• Cerita
  • Ramadan di Tahun Pagebluk (9): Ira Marlina dan Empat Anaknya

Ramadan di Tahun Pagebluk (9): Ira Marlina dan Empat Anaknya

Ira Marlina (46) sudah setahun ini menjadi orang tua tunggal bagi empat anaknya. Dia mencari rezeki dengan menjual mainan anak di kawasan Alun-alun Bandung.

Ira Marlina (45) dengan berbagai macam mainan anak yang dia jual di kawasan Alun-alun, Senin (26/4/2021) siang. Sudah setahun terakhir, Ira menjadi satu-satunya tumpuan pendapatan keluarga. (Foto: Emi La Palau)

Penulis Emi La Palau26 April 2021


BandungBergerak.idIra Marlina (45) duduk menunggu pembeli di atas bongkahan kursi segi empat yang terbuat dari semen, beberapa meter dari Masjid Agung, Alun-alun Bandung. Bebagai macam mainan anak dia bawa.  Tiruan kapal terbang dan bola di tangan kiri, boneka-boneka di tangan kanan.

Hingga hari-hari pertama ramadan, Ira memilih tidak berjualan. Pemerintah memberlakukan pembatasan aktivitas di ruang-ruang publik. Alun-alun Bandung, yang menjadi lokasi jualan Ira, begitu sepinya. Baru empat hari lalu dia memberanikan diri untuk kembali berusaha.

“Dari Kamis, omzet nol. Kalau Sabtu Minggu lumayan, dapat untuk modal sama untung,” ungkapnya ketika berbincang dengan BandungBergerak.id, Senin (26/4/2021) siang.

Menjajakan mainan anak sejak pukul satu siang, Ira baru memperoleh satu pembeli. Satu stik mainan balon sabun terjual. Jika pembelian masih saja sepi, dia bakal meninggalkan Alun-alun lebih awal, sekitar pukul enam petang. Biasanya, ketika pembelian ramai seperti di akhir pekan, Ira bisa bertahan hingga pukul sembilan malam.

Ira merupakan warga asili Garut, Jawa Barat. Sudah sejak 2012, dia dan sang suami berjualan mainan di kawasan Alun-Alun. Mulanya keduanya memiliki tempat tetap memajang dagangannya, yakni di tempat bermain anak di seberang Alun-Alun.

Pandemi Covid-19 memaksa pemerintah menutup ruang-ruang publik yang jadi tempat berkerumun, termasuk taman dan alun-alun. Ira harus berjualan keliling, menyeret kaki dan seluruh barang dagangannya dari satu lokasi ke lokasi lainnya meski masih di kawasan sekitar Alun-alun.  

Ira memilih berbelanja mainan anak langsung ke pusat grosir di Leuwipanjang dan Cibadak sehingga bisa leluasa mengatur batas keuntungan. Biasanya tidak besar-besar amat. Sekitar Rp 5 ribu per barang terjual, meski tidak jarang juga Ira menjual dengan harga modal.

“Yang penting penglaris. Saya tidak terlalu memikirkan keuntungan. Asal (barang) terjual,” katanya.  

Orang Tua Tunggal

Sudah setahun ini Ira Marlina menjadi orang tua tunggal bagi empat anaknya. Di bulan awal pandemi tahun lalu, sang suami meninggal akibat penyakit darah tinggi yang telah lama dideritanya. Ira memikul beban keluarganya sendirian.

Tiga dari empat anak Ira masih bersekolah, masing-masing di sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah kejuruan. Keempatnya dirawat oleh kakaknya di Garut.

 “(Kami) Butuh biaya. Kayak gini-gini jualan teh untuk anak-anak saya,” kata Ira.

Biasanya Ira pulang menengok anak-anaknya di Garut sekali dalam sepekan atau dua pekan. Namun, semuanya tergantung pada jumlah pendapatan yang dia peroleh. Jika pembelian sepi seperti sekarang, sulit baginya bisa pulang.

Dalam sehari Ira sering tidak mendapatkan apa-apa. Kalau memperoleh uang Rp 30 ribu, dia hanya mampu mencukupi biaya sahur dan berbuka puasa. Tidak akan ada cukup uang yang bisa disisakan untuk membayar sewa bulanan kamar kos sebesar Rp 400 ribu. Yang sering jadi penyelamat adalah hasil penjualan yang lumayan di akhir pekan.

Disela-sela perbincangan, Ira dengan gesit mencari peluang untuk menjajakan dagangannya kepada orang tua yang membawa anak-anak mereka. Meski sering tidak berhasil, setidaknya dia sudah berusaha.

Baca Juga: Ramadan di Tahun Pagebluk (8): Tangan Eva Eryani Masih Mengepal
Ramadan di Tahun Pagebluk (7): Menunggu Godot di Pasar Buku Palasari
Ramadan di Tahun Pagebluk (6): Impian Sederhana Dewi Sulasti

Bantuan

Ira Marlina lahir sebagai bungsu dari tujuh bersaudara di tengah keluarga yang serbakekurangan. Dia tidak sempat mengenyam bangku sekolah. Sang ayah meninggal ketika Ira baru berusia 40 hari.

Sudah sejak kecil Ira mencari uang. Dia sempat berpindah-pindah tempat kerja, mulai dari petugas satuan pengamanan (satpam) di pabrik sampai tenaga penjualan (sales) di toko baju. Sebelum mencari rezeki di Bandung, Ira sempat lama bekerja di sebuah toko di kawasan Ancol, Jakarta sampai kebangkrutannya.

Tidak ada pilihan lain, Ira memang harus bekerja keras. Selain untuk membiayai kebutuhan anak-anaknya, dia juga harus menyisihkan sedikit pendapatnnya untuk kakaknya yang telah merawat mereka. Jika hasil penjualan tidak mencukupi, Ira terpaksa mencari bantuan.

“Kadang saya minta ke yayasan untuk biaya sekolah, minta bantuan di Baznas,” ujar Ira yang belum tahu apakah tahun ini bakal mampu membelikan pakaian lebaran buat keempat anaknya.  

Dalam segala keterbatasan, Ira hanya bisa berusaha sembari tetap bersyukur. Untuk sahur, dia hanya memakan nasi dan mi instan. Sebagai menu berbuka dia sering mengandalkan takjil yang disediakan di masjid.  

“Tapi kondisi begini, Alhamdulillah ada aja rezekinya,” kata Ira. “Pokoknya, yang penting (saya) udah usaha.” 

Editor: Redaksi

COMMENTS

//