Banyak Jalan Mengharumkan Citarum

Sebelum program Citarum Harum, ada program Citarum Bergetar, lalu Citarum Bestari dengan fokus pengentasan pencemaran air agar air Sungai Citarum bisa diminum.

Warga menjaring ikan di aliran pembuangan limbah industri di Sungai Citarum, Desa Citeureup, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 30 Mei 2021. Sungai yang menjadi salah satu sungai paling tercemar di dunia ini masih belum bebas dari pencemaran limbah. Ada 1.900 pabrik di sepanjang aliran sungai di mana 90 persen pabrik tak miliki pengolah limbah yang ideal. (Foto: Prima Mulia)

Penulis Iman Herdiana13 Juni 2021


BandungBergerak.idSungai Citarum terus menjadi perhatian nasional. Baru-baru ini, Daerah Aliran Sungai Citarum masuk Sistem Monitoring dan Evaluasi (Sismonev) Kantor Staf Presiden (KSP). Tenaga Ahli Madya KSP Hery Suhartono mengatakan, tujuan Sismonev untuk membantu program prioritas presiden agar tercapai.

Dengan kata lain, Sungai Citarum yang kini ditangani program Citarum Harum masih dalam prioritas presiden. Meski demikian, Hery menepis kalau KSP nantinya menjadi mandor untuk program penyelamatan lingkungan sungai terpanjang di Jawa Barat yang disebut salah satu sungai paling tercemar dan kotor di dunia.

“Kami bukan mandor yang melototin, kami hanya memastikan targetnya tercapai kalau ada kesulitan antisipasi lebih awal. Jadi seperti early warning. Kalau ada masalah bottle neck dalam perjalanannya, kami bisa bantu mencari solusi,” ujar Hery Suhartono, usai diskusi Sismonev di Command Center Satgas Citarum Harum, Kota Bandung, dalam siaran pers, Rabu (2/6/2021).

Hery mengatakan, dalam prosesnya laporan dan target pokja di Citarum Harum untuk sementara sesuai dengan harapan. Begitu pula dengan koordinasi bersama Sekretariat Satgas Citarum Harum.

Menurutnya, Satgas Citarum Harum memiliki banyak Pokja yang substansinya berbeda-beda, dengan pola dan standar operasi yang berbeda-beda pula. Maka, untuk mencapai titik temu, diperlukan Sismonev.

Hery mengatakan, pihaknya terus berkomunikasi dengan Satgas Citarum. "Memang inilah prosesnya karena KSP baru tahun ini memberikan perhatian khusus pada Citarum Harum.

Makanya kita masukan dalam Sismonev supaya bisa jadi contoh bagi DAS yang lain. Kita punya 15 DAS prioritas, kalau Citarum berhasil bisa jadi model," ucapnya.

Sebanyak 15 DAS yang dimaksud Hery sebagai DAS prioritas nasional untuk direhabilitasi yaitu Asahan Toba, Siak, Musi, Sekampung, Ciliwung, Cisadane, Serayu, Solo, Brantas, Kapuas, Moyo, Limboto, Saddang, Jeneberang, termasuk Citarum.

Terpisah, Ketua Harian Sekretariat Satgas Citarum Prima Mayaningtias mendukung sepenuhnya langkah KSP terkait Sismonev dalam program Citarum Harum. Hal itu demi tercapainya target program. “Kami dukung, karena ini masalahnya kan koordinasi dan sinergitas program,” ucapnya.

Baca Juga: Setelah Dana Triliunan Rupiah, setelah Tiga Tahun Citarum Harum, Kenapa Banjir Bandung Selatan Masih Terus Terjadi?
DAS Citarum Kritis, Luas Hutan Penyangga Tinggal 10 Persen

DAS Citarum dari Program ke Program

Sebelum KSP masuk, sudah lama DAS Citarum menjadi pusat perhatian banyak pihak, berikut rasa prihatin dan kesedihan terhadap nasib sungai sepanjang 269 kilometer yang membentang antara Bandung - Bekasi.

Perhatian itu bahkan datang dari luar negeri. Misalnya, pada 2013 Green Cross Swizerland dan Blacksmith Institute membenarkan bahwa Sungai Citarum menjadi salah satu tempat tercemar dan terkotor di dunia, seperti dikutip dari artikel "Sungai Citarum, Predikat Sungai Tercemar di Dunia. Bagaimana Solusinya?" di laman Konservasi DAS UGM yang diakses Sabtu (12/6/2021) malam.

Artikel yang ditulis Aulia Putra Daulay itu berusaha merangkum kompleksitas permasalahan DAS Citarum. Disebutkan, Sungai Citarum mempunyai tiga masalah utama. Pada bagian hulu DAS, terdapat lahan kritis yang kerap kali memberikan masukan erosi tanah, selanjutnya mengalir pada sepanjang aliran dan mengendap. Sedimentasi yang menumpuk tersebut menyebabkan potensi bencana banjir ketika musim penghujan datang.

Dari sisi kualitas air, sungai ini sungguh kritis. Aliran air di sepanjang sungai mengalami penurunan kualitas karena banyaknya erosi serta ditambah pencemaran kotoran ternak, limbah rumah tangga, dan limbah pabrik. "Berbagai senyawa beracun pun ikut muncul di DAS Citarum yang tentunya berdampak buruk pada wilayah serta 35 juta orang di 13 Kabupaten/kota yang dilaluinya," ungkap Aulia.

Aulia Putra Daulay menukil penelitian yang dilakukan Greenpeace Asia Tenggara dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat yang menemukan bahwa logam berat yang berasal dari limbah pabrik telah menjadi kontaminan utama Sungai Citarum. Hal ini diperparah dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan.

Marak alih fungsi lahan. Area DAS yang tadinya hijau, berubah menjadi perumahan, pabrik, lahan pertanian. Belum lagi dengan perilaku membuang sampah ke sungai yang sudah menjadi tradisi.

Aulia mencatat beberapa implementasi program dari Pemprov Jawa Barat seperti “Citarum Bergetar (2000-2003)” dengan fokus program yakni pengendalian pencemaran, selanjutnya “Citarum Bestari (2013)” dengan fokus pengentasan masalah pencemaran air serta mewujudkan air Sungai Citarum Layak Minum dalam lima tahun.

"Pada kenyataannya, kedua program tersebut gagal dipenuhi dan tidak dapat diimplementasikan dengan sempurna." Program terbaru yang dirilis 2018 dan didorong langsung oleh Presiden Joko Widodo yakni “Citarum Harum”. Sejak program “Citarum Bergetar”, masuk ke “Citarum Bestari", dan kini "Citarum Harum", tujuannya sama, yaitu memulihkan DAS Citarum.

Namun program yang digencarkan seringkali mengalami kendala dalam pelaksanaan, mengingat DAS Citarum yang melewati 13 Kabupaten/Kota memerlukan koordinasi yang kuat dalam membumikan program. Sebagai contoh, masalah sampah yang kerap menjadi bola ping pong antar-kabupaten/kota.

Aulia merekomendasikan pentingnya koordinasi yang melibatkan semua pemangku kepentingan, agar mereka mengerti akan makna tanggung jawab bersama dalam mengelola DAS Citarum yang sebenarnya sumber kehidupan bagi puluhan juta pendidik di sekitar DAS.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//