki Teten Nurudin selaku pendiri Pojok Kopi Literasi atau dikenal dengan Taman Baca Masyarakat Cikahuripan. Sosok mendiang Agus Sopandi, pendiri rumah Baca Kali Atas, memotivasi dirinya untuk mendirikan perpustakaan yang berada di kampung halamannya itu.
“Ketika rasa penasaran itu mucul, jangan dibunuh, segera sikapi untuk meningkatkan minat baca,” ungkap Teten.
Baca Juga: Tak Cukup Kolam Retensi
Pungutan Liar saat PPDB, Ombudsman Jabar Meminta Disdik Memperkuat Pengawasan
Pentingnya Restorative Justice dalam Mengatasi Kelebihan Kapasitas Lembaga Pemasyarakatan
Melanjutkan Budaya yang Dibangun Dewi Sartika
Cicalengka adalah salah satu dari 31 kecamatan di Kabupaten Bandung dengan luas wilayah terluas kedua, yaitu 35,99 kilometer persegi (11,09 persen dari 1.762,4 kilometer persegi luas Kabupaten Bandung). Kecamatan ini memiliki 12 desa, yakni Nagrog, Narawita, Margaasih, Cicalengka Wetan, Cikuya, Waluya, Tenjolaya, Panenjoan, Cicalengka Kulon, Babakan peuteuy, Dampit, Tanjungwangi. Jarak Cicalengka ke ibu kota Kabupaten Bandung di Soreang di atas 30 kilometer.
Data termutakhir BPS Kabupaten Bandung yang terangkum di dokumen Cicalengka dalam Angka 2020 menyebutkan, jumlah penduduk Cicalengka pada tahun 2019 sebanyak 122.322 jiwa, terdiri dari 62.134 jiwa laki-laki dan 60.188 jiwa perempuan. Kepadatan jumlah penduduk Cicalengka mencapai 3.399 jiwa per kilometer perseginya.
Cicalengka memiliki jumlah penduduk miskin yang tiap tahunnya naik turun. Pada 2018, terdapat 2.460 warga miskin, jumlah ini turun menjadi 2.230 orang pada 2019. Pendapatan paling kecil atau garis kemiskinan Cicalengka sebesar 343.177 Rupiah per bulan.
Sumber penghasilan penduduk Cicalengka kebanyakan bersumber dari pertanian, seperti sayuran, padi, tanaman herbal, dan hias. Luas lahan sawah Cicalengka 961,22 hektare, desa Dampit sebagai pemilik lahan sawah terluas yaitu 129,87 hektare, sedangkan Desa Tanjungwangi memiliki jumlah sawah paling kecil, yakni 4 hektare.
Di samping angka-angka tersebut, Cicalengka memiliki sejarah kuat di bidang literasi. Daerah ini menjadi tempat kelahiran tokoh perempuan Dewi Sartika, pahlawan wanita yang memperjuangkan pendidikan bagi kaum perempuan di masa kolonial.
Jejak peninggalan Dewi Sartika banyak ditemukan di Kota Bandung dalam bentuk sekolah dan buku. Tak heran jika Festival Buku Pasar Biru mengusung tema khusus “Cicalengka ti Bihari tur Kiwari”, karena Cialengka memiliki sejarah itu. Ada niatan menjadikan Cicalengka sebagai pusat bacaan alternatif di luar pusat Kota Bandung yang lebih dulu dikenal dengan kultur komunitas literasinya.
Penyelenggaraan festival hasil kerja sama dengan tujuh pelapak dan beberapa pegiat literasi untuk mengisi diskusi. Membangun kembali ingatan sejarah Cicalengka diwujudkan dalam pameran arsip foto di ruang Aula Kecamatan Cicalengka.
Pembicaraan sejarah pun dihadirkan dalam diskusi bersama dengan pegiat sejarah. Mulai dari sejarah jalur rel kereta yang sudah ada sejak Belanda mendudukui Indonesia, hingga beberapa tokoh nasional yang sempat diasingkan di Cicalengka. Juga disinggung mengenai peran Dewi Sartika di bidang pendidikan.
“Dinamika yang terjadi di Cicalengka, dari berbagai macam potensi termasuk sisi sejarahnya itu menjadi fokus pada kegiatan Pasar Biru kali ini. Harapannya juga festival buku ini menjadi pemantik untuk kegiatan literasi lainnya untuk menjaga keterikatan dan tentunya tidak memutus ingatan juga budaya literasi yang perlu terus dijaga,” tutur Nurul Maria Sisilia (32), Ketua Pelaksana Festival Buku Pasir Biru.
Nurul menuturkan, dirinya telah terlibat dalam kegiatan literasi sejak satu dekade lamanya dan ia masih terus ingin menekuninya demi menjaga minat membaca generasi yang akan datang.