• Berita
  • Menyikapi Varian Covid-19 dari India, Inggris, dan Lainnya Jika Masuk Indonesia

Menyikapi Varian Covid-19 dari India, Inggris, dan Lainnya Jika Masuk Indonesia

Vaksin yang ada saat ini dirancang untuk melawan Covid-19 sebelum virus corona bermutasi.

Kendaraan pemudik maupun terjebak macet dampak dari aktivitas di pos penyekatan larangan mudik lebaran di Cibiru, Bandung, Jawa Barat, 7 Mei 2021. Larangan mudik diberlakukan untuk menekan laju infeksi Covid-19. (Foto: Prima Mulia)

Penulis Iman Herdiana8 Mei 2021


BandungBergerak.idBanyak pihak khawatir akan masuknya virus Corona varian India ke Indonesia. Kekhawatiran ini beralasan mengingat varian India disebut-sebut lebih ganas dari Covid-19 biasa. Benarkah varian ini lebih ganas, bahkan jika dibandingkan dengan varian Inggris yang sudah lebih dulu masuk ke Indonesia?

Satgas Covid-19 Jawa Barat maupun Bandung melaporkan sejauh ini belum ditemukan adanya varian India. “Per laporan hari ini yang dari India itu belum ada, yang ada masih B 117 dari Inggris,” terang Gubernur Ridwan Kamil, dalam jumpa pers daring di Bandung, Jumat (7/5).

Sementara Wali Kota Bandung Oded M Danial dan jajarannya beberapa kali menyebut jangan sampai tsunami Covid-19 di India terjadi di Bandung. Karena itu, masyarakat diminta tak mengendurkan protokol kesehatan: memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan, termasuk taat pada larangan mudik lebaran 2021.

India memang tengah menjadi perhatian sejak serangan gelombang kedua Covid-19 yang terjadi Maret 2021. Ilmuwan dunia sibuk meneliti dan menganalisa, membandingkan dengan varian-varian baru hasil mutasi sebelumnya. Maklum saja, mutasi pada virus adalah lazim, karena dengan cara ini virus mempertahankan dirinya.

Ada ribuan varian Covid yang beredar di seluruh dunia. Namun ada beberapa varian yang masuk daftar “perhatian” (variant of concern) atau pengawasan, di antaranya varian Brazil, Afrika Selatan, Inggris, dan mungkin sekarang ditambah varian India.

Varian Inggris atau B 117 seperti yang disampaikan Ridwan Kamil sudah ditemukan di Jawa Barat, telah menyebar ke lebih dari 50 negara. Varian Afrika Selatan (B.1.351) telah diidentifikasi setidaknya di 20 negara, varian Brazil (P.1) menyebar di 10 lebih negara.

Dalam laporan BBC (6/5/2021) disebutkan bahwa satu versi tertentu dari varian India, yang disebut B.1.617.2 tampaknya lebih menular dari versi India lainnya, dan setidaknya mampu menular seperti varian Kent—sebutan lain untuk varian Inggris/B 117.

Namun peneliti belum menemukan bukti kuat kedua varian tersebut mampu menyebabkan infeksi jauh lebih serius. Sejauh ini, varian tersebut memiliki risiko yang sama dengan versi aslinya (Covid-19 lama) kepada orang tua atau memiliki penyakit bawaan.

Mutan Ganda

Seperti semua jenis virus, virus corona terus berubah di saat menular dari satu orang ke orang lain. Sebagian besar mutasi ini tidak mengubah signifikan pada perilaku virus, tetapi pada mutasi yang lain memicu agresivitas virus, penularannya lebih cepat, menimbulkan penyakit lebih parah, dan bahkan mampu menghindari vaksin.

Ilmuwan genom India telah mendeteksi apa yang disebut "varian ganda" dari novel coronavirus, penyebab Covid-19. Jeremy Kamil, ahli virologi di Pusat Ilmu Kesehatan Universitas Negeri Louisiana Shreveport, mengatakan mutasi ganda pada gen spike yang disebut E484Q varian India mirip dengan E484K pada varian B.1.351 (Afrika Selatan) dan P.1 (Brasil).

Meski demikian, mutasi ganda bukanlah sesuatu yang jarang terjadi. Dokter yang baru-baru ini ikut menulis studi tentang tujuh garis keturunan yang berkembang dari virus corona baru di AS itu mengaku sudah sering melihat virus bermutasi ganda. Bahkan virus yang dikumpulkan pada Maret 2021 dari Inggris memiliki sembilan mutasi.

Mutasi pada gen spike dapat membuat virus menjadi "lebih baik" dalam menginfeksi maupun menghindari antibodi atau vaksin yang ada pada manusia. Artinya, virus tersebut dapat menginfeksi kembali seseorang yang sudah sembuh dari Covid-19.

Infeksi ulang ini membuat virus mampu menembus kekebalan kelompok (herd immunity). Kekebalan kelompok terjadi ketika sebagian besar komunitas kebal terhadap penyakit melalui vaksinasi. Lagi-lagi yang rentan akibat tembusnya kekebalan kelompok adalah kalangan lansia atau orang dengan penyakit bawaan.

Jeremy Kamil tidak yakin varian ganda India lebih mematikan atau lebih menular, walaupun ia mengaku memerlukan lebih banyak data lagi. Varian tersebut juga belum tentu menjadi penyebab gelombang kedua Covid-19 di India.

Baca Juga: Membedakan Virus Corona Varian India dengan Covid-19 Biasa
Tidak Mudik agar Terhindar dari Tsunami Covid-19 seperti di India
Ibadah Ramadan Mesti Perketat Protokol Kesehatan, Berkaca dari Tsunami Covid-19 India

Negeri Hindustan melaporkan sebanyak 47.262 kasus dan 275 kematian pada satu hari di bulan Maret lalu, jumlah ini sebagai kasus harian paling tajam tahun ini.

Rakesh Mishra, direktur Center for Cellular and Molecular Biology (CCMB) berbasis di Hyderabad, mengatakan "varian ganda" telah ditemukan pada 20 persen kasus di Maharashtra, negara bagian di India yang mengalami lonjakan infeksi paling besar.

"Satu kecurigaan adalah bahwa varian ini adalah penyebab gelombang kedua infeksi India. Saya katakan tidak, 80 persen dari sampel yang kami susun tidak memiliki kombinasi mutan ini. Mutan ini hanya dikaitkan dengan 230 kasus di Maharashtra, dari sekian ribu sampel yang diurutkan,” ujar Rakesh Mishra.

Jeremy Kamil justru mengkhawatirkan varian Inggris atau Kent. Sebab, 736 varian Kent ditemukan dari 10.787 sampel yang diurutkan di India. Varian ini dinilai yang paling berkontribusi pada gelombang kedua di India.

Beberapa penelitian menunjukkan varian Inggris mungkin terkait dengan risiko kematian 30 persen lebih tinggi pada individu, walaupun bukti penelitian ini kurang meyakinkan. Penelitian lain menyebut varian Kent 50 persen lebih mudah menular dan 60 persen lebih mematikan.

Tetapi Kamil menilai, tsunami Covid-19 di India tak lepas dari faktor manusia sendiri. "Namun, sebagian besar itu adalah perilaku manusia yang mendorong gelombang kedua," kata Dr Kamil.

Para peneliti sepakat, cara untuk menghindari infeksi varian baru sama dengan saat menghadapi Covid-19 sebelumnya, yakni tetap selalu mencuci tangan, menjaga jarak, kenakan penutup wajah (masker), dan waspadai pada ventilasi udara yang buruk.

Sanggupkah Vaksin Melawan Varian Baru?

Vaksin yang ada saat ini dirancang untuk melawan Covid-19 sebelum virus corona bermutasi, walau para ilmuwan masih percaya bahwa vaksin tersebut masih berfungsi. Hanya saja potensinya jadi kurang baik. Hasil laboratorium awal dan data kehidupan nyata menunjukkan vaksin Pfizer dapat melindungi dari varian baru, meskipun sedikit kurang efektif.

Data dari tim vaksin Oxford-AstraZeneca menunjukkan bahwa vaksinnya melindungi dari varian Kent/Inggris, menawarkan sedikit perlindungan terhadap varian Afrika Selatan. Beberapa hasil awal menunjukkan vaksin Moderna efektif melawan varian Afrika Selatan, meskipun respons imun yang dipicu mungkin lebih lemah dan berumur pendek.

Di sisi lain, para ahli yakin vaksin yang ada dapat dirancang ulang untuk mengatasi mutasi. Dalam hal ini, Pemerintah Inggris dilaporkan akan bekerja sama dengan perusahaan biofarmasi CureVac untuk mengembangkan vaksin yang mampu menghadapi varian masa depan. Inggris telah memesan 50 juta dosis di muka.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//