CERITA DARI BANDUNG BARAT #3: Para Perajin Wayang Golek dari Bojong Koneng
Perajin wayang golek di Bojong Koneng, Kabupaten Bandung Barat, mulai berkarya sejak tahun 1970-an. Pagebluk membuat mereka beralih pekerjaan.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah27 Juni 2022
BandungBergerak.id - Sore di hari Sabtu (25/06/22), hujan masih malu-malu untuk membasahi tanah dan sawah-sawah para petani, hal itu yang membuat saya ragu sembari melihat langit di dalam rumah lewat jendela kaca. Tanpa habis pikir, saya langsung memakai jaket, mengambil helm, dan memanaskan mesin motor. “Moga-moga hujan tidak jadi turun,” mengurutu dalam hati dan tancap gas. Saya melaju dari rumah di Padalarang menuju Desa Bojongkoneng untuk bertemu para perajin wayang golek di sana.
Namun akhirnya hujan pun turun, gemercik air hujan membasahi para buruh yang sedang bekerja di proyek kereta cepat, supir dan kendek yang sedang memperbaiki truck yang mogok, dan seorang kakek tua begitu tabah membuka tutup plang pintu perlintasan kereta api. Saya bertanya pada kakek tersebut, “Punten pami perajin wayang golek palih mana nya?”
Ia pun menjawab dengan senyuman yang tertutup oleh maskernya, “Eta palih tongoh, Jang,” jawabnya,
Kemudian saya menyalaminya dan mengucapkan terimakasih. Dengan motor yang berusia senja, menaiki jalan nanjak, pemandangan sawah-sawah sangat asri, dan hujan sore ini membuat saya sedikit kedinginan.
Saya masih bingung di mana letak jelasnya rumah perajin wayang golek yang akan saya sambangi. Sepasang kakek dan nenek melintas membawa cangkul, sepertinya mereka baru pulang dari sawah. Lalu saya bertanya pada mereka, “Punten pami perajin wayang golek palih mana nya?”
Mereka menjawab sembari tersenyum ramah, “Eta palih tongoh, di Kampung Salem.”
Saya mengocok kembali gas dan menaik-turunkan gigi motor. Setelah bertanya-tanya ke warga setempat, akhirnya saya mendapati rumah perajin wayang golek tersebut, tepatnya Kampung Salem RT 02 RW 15 Desa Bojong Koneng, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat.
Baca Juga: CERITA DARI BANDUNG BARAT #1: Para Pemuda Perawat Tradisi di Kampung Pojok
CERITA DARI BANDUNG BARAT #2 : Baju Pemberian Eril untuk Perintis Kebaikan di Batujajar
Wayang Golek, Menjaga Budaya Melanjutkan Tradisi
Tibalah saya di salah satu rumah perajin wayang golek. Di depan teras rumah terdapat wayang-wayang cepot dan lain-lain yang sedang dibuat, ada yang baru mengukir kerangka, ada yang sudah jadi, ada juga yang belum diwarnai. Melihat itu semua saya pun bertanya pada salah satu perajin dan pemiliknya.
Rahmat Solehudin (36), salah satu perajin wayang golek yang saya temui, tadinya akan pergi ke kebun namun mengurungkan niatnya karena hujan yang begitu deras. Ia menyambut saya dengan ramah, dan kemudian ia menjelaskan dampak pandemi pada perajin wayang golek di Desa Bojong Koneng.
“Semenjak dua tahun pandemi banyak para perajin wayang yang bekerja jadi tani dan buruh bangunan. Tetapi wayang golek teu ditinggalkeun, paling sajam dua jam, da seueurrna nu tani oge nu janten buruh bangunan pas pandemi mah,” jelas Rahmat.
Kecintaan Rahmat pada wayang golek dimulai semenjak duduk di bangku sekolah dasar. Bahkan setiap mata pelajaran kesenian ia selalu membuat wayang untuk dipamerkan pada guru-gurunya. “Abdi ngadamelan wayang teh, diajar nuju SD (sekolah dasar) malihan sok dipamerkeun,” ujarnya.
Rahmat menjelaskan juga bahwa wayang golek yang diproduksi olehnya adalah melanjutkan apa yang telah orang tuanya bangun. Produksi wayang golek yang ia dibuat berukuran kecil atau ia menyebutnya “wayang mainan”.
“Pami di dieu mah ngadamelanna wayang alit kos kieu, A. Di Bandung ningan sok aya di Kebon Binantang, di hotel-hotel anu aya di Braga, atanapi di tempat wisata,” katanya.
Kemudian ia menambahkan bahwa tempat produksi wayang goleknya ini memiliki sebuah nama, “Hasta Karya didieu teh namina, A,” tambahnya.
Setelah dua tahun pandemi melandai, Rahmat menginginkan produksian wayang goleknya tembus ke luar negeri. “Ayeuna teh kahoyong tembus ka luar,” ujarnya.
Hujan belum berhenti, kami melihat ke arah luar sembari memandang gemercik hujan dan pemandangan hijau gunung di Bojong Koneng, tak lama dari itu datang seorang kakek tua pulang dari kebun saya pun berkenalan dengan beliau yang ternyata ayah Rahmat, namanya Tjeje (56). Saya bertanya pada beliau mengenai wayang golek.
Tjeje bercerita, dirinya mulai menekuni wayang golek sejak tahun 1979. Ia bahkan pernah memamerkan wayang bikinannya di Jakarta.
“Bapak ngawitan ka wayang golek teh di taun 79, di tahun 80-an dugi 90-an pokokna mah sok ngiring pameran mulai di Taman Mini Jakarta dugi pernah di acara kabupaten sateu acan di mekarkeun janten Kabupaten Bandung Barat,” ceritanya.
Tjejelah yang mengajarkan anaknya membuat wayang. Salah satu tokoh wayang yang paling banyak dipesan adalah Cepot.
“Didieu ku bapa diajarkeun ngadamelan wayang Cepot, mung kapungkur teh anu seueur hoyongeun eta, malihan hotel-hotel anu aya di Bandung sok nyandak kadieu. Pernah oge ka Bali lewatna ka Cileunyi heula teras ka Bali. Kapungkur sateuacan aya jalan tol teh wayang golek Cepot teh dititipkeun di Cibogo Cikalongwetan mung seentos ayana jalan tol entos henteu deiu, komo ayana pandemi kamari seueur anu teu produksi malihan aya nu janten tani oge, buruh,” sambungnya.
Tjeje terus menceritakan kenangan-kenangan yang begitu seru dan memiliki makna di kehidupannya mengenai wayang golek dan kesenian. Hari ini peraturan pandemi mulai longgar, wisata-wisata mulai dibuka, wayang golek kembali diproduksi.
Menurut Rahmat, daerah Bojongkoneng selain dikenal sebagai daerah perajin wayang golek juga melahirkan dalang-dalang hebat. “Seueur anu janten perajin didieu teh, seur oge dalangna,” ujar Rahmat.
Hujan mulai reda, banyak ilmu dan pengalaman yang saya ambil dari ayah dan anak perajin wayang golek di Bojong Koneng itu, dan mereka berdua menyebut bahwa kerajinan wayang golek Cepot ini ada juga di galeri Balai Kesenian Barli. “A, ieu oge aya da di Barli anu aya di Kota Baru Parahyangan,” sahutnya
Setelah mengobrol dan meraup mutiara ilmu dan pengalaman dari mereka berdua, saya pun berpamitan. Semoga kita selalu diberi kesehatan dan kekuataan untuk selalu menjaga tradisi dan budaya.