• Kolom
  • GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA #32: Gunung Puntang Banjaran, dengan Bumi Perkemahan Alami di bawah Puncak Mega dan Curug Siliwangi

GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA #32: Gunung Puntang Banjaran, dengan Bumi Perkemahan Alami di bawah Puncak Mega dan Curug Siliwangi

Gunung Puntang Banjaran menyajikan paket wisata lengkap: bumi perkemahan, air terjun, kompleks bersejarah, dan puncak yang memikat. Jangan lupa: Kopi Gulali.

Gan Gan Jatnika

Pegiat Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB), bisa dihubungi via Fb Gan-Gan Jatnika R dan instagram @Gan_gan_jatnika

Puncak Gunung Puntang dikenal dengan sebutan Puncak Mega, Agustus 2015, menjadi salah satu daya pikat bagi para pendaki untuk berkunjung dan menikmati pemandangan yang demikian indah. (Foto: Gan Gan Jatnika)

2 Juli 2022


BandungBergerak.id - Beruntunglah warga Bandung Raya karena dianugerahi dengan begitu banyak tempat wisata alam yang menawan dan memiliki daya tarik yang cukup komplet dengan lokasi tidak terlalu jauh dari pusat kota!

Salah satunya adalah Wana Wisata Gunung Puntang di daerah Banjaran, Bandung selatan. Di tempat ini terdapat sarana dan prasarana wisata alam yang lengkap. Mulai dari bumi perkemahan, sungai yang jernih, jalur hiking mendaki ke puncak, air terjun, hingga wisata sejarah berupa peninggalan bangunan bekas radio zaman Hindia Belanda.

Fasilitas warung makan, musala, area berteduh, dan tempat parkir pun sudah tertata dengan cukup baik.

Akses dan Lokasi

Gunung Puntang berada di sebelah selatan pusat Kota Bandung, berjarak sekitar 22 kilometer. Jika arus lalu lintas lancar, waktu tempuh perjalanannya sekitar satu sampai satu setengah jam saja.

Gunung Puntang merupakan bagian dari Pegunungan Malabar. Letaknya berada di sisi utara Malabar, dengan gerbang Bumi Perkemahan berada di lereng bagian barat lautnya.

Kompleks wisata Gunung Puntang atau disebut Wana Wisata Gunung Puntang berada di Kampung Gamblok, termasuk wilayah administratif Desa Campakamulya, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung. Yang jadi pengelolanya adalah KBM Ekowisata Divre Janten, Bagian Resort Pemangkuan Hutan Logawa, BKPH Banjaran di bawah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Selatan Perum Perhutani.

Puncak Gunung Puntang tepat berada di perbatasan Desa Campakamulya, Kecamatan Cimaung, dengan Desa Pasirmulya dan Desa Mekarjaya, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung. Ketinggian puncaknya adalah 2.223 mdpl (meter di atas permukaan laut), berdasar peta RBI (Rupa Bumi Indonesia) lembar 1208-633, edisi I-1999, judul peta Soreang dengan skala 1:25.000.

Untuk mencapai Gunung Puntang dari pusat Kota Bandung, terdapat dua pilihan jalur. Pertama, jalur melalui Jalan Kopo dan berbelok ke kiri sebelum memasuki wilayah Soreang. Kedua, jalur melalui Jalan Mohammad Toha, kemudian melintasi Banjaran.

Baik jalur Soreang maupun jalur Banjaran nantinya akan bertemu di pertigaan Kamasan. Dari pertigaan ini, kita melaju menuju selatan, ke arah Cimaung. Nantinya kita akan sampai di sebuah pertigaan lagi, dengan papan penanda arah yang cukup besar menuju Gunung Puntang.

Jika ingin menggunakan bantuan layanan daring, kita bisa mengetikkan kata kunci “Wana Wisata Gunung Puntang” di mesin pencari semisal Google. Arah dan rute akan segera tersaji.

Untuk menikmati pemandangan dan fasilitas di kawasan Gunung Puntang, kita membayar tiket masuk Rp 25.000 dan tiket masuk berkemah Rp 35.000. Baik juga diketahui bahwa biaya pakir kendaraan roda dua Rp 7.000, sementara roda empat Rp 12.000.

Baca Juga: GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA #31: Gunung Gegerpulus Cililin dan Sejarah Telekomunikasi Zaman Hindia Belanda
GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA #30: Gunung Putri Cililin, Sekali Mendaki, Dua Tiga Puncak Terlewati
GUNUNG-GUNUNG Di BANDUNG RAYA #29: Gunung Sangianganjung (Sanghyang Anjung) Nagreg, Petilasan Kerajaan Kendan yang Kaya dengan Batu Obsidian

Toponimi dan Mitos Prabu Siliwangi

Pemberian nama Gunung Puntang konon berkaitan dengan nama sebuah kerajaan yang pernah ada, yaitu Kerajaan Puntang atau da juga yang menyebut namanya Kerajaan Nagara Puntang. Dari cerita yang beredar di masyarakat sekitar, konon Negara Puntang ini dibangun oleh Prabu Siliwangi.

Dikisahkan, ibunda Prabu Siliwangi berpegangan atau muntang (dalam bahasa Sunda) saat melahirkan, sehingga dinamailah kawasan ini sebagai Gunung Puntang. Tempat memandikan Prabu Siliwangi dinamakan Curug Siliwangi. Bahkan ada yang menyebut Curug Siliwangi terbentuk saat Prabu Siliwangi pipis atau ngompol waktu kecil.

Setelah dewasa, Prabu Siliwangi diceritakan sering menyepi dan bertapa di air terjun ini. Curug Siliwangi diapit oleh dua gunung, yaitu Gunung Puntang sebagai tempat kelahiran Prabu Siliwangi dan Gunung Haruman sebagai tempat bermainnya. Arti kata Haruman sendiri tidak jauh dari arti kata wangi .

Mitos tentang Prabu Siliwangi di Gunung Puntang memiliki kaitan pula dengan keberadaan batu-batu lainnya, seperti Batu Pedang, Batu Korsi, dan Batu Kaca-kaca.

Curug Siliwangi, berjarak sekitar 3,5 kilometer dari gerbang Wana Wisata Gunung Puntang, dengan kolam kecil yang jernih di bawahnya, Agustus 2019. (Foto: Gan Gan Jatnika)
Curug Siliwangi, berjarak sekitar 3,5 kilometer dari gerbang Wana Wisata Gunung Puntang, dengan kolam kecil yang jernih di bawahnya, Agustus 2019. (Foto: Gan Gan Jatnika)

Curug Siliwangi, Air Terjun Setinggi 150 Meter

Salah satu daya pikat Wana Wisata Gunung Puntang adalah keberadaan beberapa air terjun. Di antaranya adalah Curug Cigeureuh, Curug Cisaat, Curug Cikahuripan, Curug Gentong, dan Curug Siliwangi.

Curug Gentong diberi nama demikian karena pada saat debit airnya sedang sedikit, akan terlihat bentuknya seperti gentong. Sementara itu Curug Cigeureuh berasal dari kata geureuh yang berarti diingatkan jika berbuat salah. Curug ini merupakan hulu bagi aliran Ci Geureuh, sebuah sungai yang berhulu di Gunung Puntang dan nantinya bertemu dengan aliran Ci Sangkuy, sebelum bermuara di aliran Ci Tarum.

Dari semua air terjun yang ada, Curug Siliwangi yang paling sering dijadikan tujuan hiking. Dengan jarak sekitar 3,5 kilometer, curug setinggi 150 meter ini bisa ditempuh dengan berjalan kaki selama dua jam. Perjalanan yang sangat menyenangkan menyusuri kerimbunan hutan tropis dengan menikmati kesegaran dan keteduhan aneka pohon. Di tengah perjalanan, kita akan menyeberangi beberapa segmen dari aliran sungai yang sangat jernih, yaitu Ci Geureuh.

Saat musim hujan, aliran Ci Geureuh bisa berubah menjadi deras. Para pejalan perlu berhati-hati saat menyeberanginya. Pemasangan tali bisa menjadi salah satu alternatif tindakan prosedur keselamatan yang dilakukan.

Perjalanan ke Curug Siliwangi sebaiknya dimulai pada pagi hari, dan ditemani oleh orang yang pernah ke sana untuk menghindari riiko pulang dalam keadaan gelap serta untuk mencegah kemungkinan tersesat. Apalagi mengingat di musim hujan, perjalanan akan terasa lebih berat karena belum tersedia sarana berteduh di sepanjang jalurnya.

Pendakian Menuju Puncak Mega

Bagi para pegiat kegiatan mendaki, Puncak Mega adalah salah satu destinasi favorit di Bandung Raya. Pemandangan yang terhampar dari sana begitu indah. Punggungan puncaknya yang tipis, sehingga banyak yang menyebutnya dengan istilah “Punggung Naga”, menjadi daya pikat yang khas serta elok dipandang mata. Dalam bahasa Sunda istilah punggungan ini disebut susuri, diambil dari artinya yaitu bagian belakang leher atau punduk seekor kuda.

Ketika matahari terbit di ufuk timur, semburat cahaya keemasannya berpadu warna jingga yang cemerlang, menjadikannya salah satu momen paling ditunggu untuk dinikmati. Apalagi dengan ditemani oleh orang-orang terdekat sambil menikmati minuman hangat yang dituang ke dalam cangkir kecil khas para pendaki.

Akses resmi pendakian menuju Puncak Mega adalah dari gerbang Wana Wisata Gunung Puntang. Dari sini perjalanan menuju puncak membutuhkan waktu tempuh 4-5 jam, tergantung banyaknya waktu yang digunakan untuk beristirahat. Selain dari jalur ini, ada beberapa jalur lain yang sering dipilih oleh para pendaki, misalnya jalur dari Gunung Sangar, Jalur Kiarapayung, Jalur Reregan, dan Jalur Gunung Ipis. Yang paling direkomendasikan tetaplah jalur gerbang Wana Wisata.

Sebagai catatan, pengelola kawasan sering memberlakukan penutupan jalur pendakian demi menjaga kelestarian alam dan keselamatan para pendakinya. Kebijakan penutupan diterapkan salah satunya untuk mencegah longsor akibat faktor alam atau pergerakan tanah karena terlalu banyak dilewati pendaki. Juga untuk mencegah semakin menumpuknya sampah yang ditinggalkan oleh sebagian pendaki yang masih belum menyadari imbas buruk kebiasaan merusak ini.

Perubahan kualitas kelestarian alam juga menjadi salah satu pertimbangan tutup-buka kawasan pendakian Gunung Puntang. Flora dan fauna di kawasan ini membutuhkan waktu untuk berkembang biak dan merasa nyaman tanpa terganggu keriuhan para pendaki.

Mereka yang berniat mendaki ke Puncak Mega hendaknya mengecek terlebih dahulu, apakah jalur pendakian sedang dibuka atau ditutup.

Salah satu blok area berkemah, yang letaknya berdekatan dengan sisa bangunan utama Radio Malabar dan Kolam Cinta, Agustus 2019. (Foto: Gan Gan Jatnika)
Salah satu blok area berkemah, yang letaknya berdekatan dengan sisa bangunan utama Radio Malabar dan Kolam Cinta, Agustus 2019. (Foto: Gan Gan Jatnika)

Wisata Sejarah Peninggalan Radio Malabar dan Kisah Penghancurannya

Keunikan Wana Wisata Gunung Puntang, selain keindahan alamnya, juga terdapat pada peninggalan sejarah berupa reruntuhan bangunan Radio Malabar dan kompleks perumahan pegawainya (Radio Dorf).

Sejarah mencatat, kompleks Radio Malabar mulai dibangun tahun 1917, dan diresmikan tahun 1923. Penggagasnya adalah Dr. Cornelius Johanes de Groot, yang sekaligus jadi direktur pertama stasiun radio ini.  Radio Malabar berfungsi sebagai radio pemancar dan berhasil menjadi radio yang memancarkan sinyal dari Gunung Puntang sampai ke negara Eropa sejauh lebih dari 12.000 kilometer.

Pada masa penjajahan Jepang, penguasaan Stasiun Radio Malabar diambil alih. Setelah Indonesia merdeka, Radio Malabar menjadi bagian dari cikal bakal perusahaan telekomunikasi PTT yang dahulunya merupakan singkatan dari Post Telegraaf Telefoon, sampai dikemudian hari berubah menjadi PT. Postel (Pos dan Telekomunikasi).

Selain gedung utama pemancar, terdapat juga kolam berbentuk mata panah yang mengarah ke Belanda. Kolam ini sering disebut juga sebagai Kolam Cinta karena bentuknya lebih mirip bentuk hati daripada bentuk mata panah. Kolam lainnya yang berfungsi menampung air bersih dikenal dengan nama Kolam Sahro. Ada juga Gedong Sebahu dan Gedong Sapuluh sebagai tempat tinggal para pegawai, Menara, Lapang Tenis, serta gua yang disebut Gua Belanda.

Mengenai penghancuran bangunan-bangunan ini, banyak versi ceritanya. Salah satunya seperti yang termuat dalam buku Jendela Bandung: Pengalaman bersama Kompas (2007) yang ditulis oleh wartawan senior Her Suganda. Dikisahkan bahwa penghancuran dilakukan bersamaan dengan peristiwa Bandung Lautan Api. Pada saat itu ada perintah untuk membumihanguskan bagian selatan Kota Bandung dan bangunan operasional Belanda. Lebih baik dihancurkan daripada kembali jatuh ke sekutu yang diboncengi pasukan Belanda!

Salah seorang pelaku penghancuran Stasiun Radio Malabar adalah Entang Muchtar, yang saat itu tergabung dalam AMPTT (Angkatan Muda PTT). Perintah penghancuran datang melalui telepon dari Komandan Resimen Mayor Daan Yahya yang saat itu berada di Citere, Pangalengan.

“Kami semua kaget bukan main karena ditugaskan menghancurkan bangunan Radio Malabar tanpa bantuan pasukan Zeni,” kenang Entang Muchtar.

Untuk menghancurkan kompleks tersebut, mereka menggunakan dinamit dengan sumbu yang dibakar dengan korek api dari besi, atau yang dikenal dengan nama gandawasi atau gendewesi. Suara gelegar keras dan kepulan asap mengiringi peristiwa tersebut.

Masih berdasarkan kesaksian Entang, hampir satu jam berselang, dua buah pesawat milik Belanda berjenis Mustang tiba dan berputar beberapa kali di atas langit Gunung Puntang. Pesawat tersebut tinggal landas dan mendarat kembali di pangkalannya, yaitu Lapang Terbang Andir, Kota Bandung. Sore harinya dari siaran Radio Singapura tersiar berita peledakan Stasion Radio Malabar, sepertinya berdasarkan laporan pilot kedua pesawat Mustang tadi.

Belum Lengkap ke Gunung Puntang tanpa Kopi Gulali

Dalam acara kopi internasional di Kota Atlanta, Amerika Serikat tahun 2016, kopi dari Gunung Puntang ditetapan menjadi juara. Setahun berselang, kopi khas Bandung selatan ini berhasil mencuri perhatian dunia pada ajang IBRAF 2017. Masih ada sekian banyak penghargaan lainnya.

Kopi dari Gunung Puntang mempunyai cita rasa yang khas, dengan karakter rasa manis dan agak asam. Perpaduan unik yang sangat nikmat dan terasa pas ini membuat kopi Gunung Puntang diberi julukan Kopi Gulali.

Kopi Gulali Gunung Puntang memang merupakan jenis kopi arabika terbaik dan sangat cocok ditanam di sana. Jenisnya adalah arabika red bourbon dan yellow catura. Selain cocok dijadikan oleh-oleh, Kopi Gulali juga afdal dinikmati langsung di tengah kenyamanan dan kesejukan area hutan asri Wana Wisata Gunung Puntang.

 *Tulisan kolom Gunung-gunung di Bandung Raya merupakan bagian dari kolaborasi www.bandungbergerak.id dan Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB)

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//