• Cerita
  • Ramadan di Tahun Pagebluk (7): Menunggu Godot di Pasar Buku Palasari

Ramadan di Tahun Pagebluk (7): Menunggu Godot di Pasar Buku Palasari

Sudah sepekan tak satu pun pembeli mampir ke lapak Hasan Basri (38) di Pasar Buku Palasari. Bagaimana ia bisa membelikan baju lebaran bagi ketiga anaknya?

Hasan Basri (38) menunggu datangnya pembeli di lapaknya di Pasar Buku Palasari, Bandung, Jumat (23/4/2021) sore. (Foto: Emi La Palau)

Penulis Emi La Palau23 April 2021


BandungBergerak.idSudah sejak pukul delapan pagi Hasan Basri (38) hanya bisa duduk termenung di lapak miliknya di Pasar Buku Palasari, Bandung. Sesekali ia membaca lembar-lembar koran bekas untuk mengusir bosan. Tak ada satu pun pembeli datang. Sama seperti apa yang terjadi dalam satu pekan terakhir.

“(Lapak) Biasa tutup malam dengan harapan ada yang beli. Tapi seringnya zonk, gak ada yang beli. Ya nikmati aja lah,” ungkapnya ketika berbincang dengan BandungBergerak.id, Jumat (23/4/2021) sore.

Hasan, pemilik Toko Buku Hans, merasakan betul betapa sepinya lapak buku tahun ini. Meski para pedagang diperbolehkan berjualan kembali, tidak ada pembeli yang datang. Kalau tahun lalu dia bisa bertahan hidup dengan menjajaki penjualan daring (online), kali ini tidak.

Hasan terpaksa meminjam uang di pinjaman daring agar bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Totalnya, Rp 1 juta dengan jangka pelunasan satu bulan. Dari uang pinjaman sejumlah itu, uang senilai Rp 100 ribu digunakan untuk membayar hutang Hasan kepada seorang teman.  Ketika itu ia harus meminjam uang agar tetap bisa makan.

Dari hasil pinjaman daring itu juga, Hasan mengirimkan uang Rp 600 ribu untuk membiayai kebutuhan istri dan ketiga anaknya selama ramadan di kampung halaman di Tasikmalaya. Mereka untuk sementara pulang ke Tasikmalaya sejak pandemi melanda Maret 2020 lalu.  Hasan bertahan di Bandung agar bisa tetap berjualan dan memperoleh penghasilan.

Seburuk-buruknya nasib yang menimpanya, Hasan masih punya alasan untuk bersyukur. Ia tidak harus pusing memikirkan biaya sewa lapak karena sudah dimilikinya secara resmi. Tidak sedikit tetangga toko buku di Palasari yang gulung tikar. Mereka tidak mampu lagi membayar biaya sewa tempat jualan akibat anjloknya pendapatan.

Menjadi bagian sejarah kota, Pasar Palasari sudah selama 40 tahun terakhir diandalkan warga Bandung untuk memperoleh buku-buku dengan harga terjangkau. (Foto: Arbi Ilhamsyah)
Menjadi bagian sejarah kota, Pasar Palasari sudah selama 40 tahun terakhir diandalkan warga Bandung untuk memperoleh buku-buku dengan harga terjangkau. (Foto: Arbi Ilhamsyah)

Baju Lebaran Anak

Hasan merupakan warga asli Tasikmalaya, Jawa Barat. Ia merantau ke Bandung untuk mengenyam pendidikan sekolah teknik menengah (STM). Setelah lulus, Hasan sempat bekerja di pabrik selama enam bulan. Merasa tidak betah, ia keluar dan mulai tahun 1999 menjajaki bisnis buku.

Hasan menikmati pekerjaan sebagai pedagang buku di Palasari. Salah satunya karena ia memang senang membaca. Kerja keras membuatnya bisa memiliki lapak buku sendiri, Toko Buku Hans yang menjual buku-buku sekolah, universitas, humaniora, sastra, dan filsafat.

Namun zaman berubah demikian cepat dalam beberapa tahun terakhir. Kemajuan teknologi jadi salah satu pemicu utamanya. Penjualan buku fisik terus menurun jumlahnya. Pindah ke pasar digital (marketplace) juga tidak serta-merta menuntaskan persoalan.

Kondisi diperparah dengan pandemi Covid-19. Sama seperti kebanyakan bidang usaha, penjualan buku juga rontok. Hasan mengaku kebingungan bagaimana melunasi tunggakan delapan bulan angsuran ke bank. Ia kebingungan bagaimana mencukupi kebutuhan istri dan anak selama lebaran nanti.

“Hari ini Hari Buku?” tanya Hasan dalam nada getir. “Pembelinya aja gak ada.”

Baca Juga: Ramadan di Tahun Pagebluk (6): Impian Sederhana Dewi Sulasti
Ramadan di Tahun Pagebluk (5): Sehari dalam Hidup Aan Aminah
Ramadan di Tahun Pagebluk (4): Menjahit Pakaian, Menyambung Kehidupan

Di awal Ramadan ini, Hasan Basri terpaksa tidak pulang untuk menengok keluarganya di Tasikmalaya. Ia menjalani puasa seorang diri di rumah kontrakannya. Untuk melepas rindu pada anaknya, ia berkomunikasi melalui panggilan video (video call).

Hasan dan istrinya memiliki tiga anak. Si sulung perempuan masih duduk di bangku kelas V sekolah dasar. Dua adiknya merupakan bayi kembar berusia tiga tahun. Lebaran yang makin mendekat membuat kebingungannya makin besar.

“Kalau orang tua mah santai, pakai baju apa adanya. Tapi buat anak beda. Mereka liat temen-temennya pakai baju baru,” ungkapnya.

Menjelang magrib, di lapaknya di Pasar Buku Palasari, Hasan kembali menekuni koran bekas. Menunggu datangnya pembeli ibarat menunggu Godot.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//