Uluwatu Orchestra UI Garap Film Musikal Sangkuriang Bersama Komunitas Tunarungu
Film ini tetap akan mengekspos sindrom oedipus complex yang dialami Sangkuriang. Disabilitas tunarungu dilibatkan.
Penulis Iman Herdiana10 Juni 2021
BandungBergerak.id - Legenda Sangkuriang mengilhami Uluwatu Orchestra Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (Fasilkom UI) memproduksi film musikal Sangkuriang Karsa Bersatu. Film ini memadukan teknologi baru agar bisa dinikmati semua kalangan, termasuk warga disabilitas tunarungu.
Karsa Bersatu kependekan dari Kreasi Artistik Sinema musikal Berbantuan SIBI bagi Tunarungu. SIBI adalah SIBI Sistem Isyarat Bahasa Indonesia. Dalam produksi film Sangkuriang Karsa Bersatu, teknologi SIBI digunakan untuk menterjemahkan dialog dan lirik film Sangkuriang.
Sebagai film musikal, Uluwatu Orchestra melakukan produksi film Sangkuriang ini dengan sentuhan orkestra. Saat ini, Uluwatu Orchestra masih melakukan proses syuting. Film rencananya diputar 28 Oktober 2021 pada acara puncak Dies Natalis ke-35 Fasilkom UI.
Dari sisi cerita, film ini tidak jauh berbeda dengan naskah tradisionalnya tentang Sangkuriang. Film ini tetap akan mengekspos tentang sindrom oedipus complex yang dialami oleh jawara asal tanah Sunda, Sangkuriang.
"Hal yang membedakan adalah adanya visualisasi ikatan pernikahan antara Dayang Sumbi dan Tumang (anjing yang merupakan ayah dari Sangkuriang)," ungkap Aya Prakoso, Direktur Program Uluwatu Orchestra Fasilkom UI, mengutip laman resmi UI, Kamis (10/6/2021).
Nantinya, peran Tumang menjadi unsur yang sentral. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Tim Produksi Uluwatu, karena secara fisik Tumang tidak diperankan oleh seorang aktor. Selain itu, pada kisah aslinya, peran Tumang tidaklah terlalu signifikan dalam narasi cerita, sehingga mengekspos Tumang menjadi sebuah pilihan yang cukup menantang.
Pertunjukan film ini akan dibalut dengan sembilan lagu bernuansa kontemporer, perpaduan antara musik modern dengan musik klasik yang akan mengiringi adegan-adegan bernuasa tragedi.
Film musikal Sangkuriang diproduseri oleh Panca Hadi Putra, dan dibintangi oleh aktor/penyanyi Fasilkom UI, di antaranya Kay Lee Rudaina (Fasilkom 2021), Aya Prakoso (Sekretaris Pimpinan Fasilkom UI dan Aktivis Seni), serta menggandeng aktor dari LSPR Communication and Business Institute, M. Raffi Ankelie Ekuin.
Produksi film berkolaborasi dengan para penari dari komunitas tari Fasilkom UI, Binari dan LSPR Communication and Business Institute. Dalam bidang penata musik, Pradya Brahmaputra bertindak sebagai music director, Rizky Indrayadi sebagai music producer, dan Dio Nugroho sebagai audio engineer.
Uluwatu Orchestra adalah komunitas seni di Fasilkom UI yang dikelola di bawah pengawasan dekanat. Setiap tahunnya, Uluwatu menampilkan pergelaran seni dalam menyambut kegiatan Dies Natalis Fasilkom. Dimulai dari pertunjukan Gita Cinta dari SMA yang dilakukan secara virtual di tahun lalu.
Baca Juga: Pancasila dari Rakyat (2): Ajaran Sukarno di Permakaman Belanda
Pelaku Seni Jawa Barat sama dengan UMKM Perlu Stimulus Ekonomi
Merangkul Tunarungu
Achmad Nizar Hidayanto, Wakil Dekan Bidang Sumber Daya, Ventura dan Administrasi Umum Fasilkom UI, mengatakan bahwa yang spesial dari pertunjukan Uluwatu Orchestra tahun ini adalah penggunaan teknologi yang dapat merangkul tunarungu.
Teknologi ini merupakan buah karya riset dari dosen Fasilkom UI, Erdefi Rakun, yang menyatukan dua varian yang berbeda. Seni dan teknologi menjadi tantangan bagi Uluwatu Orchestra sebagai upaya kolaboratif untuk mencari solusi agar media baru mampu berkontribusi dan lebih bermakna bagi sesama.
Selain itu, film musikal Sangkuriang Uluwatu Orchestra Fasilkom UI melibatkan aktor, penyanyi, penari dan musisi dari lintas disiplin yang meleburkan diri.
“Perpaduan seni pertunjukan dengan teknologi terkini yang tahun ini akan dihelat oleh Uluwatu Orchestra Fasilkom UI diharapkan dapat merangkul tunarungu yang memilki hambatan pendengaran tetap dapat menikmati alur cerita film dengan baik”, ujar Erdefi Rakun.
Teknologi yang digunakan adalah sebuah aplikasi penerjemah teks bahasa Indonesia menjadi gerakan SIBI yang mampu menterjemahkan dialog dan lirik lagu-lagu yang dibawakan oleh para aktor/penyanyi melalui animasi tiga dimensi.
Selain itu, produksi film juga melibatkan warga disabilitas tunarungu untuk membantu pembuatan aransemen musik. Erdefi nebjelaskan, penyandang tunarungu sangat memungkin/berpotensi membuat aransemen musik yang baik karena pada dasarnya mereka hanya memilki keterbatasan pendengaran.
"Tetapi secara kemampuan/intelegensi tunarungu tidak berbeda. Justru mereka lebih ulet dan tekun dan tidak mudah terdistraksi. Tentu dengan teknologi kita perlu membantu mereka untuk “mendengar" musik ewat indra lainnya,” ujar Erdefi.
Melalui kerja kolaborasi dengan berbagai pihak, pertunjukan Uluwatu Ochestra Fasilkom UI nantinya mencoba memperlihatkan bagaimana kehidupan manusia menjadi lebih bermakna ketika membangun hubungan dengan berbagai entitas, yakni seni dan teknologi, dalam jalinan simbiotik.