• Nusantara
  • Aturan Pelarangan Mudik pada Libur Lebaran 2021 Sudah Final

Aturan Pelarangan Mudik pada Libur Lebaran 2021 Sudah Final

Kebijakan larangan mudik lebaran perlu dibarengi dengan pembatasan pergerakan masyarakat yang cenderung tinggi saat lebaran.

Situasi Terminal Cicaheum, Kota Bandung, 10 April 2021. Para sopir bus di Terminal Cicaheum termasuk yang terpulul selama pandemi Covid-19. (Foto: Virly Putricantika)

Penulis Iman Herdiana4 Mei 2021


BandungBergerak.id - Aturan pelarangan mudik akan segera berlaku mulai 6-17 Mei 2017. Warga pun diinggatkan agar tidak mencuri kesempatan untuk mudik sebelum maupun setelah tanggal libur lebaran 2021 tersebut. 

Kepala Dinas Perhubungan Jabar Hery Antasari meminta masyarakat menahan diri melakukan perjalanan mudik demi keselamatan bersama, yaitu mencegah meluasnya penularan Covid-19 ke tempat-tempat tujuan mudik. Selain itu, warga diharapkan tidak melakukan rekayasa syarat perjalanan demi lolos dari jeratan larangan mudik, misalnya pemasaluan dokumen izin perjalanan, dan dokumen kesehatan, mengingat pemalsuan ada delik pidana yang bisa diproses kepolisian. 

Menurutnya, aturan perjalanan mudik dan wisata pada libur lebaran 2021 ini sudah jelas. "Kami dari Satgas nasional, Satgas Provinsi, Pak Gubernur dan jajaran, pemahamannya sudah satu, bahwa perjalanan antar kota, antar kabupaten, dan antar provinsi selama periode mudik 6-17 Mei tidak diperkenankan, kecuali dalam aglomerasi dalam kota," ujar Hery, melalui siaran pers Minggu (2/5/2021). 

Dalam Surat Edaran Satgas Covid-19 No 13/2021 Tentang Pengendalian Transportasi Masa Idul Fitri 1442 H khususnya poin f nomor 3, dijelaskan larangan perjalanan mudik berlaku dalam kurun waktu 6-17 Mei kepada pelaku perjalanan dalam maupun luar negeri dengan tujuan mudik dan wisata libur lebaran 2021.

"Jadi sudah jelas eksplisit dan dijelaskan (dalam SE Satgas Covid-19 No 13/2021 dan adendum) sudah clear. Di sana dijelaskan yang dikecualikan itu yang emergency, persalinan, hamil, meninggal, sakit keras dan sejenisnya," ujar Hery. 

Pengecualian juga berlaku bagi pelaku perjalanan dalam rangka tugas, kemudian dalam rangka kedinasan bagi ASN, Polri, pegawai swasta, pekerja informal, masyarakat umum dengan menyertakan surat izin (dengan print out) atasan, kepala desa. Menyertakan pula dengan keterangan hasil bebas dari Covid-19 dengan berbagai metode.

Setiap tahunnya pada libur lebaran, sekitar 18 warga melakukan perjalanan mudik dari kota ke desa. Tetapi di musim pandemi Covid-19, mudik lebaran ditiadakan. Pergerakan manusia dalam jumlah besar membuka peluang bergeraknya virus Corona. 

"Di sana ada silaturahmi ke orang tua di kampung, kita merasa sehat tapi kalau ternyata kita pembawa (virus) dan orang tua kita ternyata komorbid bagaimana,” ujar Hery. 

Baca Juga: Tidak Mudik agar Terhindar dari Tsunami Covid-19 seperti di India
Larangan Mudik, ASN Harus Jadi Contoh Masyarakat
Bandung Berlakukan Larangan Mudik, Salat Idulfitri Harus Sesuai Prokes
Membendung Jutaan Pemudik Lebaran, Menekan Laju Covid-19

Bukan Hanya Mudik, Mobilitas Perlu Diperketat

Ahli Epidemiologi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (UGM), Riris Andono Ahmad, mengatakan peningkatan kasus Covid-19 akan tetap terjadi saat ada maupun tidak ada mudik 2021. Sebab, saat ini tarnsmisi telah terjadi di hampir seluruh kota besar Indonesia.

Namun, peluang penyebaran virus corona menjadi sangat besar ketika tidak ada pembatasan atau larangan mobilitas dalam populasi sementara transmisi virus semakin meluas. “Jadi, mau mudik atau tidak mudik pasti akan terjadi peningkatan kasus karena sudah ada transmisi, banyak peningkatan kasus,” tutur Riris, dikutip dari laman resmi UGM.

Riris berharap kebijakan larangan mudik lebaran dibarengi dengan pembatasan mobilitas masyarakat. Pasalnya, mobilitas masyarakat cenderung tinggi saat lebaran. Misalnya, masyarakat memanfaatkan momen lebaran untuk ajang silaturahmi. Selain itu, selama libur lebaran banyak yang melakukan wisata dan aktivitas lainnya yang menimbulkan kerumunan.

“Bukan berarti lalu mudik tidak mudik tidak ada efeknya. Ada efeknya, tetapi mudik dilarang pun kalau mobilitas tidak dilarang maka peningkatan kasus itu jadi sebuah keniscayaan,” papar Direktur Pusat Kajian Kedokteran Tropis UGM ini.

Untuk itu pemerintah diminta tegas dan konsisten dalam menegakkan peraturan. Masyarakat pun diminta untuk sadar mengurangi mobilitas agar penyebaran Covid-19 tidak semakin meluas. Jika hal tersebut diabaikan dikhawatirkan akan terjadi transmisi Covid-19 dalam populasi secara cepat.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//