Penerapan Building Information Modeling dalam Revolusi Konstruksi di Indonesia
Konsep BIM dalam pembangunan diharapkan mampu menghemat biaya proyek, meminimalkan risiko kesalahan kerja, dan mempermudah koordinasi antarpihak.
Brigitta Banyu Bning Bhuwana Tungga Dewi
Mahasiswi Universitas Katolik Parahyangan (Unpar).
27 Juni 2022
BandungBergerak.id - Konstruksi bangunan saat ini berkembang dengan lebih efisien bersamaan dengan pesatnya pertumbuhan digitalisasi. Revolusi konstruksi sendiri merupakan perkembangan teknologi dan desain bangunan dari hasil revolusi industri yang diterapkan dalam dunia konstruksi. Dulu sebelum adanya teknologi, konstruksi dibuat tanpa adanya bentuk dan informasi detail mengenai bangunan yang akan dibangun, hanya bayangan yang digambarkan pada kertas dan akhirnya menjadi sia-sia karena banyaknya perubahan yang terjadi selama proses konstruksi.
Hal itu mengakibatkan lemahnya koordinasi dalam konstruksi. Namun, pada era digitalisasi ini siapa yang tidak tahu mengenai revolusi industri 4.0, revolusi industri ini yang melahirkan metode bernama Building Information Modeling atau biasa yang disingkat BIM dan menjadi salah satu metode yang efisien dalam pembuatan konstruksi bangunan.
Pada tahun 1975 konsep BIM lahir, namun karena adanya keterbatasan dalam model 3D maka sedikit terhambat. Dan pada tahun 2003, Amerika Serikat membuat pilot project dan mulai mengimplementasikan konsep BIM ini, karena hal tersebut BIM terus berkembang dan meningkat sampai saat ini.
Penerapan BIM menjadi salah satu cara untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Seperti yang kita ketahui BIM merupakan teknologi konstruksi yang berbasis internet dan digital, dan pada penerapannya BIM diharapkan mampu untuk menghemat biaya proyek dan meminimalkan risiko kesalahan kerja, serta yang paling utama yaitu mempermudah koordinasi antarpihak.
Seperti yang disebutkan oleh pemerintah Inggris, penerapan BIM dapat menghemat kebutuhan desain hingga 50 persen, mengurangi pekerjaan konstruksi sampai 33 persen, dan menghemat operasional hingga 20 persen. BIM berfungsi sebagai suatu alat atau metode yang digunakan untuk memastikan pekerjaan di lapangan sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
Untuk melengkapi penggunaan BIM diperlukan adanya 3D printing yang memungkinkan untuk mencetak bangunan 3D secara otomatis yang telah didesain terlebih dahulu secara digital. Jika BIM dapat menampilkan desain 3D secara digital, 3D printing dapat menampilkan desain 3D secara nyata sebagai objek. Alat ini memungkinkan konstruksi tanpa melibatkan tenaga manusia.
Peran BIM dalam tiap fase konstruksi:
- Tahap perencanaan, pembuatan desain konsep proyek yang akan dikerjakan. Bukan hanya dalam bentuk sketsa, namun dalam bentuk model 3D. Pemodelan ini dibuat berdasarkan data hasil studi kelayakan dan survei lokasi.
- Tahap perancangan model, model yang sudah dihasilkan dari perencanaan akan dievaluasi lalu dibuat perhitungan detail dari perancangan tersebut. Desain kemudian diterjemahkan menjadi model dan data yang dibutuhkan untuk kuantitas material dan estimasi biaya.
- Tahap pengadaan/pelelangan BIM, sebagai alat untuk mendapatkan estimasi harga penawaran dari proyek tersebut. Dengan BIM segala pengeluaran yang dibutuhkan dijelaskan dengan rinci, sehingga tergambar dengan jelas pekerjaan yang akan dilakukan di lapangan.
- Tahap pelaksanaan, model dan data yang sudah didapatkan sebelumnya akan menjadi dasar pelaksanaan proyek lapangan. Karena kontraktor sudah membuat proyek secara nyata dengan seluruh data yang dibutuhkan, meski baru dalam bentuk digital.
- Tahap operasi dan pemeliharaan, dengan menggunakan as-built model yang sudah dibuat, informasi mengenai data operasional dan pemeliharaan bisa ditambahkan ke dalamnya untuk keperluan pemilik proyek atau manajemen gedung pengoperasian dan pemeliharaan bangunan tersebut.
Baca Juga: Tepatkah Menerapkan Hukuman Kebiri Kimia untuk Pelaku Kekerasan Seksual di Indonesia?
Pidana Mati untuk Memberantas Tikus Berdasi
Keadilan Restoratif Bukan untuk Kasus Korupsi
BIM di Indonesia
Secara global BIM sudah digunakan oleh banyak negara, namun dengan penerapan yang berbeda. Ada negara yang hanya menghimbau, ada negara yang mewajibkan untuk bangunan dengan kriteria tertentu, dan ada negara yang mewajibkan segala pembangunan menggunakan BIM.
Di Indonesia sendiri penerapan BIM diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia, Nomor 22/PRT/ M/2018 tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara pasal 13. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa:
Peggunaan Building Information Modeling (BIM) wajib diterapkan pada bangunan gedung negara tidak sederhana dengan kriteria luas diatas 2000 meter persegi2 dan di atas dua lantai. Keluaran dan perancangan merupakan hasil desain mengguanakan BIM untuk (a) gambar arsitektur, (b) gambar struktur, (c) gambar utilitas (mekanikal dan elektrikal), (d) gambar lansekap, (e) rincian volume pelaksanaan pekerjaan, (f) rencana anggaran biaya.
Pada penerapannya, BIM pastinya memiliki kekurangan dan juga kelebihan. Dari sisi kelebihan atau keuntungan seperti yang dibahas sebelumnya, dalam pembuatan pemodelan kita dapat lebih kompetitif tanpa mengorbankan kualitas, karena biaya dapat diprediksi sebelum pembangunan. Selain itu, segala perubahan dalam proses perancangan lebih fleksibel karena dapat diubah secara digital, digitalisasi ini membuat pelaksanaan pembangunan lebih ramah lingkungan dan hemat energi. Koordinasi antarpihak juga akan lebih terarah dan jelas, meminimalkan adanya kesalahpahaman.
Dari semua keuntungan dari penerapan BIM, terdapat beberapa kekurangan seperti, perlu adanya dana yang cukup besar untuk mempersiapkan perangkat keras dan perangkat lunak untuk menunjang BIM. Dan juga perlu adanya pelatihan yang ditujukan untuk seluruh pekerja, dan para user-nya.
Pemanfaatan Building Information Modeling sudah selayaknya diterapkan pada pembangunan konstruksi, apalagi di era digitalisasi saat ini yang sudah berkembang pesat justru sangat disayangkan jika tidak ada perubahan. Dilihat dari segala sisi memang BIM ini sudah sangat mempermudah pekerjaan manusia, dan yang paling penting untuk meminimalkan adanya kesalapahaman koordinasi antarpihak, juga menghindari kerugian dan kesia-siaan dari suatu proyek bangunan.