• Berita
  • Saatnya Bandung Pengetatan seperti PSBB

Saatnya Bandung Pengetatan seperti PSBB

Pemerintah setempat mesti konsisten jalankan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Skala Mikro (PPKM).

Petugas RSHS membawa pasien terkonfirmasi Covid-19 ke IGD khusus, sementara pasien bergejala lain menunggu di area zona merah sambil menunggu screening pemeriksaan , 13 Juni 2021. Bed Occupancy Rate Covid-19 di rumah-sakit di Jawa Barat sebesar 68 persen, sedangkan untuk Bandung Raya melonjak sampai 85 persen pasca libur lebaran. (Foto: Prima Mulia)

Penulis Iman Herdiana13 Juni 2021


BandungBergerak.idPemerintah Kota Bandung maupun Provinsi Jawa Barat direkomendasikan melakukan pengetatan-pengetatan pencegahan Covid-19, di tengah semakin tingginya laju infeksi. Sejumlah tempat yang masuk kategori risiko tinggi terjadinya penularan, disarankan ditutup, demikian rekomendasi ahli epidemologi matematika ITB, Nuning Nuraini, Minggu (13/6/2021).

Nuning Nuraini yang aktif melakukan simulasi matematika menghitung laju pandemi Covid-19 sejak awal pandemi tahun lalu, mengatakan model pengetatan yang bisa dilakukan pemerintah seperti pengetatan yang pernah dilakukan di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Kurang lebih begitu (seperti PSBB)," kata Nuning. Namun, pengetatan ini bisa dilakukan berdasarkan skala potensi risiko. Misalnya, pengetatan dilakukan terhadap tempat-tempat yang berpotensi menimbulkan kerumunan dan risiko tinggi.

"Pengetatan kebijakan pada kegiatan yang berpotensi kerumunan," katanya. Menurutnya, pengetatan berupa penutupan perlu dilakukan pada tempat dengan potensi tingkat penyebaran Covid-19 risiko tinggi, seperti bioskop dan sejenisnya.

Sementara pembatasan bisa dilakukan pada mal, aturan pernikaha, pemberlakuan kembali kerja di rumah, pengurangan mobilitas, dan potensi-potensi keramaian lainnya. Nuning juga menyarankan agar pemerintah setempat konsisten menjalankan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Skala Mikro (PPKM). "PPKM kembali digalakkan. Misalnya, ada pendatang (diperketat)," katanya.

Tentunya kebijakan pengetatan tersebut dibarengi dengan penggunaan protokol kesehatan 3M atau 5M, seperti menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan seterusnya.

BOR Bandung 85 Persen

Naiknya kasus Covid-19 Kota Bandung dapat dilihat dari Bed Occupancy Rate (BOR) atau keterisiaan ranjang khusus Covid-19 di rumah sakit yang saat ini, Minggu (13/6/2021) mencapai 85 persen.

Presiden Joko Widodo bahkan meminta memperbanyak tempat tidur khusus Covid-19 di rumah sakit-rumah sakit yang ada di Kota Bandung. Permintaan presiden tersebut wajar, mengingat Bandung merupakan Ibu Kota Provinsi Jawa Barat yang memiliki fasilitas kesehatan lengkap dan menjadi pusat rujukan Covid-19.

"Kota Bandung memang walau pun sudah di angka 85 persen, tapi yang terbanyak itu yang (warga) dari luar Kota Bandung sebanyak 56 persen," kata Wali Kota Bandung, Oded M. Danial, dalam keterangan pers.

Dalam kesempatan tersebut, Oded telah mengikuti Video Confrence Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) terkait Penanganan Covid-19 dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Skala Mikro (PPKM Mikro), untuk menerima arahan dari Presiden Joko Widodo.

Baca Juga: Pandemi Covid-19 Bandung Raya: Konformasi Kasus Aktif Mencapai 3.551 Orang
Nama Varian Baru Virus Corona untuk Hindari Stigma
Varian Baru Covid-19 Diduga Menjangkit Perumahan di Bogor, Prokes Perlu Diperketat

Di tempat terpisah, Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil melaporkan hasil tinjauannya ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung dan Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak (RSKIA), Bandung, yang mengalami peningkatan pasien Covid-19.

Kedua rumah sakit tersebut merupakan rujukan utama Covid-19 di Bandung. Ridwan Kamil menyatakan, lonjakan pasien Covid-19 akibat libur panjang lebaran 2021 pada Mei lalu, yang masa inkubasinya bulan Juni ini.

"Terjadi lonjakan pascalibur Lebaran yang masa inkubasinya jatuh di minggu-minggu ini. Ini menunjukkan bahwa ketidaktaatan pada imbauan (untuk tidak) mudik membawa kemudaratan seperti ini. Jadi intinya ada kenaikan, tapi masih relatif terkendali,” kata Ridwan Kamil.

Menurutnya, jika pada lebaran lalu masyarakat taat menjalankan aturan pengetatan, maka tidak akan terjadi lonjakan seperti sekarang. "Jadi ini tolong diulas di media pentingnya ketaatan itu. Kenapa? karena data pada hari Lebarannya itu rendah. Salah satu persentase (kasus) terendah itu justru di hari Lebaran. Sekarang ada kenaikan," tambahnya.

Ia juga melaporkan, rata-rata tingkat keterisian rumah sakit rujukan COVID-19 di Jabar mencapai 68 persen. Ia menyingung BOR Kota Bandung yang mencapai 85 persen.
akibat lonjakan pasien dari luar Bandung

BOR RSHS

RSHS sebagai pusat rujukan Covid-19 di Jawa Barat mengalami keterisian untuk ruang isolasi non-Instalasi Gawat Darurat (IGD) di angka 64 persen. Ruang isolasi non-ICU diperuntukkan bagi pasien Covid-19 dengan gejala sedang. Sementara keterisian ruang isolasi IGD (gejala berat) mencapai 80 persen.

Dengan angka BOR RSHS tersebut, sisa ranjang pasien Covid-19 yang tersedia di rumah sakit pelat merah tersebut tinggal 26 persen. Menurut Ridwan Kamil, jumlah ranjang masih bisa ditingkatkan menjadi 40 persen kalau masih terjadi lonjakan pasien. RSHS juga tengah siap-siap melakukan pergeseran sekitar hampir 200 ranjang untuk dikonversi menjadi tempat perawatan pasien Covid-19.

Ada beberapa skenario yang akan dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam menghadapi lonjakan pasien Covid-19, selain menyiapkan ruang-ruang isolasi tambahan di rumah sakit maupun non-rumah sakit. Skenario tersebut, yaitu melakukan sejumlah pengetatan kegiatan sosial.

Saat ini, kata Ridwan Kamil, pihaknya sedang mengkaji sejumlah pembatasan, antara lain, perusahaan-perusahaan kembali menerapkan kerja di rumah (WFH), pembatasan acara nikahan, dan potensi-potensi kerumunan lainnya.

"Termasuk pengetatan-pengetatan yang memang akan jadi pola. Jadi jangan kaget, kalau kasus naik, maka akan diperketat. Mudah-mudahan bisa turun seperti sebelum Lebaran,” harap Ridwan Kamil.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//