Daya Saing Infrastruktur Indonesia Tertinggal karena Lemahnya Koordinasi Pemerintah
Lemahnya perencanaan dan koordinasi pemerintah dalam berbagai aspek pembangunan infrastruktur merupakan akar dari hambatan dalam meningkatkan daya saing.
Erika Levinia Fernandina
Mahasiswi Universitas Katolik Parahyangan (Unpar).
7 Juli 2022
BandungBergerak.id - Salah satu agenda utama dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo adalah gencarnya pembangunan infrastruktur. Hal ini tidak mengherankan, sebab kunci dari peradaban yang maju adalah perkembangan infrastruktur yang baik. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa peringkat daya saing Indonesia masih lebih rendah daripada empat negara ASEAN-5 lainnya, yaitu Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina.
Pada tahun ini, Institute for Management Development World Competitiveness Yearbook menempatkan Indonesia pada peringkat 44 dari 64 negara. Indonesia telah mengalami penurunan daya saing, di mana pada tahun sebelumnya Indonesia menempati peringkat 37.
Salah satu tantangan dalam meningkatkan daya saing adalah lemahnya koordinasi antarpemangku kepentingan dalam mengambil keputusan. Koordinasi yang buruk ini menyebabkan pengambilan keputusan yang tidak matang, yang akhirnya berimbas pada keterbatasan pembangunan infrastruktur. Akibatnya, distribusi barang dan jasa terhambat serta biaya logistik melonjak, kemudia berujung kepada daya saing Indonesia yang menjadi rendah.
Dalam rangka melaksanakan pembangunan yang terpadu, maka pemerintah perlu merencanakan skala prioritas infrastruktur apa saja yang perlu dibangun dengan matang. Sering kali pembangunan yang dilakukan tidak relevan dengan tujuan dari perencanaan nasional dan membangun infrastruktur yang bukan menjadi prioritas utama. Akibatnya, hal ini menghambat Indonesia dalam meningkatkan daya saing. Padahal, perencanaan pembangunan perlu dilakukan dengan efektif dan tepat sasaran. Selain itu, pembangunan juga perlu dilakukan dengan fokus dalam segi fungsional. Segala hal yang diperlukan untuk memenuhi pembangunan yang meningkatkan kualitas hidup masyarakat perlu direncanakan.
Baca Juga: Pembangunan Kota Bandung tanpa Melibatkan Warga Hanya Menghasilkan Penggusuran
Pembangunan Jalan Layang Ciroyom jangan Mengorbankan Kehidupan Warga
Walhi Jabar: Selamatkan Lingkungan dan Rakyat, bukan Proyek Kereta Cepat
Kesenjangan Pembiayaan Infrastruktur dan Lemahnya Sistem Logistik
Kendala lain yang dihadapi pemerintah saat ini adalah terkait masalah pembiayaan. Akar dari masalah ini adalah terdapatnya financing gap atau kesenjangan antara dana yang dimiliki pemerintah dan dana yang dibutuhkan untuk melakukan pembangunan. Kesenjangan dalam pembiayaan infrastruktur ini salah satunya disebabkan oleh APBN yang memiliki keterbatasan dalam mendanai pembangunan, mengingat saat ini Indonesia masih dalam proses pemulihan ekonomi.
Berdasarkan data dari RPJMN nasional tahun 2020-2024, APBN menyediakan anggaran sebesar 2.385 triliun Rupiah, di mana nilai tersebut hanya memenuhi 37 persen kebutuhan dari biaya pembangunan. Terlihat jelas bahwa pembangunan tidak bisa terus menerus bergantung pada dana APBN, oleh karena itu pemerintah perlu menyusun sebuah rencana untuk melibatkan pihak swasta dalam mengatasi keterbatasan dana. Dengan adanya kerja sama ini, beban APBN akan berkurang dan pihak swasta dapat mendapat kesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam peningkatan kualitas pembangunan di Indonesia.
Keadaan infrastruktur Indonesia yang lemah juga merupakan akibat dari sistem logistik yang belum memadai. Mengingat geografi Indonesia yang daerah-daerahnya tersebar di berbagai pulau, biaya logistik menjadi sangat tinggi dan berujung pada penurunan daya saing. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengungkapkan bahwa biaya logistik di Indonesia mencapai 24 persen dari total PDB atau senilai 1.820 triliun Rupiah per tahun. Hal ini menjadikan Indonesia negara dengan biaya logistik paling tinggi di dunia.
Biaya logistik yang tinggi ini akan menurunkan minat para investor untuk menanamkan modal dan berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia. Perencanaan sistem logistik yang buruk juga menyebabkan persebaran pembangunan di luar Pulau Jawa masih relatif rendah. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi pada daerah di luar Pulau Jawa sulit untuk meningkat.
Kurangnya persiapan para pemangku kepentingan dalam melakukan berbagai tahapan proyek, mulai dari penyiapan hingga impelementasi, mengakibatkan mundurnya pengambilan keputusan. Alokasi pendanaan yang terbatas menjadi kendala pada tahap penyiapan proyek, yang merupakan imbas dari keterbatasan dukungan fiskal dari pemerintah. Keterbatasan jaminan dari pemerintah ini dapat menurunkan minat investasi pada proyek infrastruktur di Indonesia.
Lemahnya perencanaan dan koordinasi pemerintah dalam berbagai aspek terkait pembangunan infrastruktur merupakan akar dari hambatan dalam meningkatkan daya saing negara ini. Oleh karena itu, peningkatan perencanaan pembangunan infrastruktur merupakan upaya yang efektif dalam mengatasi tantangan terkait daya saing Indonesia yang masih rendah dengan negara lainnya. Dengan koordinasi yang baik, maka Indonesia akan lebih maju dalam sektor infrastruktur.