• Berita
  • Kesenjangan Internet Jelang Era 5G

Kesenjangan Internet Jelang Era 5G

Pada 16 Juli 2020, bertepatan dengan pandemi gelombang tahun pertama, Pemprov Jabar merilis terdapat 1.300 titik blank spot di Jawa Barat.

Peluncuran jaringan internet 5G di Bandung dilakukan Telkomsel di kampus Telkom University, pekan lalu, Senin (7/6/2021). (Foto: Humas Pemkot Bandung)

Penulis Iman Herdiana14 Juni 2021


BandungBergerak.idJaringan internet 5G hadir di lokasi tertentu di 5 kota di Indonesia, yakni Bandung, Jakarta, Medan, Surakarta, dan Balikpapan. Peluncuran jaringan internet 5G di Bandung dilakukan Telkomsel di kampus Telkom University, pekan lalu, Senin (7/6/2021).

Hadirnya jaringan internet 5G terutama akan disambut masyarakat perkotaan, khususnya di 5 kota yang menjadi lokasi peluncuran oleh Telkomsel. Sebab hadirnya jaringan pasca-4G tersebut akan meningkatkan kecepatan akses internet.

Di Bandung, jaringan 5G baru bisa diakses di dua kampus, yakni ITB dan Telkom University. Wakil Wali Kota Bandung, Yana Mulayana berharap, Pemkot Bandung bisa segera memperoleh konektivitas 5G juga, dengan dalih untuk mendukung kebutuhan pelayanan publik.

Apalagi di masa pandemi Covid-19, kata Yana, di mana internet mampu meminimalisir pertemuan tatap muka langsung. "Di Bandung itu baru di ITB saja. Kita berharap di kantor milik Pemkot bisa dikembangkan," tambah Yana, pada siaran pers tentang Peresmian Konektivitas 5G Telkomsel, di Telkom University, Jalan Bojongsoang Kabupaten Bandung, Senin (7/6/2021).

Di masa pandemi Covid-19, kehadiran internet dengan kecepatan tinggi sangat diperlukan oleh semua pelajar di Indonesia yang mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ). PJJ merupakan langkah pencegahan Covid-19 dengan menghindari interaksi tatap muka.

Di sisi lain, masih banyak daerah yang belum tersentuh akses internet. Jangankan 5G, daerah-daerah yang berada di zona blank spot sama sekali tidak bisa mengakses dunia virtual. Zona-zona blank spot ini tersebar di seluruh Indonesia, tak terkecuali di Jawa Barat.

Pada 16 Juli 2020, bertepatan dengan pandemi gelombang tahun pertama, Pemprov Jabar merilis terdapat 1.300 titik blank spot di Jawa Barat. Para pelajar di titik blank spot ini tidak bisa melaksanakan PJJ karena ketiadaan jaringan internet.

Kebanyakan mereka tinggal di perkampungan atau desa sekitar hutan atau pegunungan. Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat kemudian menjalankan sistem belajar luring lewat kunjungan guru, dengan materi pelajaran dikirim via Pos.

Baca Juga: Kesenjangan Akses Internet di Era Cakap Digital
SAFEnet: Kriminalisasi dan Serangan Digital Marak

Kebijakan PJJ yang digulirkan Kemendikbud RI itu terganjal infrastruktur, baik listrik maupun jaringan internet. SAFEnet melalui “Laporan Situasi Hak-hak Digital Indonesia 2020: Represi Digital di Tengah Pandemi April 2021” mengungkap, pada Juli 2020 Kemendikbud menyebutkan sebanyak 8.522 sekolah di Indonesia belum teraliri listrik. Sementara 42.159 sekolah belum mendapatkan akses Internet.

Tiga bulan setelahnya, Kemendikbud menyatakan ada 12.000 sekolah tidak memiliki akses Internet. Sementara itu ada 48.000 sekolah memiliki akses Internet, tetapi kualitasnya buruk. Sebagian besar berada di perdesaan yang merupakan wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar.

Di luar masalah infrastruktur, tidak sedikit pelajar di pelosok yang tidak bisa mengikuti PJJ karena tidak memiliki ponsel pintar (smartphone) atau perangkat untuk mengakses Internet.

Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Insitut Teknologi Bandung (ITB), Mohammad Ridwan Effendi, mengatakan Indonesia sudah siap untuk mengimplementasikan jaringan internet 5G. Namun, dari sisi infrastruktur memang masih perlu persiapan lebih matang, apalagi ke daerah-daerah pelosok.

Mohammad Ridwan Effendi mengatakan, jaringan 5G sangat memerlukan fibernisasi yang menyambungkan fiber dari BTS ke core network. Syarat ini baru bisa dipenuhi di perkotaan.

“Diharapkan daerah-daerah pelosok juga bisa mendapatkan hal itu, dimulai dari daerah-daerah pariwisata, daerah potensi pariwisata, dan calon ibukota negara,” ujarnya, dikutip dari laman resmi ITB.

Selain itu, Ridwan menjelaskan jaringan 5G memerlukan peningkatan penyediaan frekuensi. Idealnya, jaringan 5G memiliki frekuensi sebesar 100 MHz. Sayangnya, operator penyedia jaringan saat ini masih menyediakan frekuensi 30 MHz.

Meski demikian, tidak semua daerah membutuhkan 5G. Ada beberapa daerah yang cukup dengan jaringan 4G. Hanya saja, sudah banyak daerah di Indonesia yang membutuhkan 5G terutama daerah industri dan residensial. Jaringan 5G juga diperlukan untuk wilayah-wilayah padat penduduk yang memerlukan peningkatan kecepatan bandwidth-nya.

Kehadiran jaringan 5G yang diluncurkan Telkomsel tentu kabar baik. Akan kabar ini menjadi lebih baik lagi jika dibarengi dengan memerataan akses internet.

 

Editor: Redaksi

COMMENTS

//