• Berita
  • Astronom ITB Jelaskan Sebab Bulan Warna Merah saat Terjadi Gerhana

Astronom ITB Jelaskan Sebab Bulan Warna Merah saat Terjadi Gerhana

Tahun ini ada dua kali gerhana bulan, yakni Gerhana Bulan Total (GBT) dan Gerhana Bulan Sebagian (GBS).

Observatorium Bosscha ITB, Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Rabu (26/5/2021), pusat riset astronomi ini akan menayangkan pengamatan gerhana bulan total secara virtual. (Dok ITB)

Penulis Iman Herdiana26 Mei 2021


BandungBergerak.idPetang ini, Rabu (26/05/2021), langit akan memamerkan fenomena langkanya, yaitu gerhana bulan total (BMT), yakni ketika bentuk bulan berubah menjadi lebih besar dari biasanya dan berwarna merah darah. Fenomena ini disebut kategori Super Blood Moon.

Observatorium Bosscha ITB yang berlokasi di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, sudah menyiapkan peneropongan gerhana secara virtual. Masayarakat tidak perlu datang ke Bosscha demi menghindari kerumunan di massa pandemi Covid-19. Masyarakat bisa menyaksikannya di rumah masing-masing dengan menonton Virtual Langit Malam (PVLM) di channel Youtube Bosscha Observatory dan Slido mulai pulul 17.00 WIB.

Yatny Yulianty, peneliti di Observatorium Bosscha, menjelaskan gerhana berlangsung karena matahari, bumi, dan bulan berada pada posisi sejajar. Hal ini dikarenakan bulan bergerak mengelilingi bumi sesuai orbit (garis edar).

“Peristiwa gerhana bulan itu (merupakan) peristiwa yang sebetulnya bersiklus, berulang, karena ketiga benda tadi akan bergerak dalam satu keharmonisan,” ujar Yatny Yulianty, dikutip dari laman resmi ITB, Senin (24/5/2021).

Keistimewaan GBT kali ini adalah terjadi saat bulan berada dalam posisi terdekat dengan bumi. Karena bentuk orbit bulan terhadap bumi adalah elip, bukan lingkaran sempurna, menyebabkan penampakan bulan pada 26 Mei 2021 akan sedikit lebih besar daripada biasanya, dan warnanya akan tampak lebih terang sebelum terjadi GBT.

Ada alasan khusus mengapa GBT sekarang disebut "Super Blood Moon". Ini disebabkan oleh cahaya matahari yang dihamburkan oleh debu dan molekul di atmosfer bumi. Warna biru terhamburkan lebih kuat sedangkan warna merah dapat melintasi atmosfer bumi dan sampai ke permukaan bulan.

Tingkat kegelapan gerhana bulan ini dapat memberikan beberapa informasi penting. Astronom Bosscha, Agus Triono mengatakan warna bulan saat mengalami gerhana juga dipengaruhi kadar polutan di atmosfer, termasuk tingkat kegelapan warna purnamanya.

“Nanti ketika gerhana bulan terjadi dengan asumsi cuaca memungkinkan, itu (warna) bulan akan menggelap. Jadi (bulan) purnama yang biasanya putih akan berubah menjadi gelap. Nah, gelapnya itu nanti bergantung pada kondisi atmosfer,” tutur Agus Triono.

Selain itu, faktor lain yang memengaruhi warna bulan ada pada lokasi pengamatan saat GBT, yakni banyaknya kandungan uap air, polutan udara sebagai hasil pembakaran, asap pabrik atau asap kendaraan bermotor; dan debu atau abu letusan gunung berapi. Ketika kandungan material tersebut semakin banyak maka bulan akan tampak semakin gelap.

Proses terjadinya gerhana sendiri dimulai saat bulan memasuki fase gerhana (bulan memasuki bayangan umbra bumi) pada pukul 16.44 WIB. Pada saat itu bulan belum terlihat di wilayah Indonesia bagian Barat karena masih di bawah ufuk, tetapi bulan sudah terbit di wilayah Indonesia bagian Timur.

Fase GBT terjadi pada pukul 18.11 WIB dan berlangsung selama 14 menit sehingga pada pukul 18.11-18.29 WIB bulan akan terlihat kemerahan. Gerhana bulan benar-benar berakhir pada pukul 20.49 WIB.

Baca Juga: Rektor ITB Periode 1988-1997 Wiranto Arismunandar Berpulang
ITB Mulai Terapkan Kuliah Hybrid, Mahasiswa Dites Covid-19

Dua Kali Gerhana

Yatny Yulianty mengatakan, gerhana bulan tahun ini akan terjadi dua kali, yakni Gerhana Bulan Total (GBT) pada 26 Mei 2021 dan Gerhana Bulan Sebagian (GBS) pada 19 November 2021. "Jadi (gerhana bulan merupakan) sebuah fenomena alam yang akan berulang dan sekarang sudah bisa dengan sangat baik diprediksi kapan akan terjadi lagi, kapan gerhana berikutnya terjadi lagi, di mana kita bisa melihatnya, itu sudah sangat bisa diprediksi secara astronomi," terang Yatni.

Gerhana terdiri dari tiga jenis, yaitu gerhana bulan total, sebagian, dan penumbra. GBT dapat diamati dalam interval waktu 2,5 tahun sekali. Gerhana bulan total terakhir yang terjadi di Indonesia adalah pada 2018.

Agus Triono menjelaskan, gerhana bulan total terjadi ketika hanya sebagian saja bayangan bumi yang menutupi bulan sedangkan gerhana bulan penumbra sulit dilihat secara kasat mata karena tidak terlalu berbeda dengan bulan purnama.

“Terjadinya gerhana bulan tergantung pada konfigurasi bagaimana posisi bulan relatif terhadap bumi dan matahari atau posisi bumi relatif terhadap bulan dan matahari. Disebut (gerhana bulan) total kalau misalnya bayangan (inti) bumi (umbra) secara total menutupi bulan kalau kita lihat dari arah kita, dari sudut pandang kita,” jelas Agus Triono.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//