CERITA DARI BANDUNG BARAT #2 : Baju Pemberian Eril untuk Perintis Kebaikan di Batujajar
Ibu Imas begitu kaget ketika sosok yang anak-anak asuhnya menyebut nama kakak baik adalah Emmeril Kah Mumtadz.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah16 Juni 2022
BandungBergerak.id - Sebetulnya kami berencana berkunjung ke rumah Panti Yatim dan Dhuafa Roudotul Amanah, Sabtu sore, tapi musim hujan di bulan Juni tahun ini membuat kami memutuskan untuk beranjak pada Minggu (12/06/22) pagi.
“Pokokna urang ka ditunya, Mal. Urang liputan jejak kebaikan Eril di Bandung Barat,” kata kawan saya.
Lalu pagi itu kami berselancar dengan mengocok gas stang roda dua, matahari minggu pagi selalu memberi kehangatan tersendiri, ribuan ibu-ibu masih mengenakan baju seragam senam, para pedagang disesaki pembeli, kawula muda yang ingin menjaga dirinya supaya bodygoals mereka sedang lari dan berolahraga. Tidak jarang juga rombongan bapak-bapak dengan helm sepedahnya memacu pedalnya menjaga kesehatan agar lebih bugar.
Rumah Panti Roudatul Amanah dan Kekuataan Jurnalis di Dalamnya
Langit pagi minggu memiliki pesan udara sejuk tersendiri, sampailah kami di bangunan yang begitu mewah dengan suasana pemandangan yang asri di depan bangunan itu tertulis spanduk Rumah Yatim Piatu dan Dhuafa Roudotul Amanah terletak di Gunung Leutik, Cibungur, Batujajar, Kabupaten Bandung Barat.
Bagi saya, memang sudah selayaknya mereka mempunyai bangunan semewah itu. Degup jantung saya meningkat, air mata malu-malu untuk menetes. Ibu Imas Masyitoh begitu lantang bilang, “Indonesia merdeka karena peran jurnalis di dalamnya, dan kami pun bisa seperti ini karena peran kalian para wartawan. Tolong dong nanti jadwalin yang limabelas wartawan itu terus foto bersama, biar anak-anak selalu mendoakan,” katanya.
Saya terheran-heran kok bisa Ibu Imas berkata begitu, lalu saya setengah berbisik kepada kawan, “Naha euy teu brifing heula, ngerinya kekuatan tulisan,” kataku.
Kawan saya hanya nyengir bahagia saat saya bertanya seperti itu. Ibu Imas merupakan sosok pahlawan bagi anak-anak asuhnya. Dengan keterbatasannya, Imas mengasuh dan mendidik anak-anak yatim piatu dan duafa dari berbagai latar belakang berbeda. Anak-anak dengan cinta menyebut nama Ibu Imas dengan sebutan “mamah”.
“Ibu yang hanya seorang penjaja gorengan dan penjual keset, berkat kawan-kawan wartawanlah, bisa seperti ini. Tolong dong nanti jadwalinlah kawan-kawan yang lima belas wartawan teh. Ieu teh tempat pangbalikan,” katanya, meminta pada kawanku.
Duh, akhirnya mata saya berkaca-kaca, ternyata wartawan mempunyai arti tersendiri bagi ibu Imas. Bahkan, karena andil wartawanlah dia bisa bertemu dengan orang nomor satu di Jawa Barat, Ridwan Kamil.
Baca Juga: CERITA DARI BANDUNG BARAT #1: Para Pemuda Perawat Tradisi di Kampung Pojok
Kalah di Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung, Warga Dago Elos Kembali Melawan
Bersama Warga Dago Elos Mempertahankan Ruang Hidup
Kami Menyebutnya Kakak Baik, Baju Pemberian Eril yang Masih Tersimpan
Mari kita artikan cinta dengan benih kebaikan, dan mari aminilah kata-kata seorang ulama asal Turki bernama Said Nursi, “Yang mesti dibenci adalah benci itu sendiri, dan yang harus dicintai adalah cinta itu sendiri”.
Di dalam diri Ibu Imas kata-kata Said Nursi terwujud menjadi pribadi, ia begitu kaget ketika sosok yang anak-anak asuhnya menyebut nama kakak baik adalah Emmeril Kahn Mumtadz.
Karena Emmeril memiliki ikatan batin dengan anak kandung Imas, Raihan. “Mungkin ini keajaiban. Raihan sendiri adalah anak yang begitu menakjubkan,” kata ia yang memulai cerita ketika anak-anak asuhnya diajak oleh Gubernur Jawa Barat membeli baju bedug di mal terkenal di Bandung.
“Di bulan Ramadan tahun 2019, ibu dan anak-anak diajak ke Ciwalk, terus masing-masing anak dipegang oleh asisten dari Bapak Gubernur Jawa Barat termasuk Ibu Cinta, Zara, dan A Eril juga pegang anak-anak mereka membelikan baju lebaran buat kami semua. Ibu waktu itu terlamun dan gak bisa apa-apa, gak nyangka,” kata Imas.
“Nah, anak kandung Ibu, Raihan. Dia itu dipegang sama kakak baik. Ibu gak tahu bahwa kakak baik itu ternyata Eril. Setelah lihat fhoto di Instagram Pak Ridwan Kamil bahwa Raihan ternyata didampingi waktu belanja sama A Eril,” lanjutnya.
“Raihan waktu itu baru duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar. Anak ajaib ini memang bercita-cita ingin menjadi ustaz, lihat saja diantara anak-anak yang lain hanya dia sama Pak Gubernur yang pake kopeah,” katanya sembari menujukkan foto kenangannya.
Lalu Ibu Imas memanggil Raihan dan membawa baju pemberian Emmeril Kahn yang masih tersimpan rapih. “Ieu acukna teh, rapih sareng apik budakna teh. Sok kie wae. Mamah kade ieu acuk pamasihan di kakak baik,” tutur Imas.
Saya pribadi tak mengenal Eril. Bahkan saya berani jamin bahwa Bapak Gubernur Jawabarat pun tidak mengenal saya. Tetapi entah mengapa Eril dan Raihan mempunyai ikatan batin begitu kuat.
Ibu Imas menceritakan kala Eril dinyatakan hilang di Sungai Aere, Swiss waktu itu juga Raihan sakit dan kalau tak kunjung sembuh akan dirujuk ke rumah sakit.
“Sewaktu dinyatakan hilang itu, kami di sini berdoa untuk keselamatan A Eril. Juga mendoakan untuk kesehatan Raihan,” ujar Imas.
Kejaiban itu datang tiba-tiba, ketika Emmeril dinyatakan sudah ditemukan, Raihan juga sembuh dan tak jadi dirujuk ke rumah sakit.
Jadilah Anak Saleh dan Pintar
Bocah polos itu tersenyum, giginya rapi, ia menujukkan baju pemberian Emmeril sewaktu ia duduk di kelas tiga SD, “Sekarang sudah gak muat lagi,” sahut Raihan sambil tersenyum lugu.
Raihan kecil tak tahu bahwa Emmeril Kahn mendapatkan musibah, tenggelam di Sungai Aere, Swiss. “Raihan kaget pas nonton berita ternyata itu kakak baik.”
Kemudian ia menceritakan kenangannya, “Waktu itu kakak baik ngasih nasihat ke Raihan supaya jadi anak baik, saleh, dan pintar.”
Kebaikan Eril terkenang abadi di ingatan anak-anak Roudatul Amanah, “Semoga kakak baik ditempatkan di sisi-Nya dan masuk Surga.”
Minggu sore langit mendung, kami pun berpamitan pada Ibu Imas dan anak-anak hebat. Di tengah jalan pulang menuju rumah, hati saya berucap, “Panjang umur hal-hal yang baik!”