• Berita
  • Membaca Gagasan Bung Hatta, Membandingkan dengan Kemerosotan Ekonomi Saat Ini

Membaca Gagasan Bung Hatta, Membandingkan dengan Kemerosotan Ekonomi Saat Ini

Tadarusan buku AARC, membaca pidato-pidatonya Mohammad Hatta, Bapak Koperasi Indonesia di Museum KAA.

Tadarusan AARC di Museum Konferensi Asia-Afrika (Museum KAA), Bandung, Rabu (8/24/2022). Buku yang dibaca tentang pemikiran Bung Hatta di bidang ekonomi. (Foto: Reza Khoerul Iman/BandungBergerak.id)

Penulis Reza Khoerul Iman25 Agustus 2022


BandungBergerak.id – “Saudara Ketua. Pedoman yang kami pakai waktu membentuk suatu kabinet presiden ialah bahwa ujud pemerintahan adalah mencapai penghidupan sebaik-baiknya bagi rakyat dalam garis kemungkinan, berhubung dengan alat yang ada pada pemerintah dan dengan keadaan yang dihadapi,” ucap Pram Mukti, pada saat membacakan pidato Bung Hatta di Ruang Galeri 1, Museum Konferensi Asia-Afrika, Rabu, (8/24/2022).

Kemiskinan yang mendera bangsa Indonesia menjadi perhatian Mohammad Hatta, sejak dahulu di masa revolusi. Dan kini, kemiskinan masih menjadi masalah utama, ketika kemerdekaan genap berusia 77 tahun.

Baru-baru ini, Pemkot Bandung merilis data kemiskinan dan kemiskinan ekstrem di Kota Bandung. Pada tahun 2021, angka kemiskinan sebanyak 112,5 ribu orang (4,37 persen), dengan angka kemiskinan ekstrem kota Bandung sebesar 1.920-an jiwa. Sebaran kemiskinan terbanyak ada di 5 kecamatan, yaitu Kecamatan Babakan Ciparay, Bandung Kulon, Bojongloa Kaler, Bojongloa Kidul, dan Batununggal.

Pada diskusi buku yang merupakan bagian dari acara rutin komunitas membaca Asian Africa Reading Club (AARC) di Museum KAA, itu, pemikiran Bung Hatta tentang pentingnya ekonomi bagi rakyat kembali terngiang.

Buku yang dibaca AARC berjudul berjudul “Mohammad Hatta: Kumpulan Pidato dari Tahun 1942-1948”. Salah seorang pegiat AARC, Pram, mengaku tadarusan buku Kumpulan Pidato Bung Hatta telah mereka lakoni selama tiga bulan lamanya.

Pram menyebut per hari ini tadarusan buku yang memiliki tebal halaman sebanyak 332 baru mencapai halaman 200-an, yaitu tepat pada pidato Bung Hatta yang berjudul Keterangan Pemerintah Tentang Politiknya kepada Badan Pekerja KNIP (Tanggal 2 September 1948).

Potongan pidato yang telah Pram baca di awal tersebut, membawanya untuk semakin menyelami setiap kalimat demi kalimat pidato Bapak Koperasi Indonesia tersebut, sehingga apa yang dimaksud dan dituju oleh Bung Hatta dalam pidatonya dapat dipahami secara menyeluruh.

“Saya pribadi (setelah membaca pidato Bun Hatta) mendapat pandangan, sebetulnya Bung Hatta itu pengin apa, sih? Dari Indonesia ketika sudah merdeka kemudian membangun negara dan bangsanya merdeka, terus juga pemerintahannya dibangun, terlebih pidato yang kita baca itu terdapat di periode pembangunan sebuah negara, yaitu sekitar tahun 1942-1948,” tutur Pram kepada BandungBergerak.id.

Selain itu menurutnya, membaca kumpulan pidatonya Bung Hatta bukan hanya sekadar mengetahui ideologi yang dimiliki oleh sang tokoh, namun jauh lebih dalam ia dipantik untuk menilai sejauh mana relevansi pemikiran Bung Hatta dengan hari ini, apakah mendekati apa yang dicita-citakan atau malah menjauh dari sebagaimana yang diharapkan.

Sementara itu menurut pegiat AARC lainnya, Seni mengungkap bahwa selepas membaca dan mendengarkan pidato-pidatonya Bung Hatta, ia lebih menangkap ide-ide yang memang ingin disampaikan oleh Bung Hatta. Apabila ditelusuri lebih dalam, Seni menilai ide-ide yang tertuang di dalam pidato-pidatonya Bung Hatta tidak berhenti pada hal yang mendasar.

“Kalau kita membaca ide-ide daripada tokoh-tokoh nasional atau  founding fathers Indonesia ini pemikirannya begitu autentik, dalam artian lain pemikiran dari tiap-tiap tokoh nasional termasuk Bung Hatta ini adalah autentik dari dia sendiri sebab terdapat cita rasanya sendiri,” ungkap Seni pada saat ditemui BandungBergerak.id.

Dalam hal ini, Pram dan Seni menilai setiap kali membaca para tokoh, selalu ada ide-ide yang tertuang di dalam setiap ungakapan para tokoh nasional Indonesia dan uniknya setiap tokoh nasional ada saja yang memiliki pemikiran berbeda dari para tokoh yang lainnya, sehingga hal tersebut membuat Indonesia memiliki para pemikir yang beragam dan tentunya berkualitas.

Tadarusan Buku AARC, Sebuah Kegiatan Dialog bukan Monolog

Sistem tadarusan pada lazimnya dilakukan secara monolog atau satu arah, namun lain halnya dengan sistem tadarusan yang dilakukan oleh AARC, yaitu para peserta selain membaca buku juga merumuskannya kembali menjadi satu dialog yang menghasilkan diskusi yang berkepanjangan.

Hal ini seperti yang dilakukan oleh salah satu pegiat AARC lainnya, Mif, pada saat ia mendapat kesempatan untuk membaca pidatonya Bung Hatta, dengan secara perlahan dan cermat ia membaca pidatonya agar apa yang tertuang di dalam pidato tersebut ia pahami maksudnya.

Ketika Mif membaca, ia selalu mencermati kalimat setiap kalimat yang tertuang di dalam buku, kemudian apa yang tertuang di dalam buku ia sandingkan dengan fakta yang terjadi pada hari ini. Seperti pada saat ia membacakan potongan pidato Bung Hatta yang membahas soal menurunnya bahan pokok dan pangan, ia kemudian lantas menyebut bahwa ia pernah mengalami kondisi yang serupa.

“Saya ngalamin ini, loh. Di mana pegawai negeri dikasih beras, terus ditimbang tapi nanti dijual lagi ke petugasnya. Jadi kita hanya membawa uang pada saat pulang ke rumah, mungkin waktu itu beras sekilo 7.000 terus kita boleh jual 5.000 ke petugasnya. Prihatin sebenarnya,” kata Mif seraya bercanda kepada para peserta.

Kehangatan inilah yang disebut Pram dan Seni ketika tadarusan buku di AARC, yaitu terbangun suasana hangat pada saat diskusi. Mungkin tidak setiap peserta memiliki kesimpulan yang sama, namun hal tersebut tidak membuat kehangatan diskusi menjadi pecah.

“Karena tadarusan AARC gak hanya baca aja, ya. Ada diskusinya. Nah, diskusinya inilah yang membangun dialog yang memunculkan argumen-argumen apa pun tanpa takut untuk di-judge oleh yang lainnya. Kalau istilah Kang Adew mah, silih seblok weh kalau sudah masuk sesi diskusi,” tutur Seni.

Diskusi semacam itulah yang memantik para peserta AARC untuk senantia berpikir, mencermati, dan memahami apa yang telah ia baca sehingga hal tersebut dapat melatih skil membaca mereka.

Baca Juga: NGALEUT BANDUNG: Bung Hatta di Bandung
Bandung Bertahun-tahun Menghadapi Masalah Kemiskinan
Partindo Cabang Bandung Menyerang Mohammad Hatta

Kemerosotan Ekonomi Kini

Bung Hatta telah membangun formula koperasi bagi sistem ekonomi di Indonesia. Namun kenyataan saat ini, ekonomi di Indonesia lebih didominasi korporasi dan berputar pada segelintir kelompok.

Rakyat kebanyakan, terutama warga miskin, tidak bisa mengakses ekonomi yang dikuasai pemodal. Terlebih sekarang, ekonomi dunia sedang diancam resesi, perang tak berkesudahan antara Rusia dan Ukraian yang mempengaruhi pada harga minyak dunia.

Sementara di dalam negeri, warga masih berkutat dengan dampak dua tahun pagebluk, disusul kelangkaan minyak goreng, kenaikan harga kebutuhan pokok masyarakat, dan kini terjadi antrean pertalite di mana-mana. Maka pemikiran Bung Hatta yang mengutamakan ekonomi kerakyatan semakin relevan untuk diterjemahkan.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//