Indonesia Krisis Insinyur, Lapangan Kerja Konstruksi Rentan Diduduki Pekerja Asing
Jika ahli konstruksi Indonesia tidak memiliki sertifikasi dan kualifikasi yang mumpuni, maka orang asing akan menguasai proyek-proyek konstruksi Indonesia.
Jerico Sugiarto
Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (Unpar).
20 Agustus 2022
BandungBergerak.id - Dalam dunia semakin majemuk dan modern seiring dengan gencarnya pembangunan infrastruktur menuju peradaban yang lebih modern. Di saat yang sama, jumlah insinyur di Indonesia semakin menipis bahkan berbeda jauh dibandingkan dengan negara tetangga. Menurut Persatuan Insinyur Indonesia (PII), perbandingan jumlah insinyur dengan jumlah penduduk Indonesia masih jauh dari kata ideal.
Indonesia baru memenuhi sekitar 30 - 40 persen dari total kebutuhan sekitar 260 ribu orang insinyur. Kebutuhan insinyur sangat mendesak, untuk mendukung pembangunan infrastruktur yang saat ini sedang gencar dilakukan di Indonesia. Terlebih lagi persaingan untuk pekerjaan insinyur secara global semakin ketat dengan produk dan jasa yang berkualitas tinggi.
Keterbatasan sumber daya manusia menjadi penyebab proses pengembangan pembangunan yang sedang gencar dilakukan saat ini, tidak didukung dengan produktivitas tenaga kerja yang memadai. Rendahnya sumber daya manusia membuat sektor konstruksi Indonesia belum siap menghadapi persaingan yang ketat. Berdasarkan data, selama 32 tahun Indonesia hanya menghasilkan rata-rata 7 persen dari penggunaan sumber daya intensif, aliran modal asing dalam bentuk pinjaman dan investasi. Jelas bahwa insinyur memberikan kontribusi nyata terhadap pembangunan nasional, seperti di bidang pembangunan fisik dan di bidang industri. Oleh karena itu, dimensi daya saing dalam sumber daya manusia adalah faktor yang semakin penting, sehingga diperlukan upaya untuk merangsang kualitas sumber daya manusia.
Sebagian besar dari tenaga ahli asal Indonesia lebih memilih untuk bekerja di luar negeri dibandingkan mengabdi untuk negaranya sendiri. Menurut Dahlan Iskan, mantan menteri BUMN, banyak orang cerdas Indonesia yang memilih bekerja di luar negeri karena kesalahan kebijakan industrialisasi. Pasalnya, kebanyakan merupakan lulusan dengan usia yang masih tergolong muda, kurang pengalaman, dan mengenyam pendidikan di luar negeri. Di sisi lain tenaga kerja ahli sedang dibutuhkan tapi kebanyakan lebih memilih untuk bekerja ke luar negeri, sebenarnya dalam hal ini industri dapat memaksimalkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
Alasan utama tenaga ahli Indonesia dalam mengambil keputusan untuk bekerja di Indonesia atau luar negeri adalah masalah penghasilan yang akan diterima saat bekerja nanti. Terutama bagi orang-orang yang memiliki pemikiran “kuliah untuk kerja”, dengan begitu orang akan lebih memilih untuk menerima penghasilan yang lebih besar tanpa peduli peribahasa “lebih baik hujan batu di negara sendiri dibanding hujan emas di negara orang”.
Faktor pendukung lainnya adalah dapat bekerja di luar negeri menjadi suatu kebanggaan tersendiri akan hasil jerih payah selama menempuh pendidikan. Kebanyakan orang memiliki cita-cita untuk bekerja di luar negeri bukan semata-mata mencari penghasilan yang besar saja tapi juga mencari pengalaman berharga dan kesempatan belajar kebudayaan serta sistem kerja negara lain.
Namun tidak semua sumber daya manusia yang dimiliki Indonesia memilih untuk bekerja di luar negeri. Maka dari itu, pemanfaatan SDM yang secara bijak akan membantu dalam perkembangan negara Indonesia, tetapi sebanyak 80 persen mahasiswa Indonesia tidak sesuai dengan jurusan kuliahnya.
Sebagian besar lulusan teknik atau profesional insinyur tidak menekuni bidangnya dan memilih untuk bekerja di sektor lain. Berdasarkan peraturan UU nomor 11 Tahun 2004 yang mengatur tentang profesi insinyur, sudah menjadi keharusan bagi perguruan tinggi di Indonesia untuk memiliki jurusan teknik. Namun pada kenyataannya lulusan teknik atau profesional insinyur lebih memilih untuk tidak berkecimpung di dunia teknik. Dari sekitar 750.000 orang bergelar sarjana teknik atau insinyur profesional, tetapi hanya sekitar 9.000 orang atau 1,2 persen dari angka tersebut yang bekerja sesuai dengan bidang keilmuannya. Minat terhadap jurusan teknik tergolong tinggi akan tetapi minat untuk menjadi seorang insinyur yang masih kurang sehingga kebanyakan dari sarjana teknik lebih memilih untuk bekerja seperti di bank dan lainnya.
Lulusan teknik Indonesia tidak bisa langsung terjun ke bidang teknik karena masih kurang kompeten dibandingkan dengan lulusan negara tetangga. Menurut Amma Ameer, terdapat ketidakcocokan antara ilmu dan keterampilan yang diberikan perguruan tinggi dengan apa yang dibutuhkan di lapangan. Akibat ketidakcocokan ini, beberapa lulusan sarjana teknik tidak mendapatkan pekerjaan meskipun pekerjaan itu sebenarnya ada.
Untuk menjadi seorang insinyur bukan hanya mengenai keterampilan keras saja tapi juga harus mengembangkan keterampilan lunak seperti menganalisis, mengungkapkan pendapat, memecahkan masalah, bekerja sama, dan berkomunikasi terutama dalam bahasa inggris. Insinyur juga dituntut untuk inovatif dan kreatif karena memiliki peran penting dalam penerapan revolusi industri 4.0 di Indonesia agar sektor manufaktur nasional mampu berdaya saing global.
Baca Juga: Daya Saing Infrastruktur Indonesia Tertinggal karena Lemahnya Koordinasi Pemerintah
Pembangunan Kota Bandung tanpa Melibatkan Warga Hanya Menghasilkan Penggusuran
Pembangunan Jalan Layang Ciroyom jangan Mengorbankan Kehidupan Warga
Orang Asing akan Menguasai Proyek Konstruksi Indonesia
Profesi insinyur menjadi kunci utama dalam mengelola dan mengembangkan industri berbasis riset, manufaktur, dan pengembangan. Jika ahli konstruksi Indonesia tidak memiliki sertifikasi dan kualifikasi yang mumpuni, maka orang asing akan menguasai proyek-proyek konstruksi Indonesia.
Di sisi lain beberapa negara lebih memilih untuk membentengi atau membatasi diri terhadap serbuan tenaga kerja insinyur asing. Persaingan insinyur dengan negara tetangga tidak bisa dihindari implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) semakin terlihat jelas dan mobilisasi kawasan regional.
Daya saing suatu bangsa sangat ditentukan oleh kemampuan menyediakan infrastruktur dan energi yang handal. Indonesia memiliki berbagai keunggulan bahan tambang dan komoditi pertanian yang diekspor dengan nilai tambah minim dan perlu lebih banyak SDM Teknik, bila tidak maka seluruh nilai tambah akan dinikmati negara lain. Indonesia perlu mempersiapkan dan meningkatkan kualitas SDM khususnya pada bidang teknik sehingga insinyur Indonesia siap menghadapi tantangan dimensional, meningkatkan daya saing, serta tantangan serius di bidang profesional keinsinyuran.