• Opini
  • Revolusi Industri 4.0 dan Pengaruhnya Terhadap Dunia Industri di Indonesia

Revolusi Industri 4.0 dan Pengaruhnya Terhadap Dunia Industri di Indonesia

Pemerintah harus mampu menggunakan revolusi 4.0 ini secara optimal serta mengantisipasi dampak negatifnya.

Vincentius Daniel Godjali

Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (Unpar)

Pekerja mengerjakan konstruksi bangunan di area depo kereta cepat Jakarta Bandung , Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 12 Oktober 2021. Dunia menghadapi revolusi industri 4.0 yang mengandalkan peran teknologi digital.(Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

2 September 2022


BandungBergerak.idEra revolusi industri 4.0 akan membawa perubahan yang baru untuk dunia industri. Banyak yang harus disiapkan untuk beradaptasi dengan industri 4.0 atau yang disebut dengan industri digital. Menghadapi era ini, Indonesia dikabarkan akan membangun industri manufaktur yang mampu berdaya saing global. Kementerian Perindustrian pun menargetkan meluncurkan Making Indonesia 4.0.

Digitalisasi pada industri 4.0 seharusnya dapat meningkatkan efisiensi untuk rantai manufaktur serta kualitas produk. Tentu saja terdapat dampak negatif dari adanya revolusi industri keempat jika pemerintahan tidak dapat memanfaatkankannya dengan optimal. Lantas, bagaimana industri 4.0 dapat terbentuk? Apa saja perubahan yang terjadi karena industri 4.0? Bagaimana strategi pemerintah dalam melaksanakan revolusi industri 4.0?

Sebelum adanya industri keempat, sudah terjadi tiga revolusi industri. Revolusi industri pertama diawali dengan ditemukannya mesin uap di negara Inggris dan berlangsung dari tahun 1750-1930. Adanya mesin uap ini berhasil membuat industri lain seperti pertanian, pertambangan, transportasi, serta manufaktur berkembang perlahan-lahan menggantikan tenaga manual. Di era ini jugalah pertama kali kegiatan produksi massal terjadi dan pendapatan per kapita negara-negara di dunia meningkat sebesar enam kali lipat.

Selanjutnya, terjadi era revolusi kedua yang berlangsung dari tahun 1870-1900. Dibandingkan dengan revolusi industri yang pertama, revolusi industri kedua lebih berfokus pada proses produksi. Saat revolusi ini banyak hal-hal baru yang belum pernah terjadi sebelumnya seperti penggunaan dan produksi besi dan baja dalam skala besar, penggunaan tenaga uap dan mesin telegraf yang meluas, penemuan minyak bumi, dan periode awal digunakannya listrik.

Setelah usainya era revolusi industri kedua, terjadi era revolusi selanjutnya yaitu revolusi industri 3.0. Era revolusi industri ini sudah mulai dipicu dengan teknologi. Peran manusia dalam industri manufaktur telah beralih digantikan oleh mesin pintar. Teknologi digital sudah menguasai industri media dan ritel. Revolusi industri ketiga sangat berperan dalam dunia manufaktur di mana teknologi dapat melakukan produksi dengan jumlah yang besar, cepat, dan tepat. Selain itu, revolusi ini dicap berhasil mempersingkat waktu dan jarak.

Setelah terjadi tiga revolusi industri, kini dunia menghadapi perubahan keempat atau industri 4.0. Istilah ini pertama kali diciptakan saat Hannover Fair, 4-8 April 2011. Digunakan oleh Jerman untuk memajukan bidang industri ke tingkat selanjutnya yaitu dengan menggunakan bantuan teknologi. Revolusi ini berfokus kepada perkembangan dunia digital internet atau biasa dikenal dengan internet of things.

Era revolusi industri keempat memang berhubungan erat dengan kecerdasan buatan (artificial intelligence), rekayasa genetika, super komputer, mobil otomatis, teknologi nano, dan inovasi. Proses dari revolusi industri keempat ini berhubungan dengan berbagai jenis teknologi, seperti 3D printing hingga robotik yang mampu meningkatkan produktivitas.

Teknologi informasi dan komunikasi dimanfaatkan sepenuhnya dalam industri digital. Perubahan yang disebabkan akan membawa banyak dampak untuk beberapa bidang seperti dalam bidang ekonomi, pemerintahan, politik, dan industri.  Peran industri 4.0 sangat penting dalam dunia industri dimana kemampuan software dan internet ditingkatkan guna meningkatkan efisiensi perusahaan.

Making Indonesia 4.0

Dengan percepatan implementasi industri 4.0, Indonesia berkomitmen untuk membangun industri yang dapat menyaingi global. Making Indonesia 4.0 adalah roadmap dan strategi yang dimiliki untuk menghadapi era digital ini. Kementerian Perindustrian berharap Making Indonesia 4.0 dapat membuat Indonesia masuk dalam 10 besar negara yang memiliki perekonomian terkuat di tahun 2030.

Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa fokus implementasi dalam roadmap Making Indonesia 4.0 adalah industri makanan dan minuman (mamin), tekstil, otomotif, elektronik, dan kimia. Lima industri tersebut diharapkan dapat menjadi tulang punggung perekonomian yang mampu meningkatkan daya saing, dan dapat memberikan kontribusi nyata terhadap ekonomi Indonesia.

Untuk mempercepat perkembangan industri manufaktur terdapat 10 inisiatif nasional yang bersifat lintas sektoral dalam Making Indonesia 4.0. Pada tanggal 20 Maret 2021 di acara Sosialisasi Roadmap Implementasi Industry 4.0, Kementerian Perindustrian menyampaikan bahwa empat langkah sudah ditetapkan dalam menghadapi Industri 4.0.

Pertama, mendorong angkatan kerja di Indonesia untuk terus meningkatkan kemampuan dan keterampilannya, terutama dalam hal menggunakan teknologi internet of things dengan cara menggunakan kemampuan internet dengan lini produksi di industri. Kedua, teknologi digital dimanfaatkan untuk memacu produktivitas serta daya saing industri kecil dan menengah diharapkan agar mampu menembus pasar ekspor melalui program E-smart IKM.

Ketiga, teknologi digital dimanfaatkan lebih optimal dalam perindustrian nasional seperti big data, autonomous robots, cybersecurity, cloud, dan augmented reality. Keempat, memfasilitasi inkubasi bisnis agar lebih banyak wirausaha berbasis teknologi di wilayah Indonesia bertujuan untuk mendorong perkembangan inovasi teknologi.

Diterapkannya empat langkah tersebut diharapkan target nasional dapat tercapai. Secara garis besar, aspirasi nasional tersebut adalah membawa Indonesia menjadi negara yang masuk 10 besar dengan ekonomi terkuat di tahun 2030, mengembalikan angka net ekspor industri 10 persen, peningkatan produktivitas tenaga kerja hingga dua kali lipat dibanding peningkatan biaya tenaga kerja, serta pengalokasiaan 2 persen dari GDP untuk aktivitas riset dan pengembangan teknologi inovasi atau tujuh kali lipat dari saat ini.

Baca Juga: Apa yang Bisa Diharapkan dari Seorang Insinyur Industri?
Penerapan Building Information Modeling dalam Revolusi Konstruksi di Indonesia

Perlu Antisipasi

Dunia saat ini sedang dihadapi dengan revolusi Industri 4.0 di mana teknologi komunikasi dan informasi akan dipakai dengan sepenuhnya. Industri 4.0 mempunyai peran yang penting dalam dunia industri karena kemampuan software dan internet ditingkatkan untuk meningkatkan efisiensi perusahaan. Indonesia mempunyai strategi untuk menghadapi Industri 4.0 yaitu dengan membuat Making Indonesia 4.0 sebagai roadmap.

Making Indonesia 4.0 digunakan sebagai panduan yang diharapkan dapat membuat Indonesia mencapai aspirasi nasional yaitu membuat Indonesia menjadi negara yang masuk 10 besar dengan ekonomi terkuat di tahun 2030, mengembalikan angka net export industri 10 persen, peningkatan produktivitas tenaga kerja hingga dua kali lipat dibanding peningkatan biaya tenaga kerja, serta pengalokasiaan 2 persen dari GDP untuk aktivitas riset dan pengembangan teknologi inovasi atau tujuh kali lipat dari saat ini.

Namun, selain banyak peluang yang tersedia untuk menghasilkan dampak yang positif, industri 4.0 juga memiliki dampak negative, di antaranya adalah dapat terjadinya disruptive technology, deindustrialisasi, serta lapangan kerja yang menyempit. Oleh sebab itu, maka pemerintah harus dapat menggunakan sistem dari revolusi ini secara optimal serta selalu berjaga-jaga untuk mengantisipasi dampak negatif dari Industri 4.0.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//