• Kampus
  • Keberagaman Indonesia dalam Menu Kuliner

Keberagaman Indonesia dalam Menu Kuliner

Dalam jamuan kenegaraan ala Sukarno ada minuman Sang Saka, terbuat dari kombinasi kolang kaling merah dengan serutan kelapa muda berwarna putih.

Acara virtual Prodi Pendidikan Tata Boga UPI angkatan 2018 bertajuk Gamananta Boga 2021, Rabu (16/6/2021). (Dok UPI)

Penulis Iman Herdiana19 Juni 2021


BandungBergerak.idTak perlu disangkal lagi bahwa Indonesia adalah negeri yang penuh keberagaman. Keragaman kuliner nusantara, sebagaimana perbedaan identitas lainnya, menjadi kekayaan yang patut disukuri sebagai bagian dari identitas bangsa.

Yulia Rahmawati, Ketua Prodi Pendidikan Tata Boga FPTK UPI, dalam artikel “Boga Refleksi Bangsa” menuturkan, kuliner nusantara sebagai bagian dari identitas bangsa disadari betul oleh pendiri bangsa. Di awal tahun 1960-an, Presiden Sukarno sering menyuguhkan makanan minuman khas Indonesia kala menjamu tamu negara.

Yulia bercerita, dalam jamuan kenegaraan ala Sukarno ada minuman bernama Sang Saka. Minuman ini terbuat dari kombinasi kolang kaling merah dengan serutan kelapa muda berwarna putih. Minuman disuguhkan dalam gelas berlogo istana dan Garuda Pancasila.

“Seolah ada Sang Saka Merah Putih berkibar di atas meja,” ungkap Yulia Rahmawati, dikutip dari laman resmi UPI, Sabtu (19/6/2021). Menurutnya, salah satu menu makanan yang menjadi favorit Sukarno adalah lodeh rebung dan irisan tempe.

Karena kuliner sebagai identitas bangsa, kata Yulia, tentu setiap negara memiliki ciri jenis makanan khas masing-masing. Tetapi secara historis, makanan Indonesia disebutnya memiliki tradisi kuliner paling kaya. Hampir semua kuliner khas Indonesia kaya dengan bumbu tradisional yang berasal dari tumbuhan di berbagai pelosok Nusantara.

“Menurut sejarah, jejak kuliner Indonesia telah didapati dalam sejumlah prasasti abad ke-8 sampai ke-10 Masehi,” catatnya.

Ketika itu, istilah boga telah dikenal, yakni makanan yang berhubungan dengan dapur yang dibuat dengan sentuhan seni dan memberikan kenikmatan. Hal itu banyak didapati pada prasasti Jawa dan Sumatra.

Ia menilai, pada zaman milenial seperti sekarang ini, peran boga dan jenis kuliner mendapatkan tempat yang semakin baik. Kuliner sebagai hasil olahan berupa masakan atau minuman, tak dapat dipisahkan dengan gaya hidup masyarakat.

Bahkan Yulia mencatat, makanan memiliki makna lebih dari sekadar pemenuhan kebutuhan pokok. Makanan memiliki kelas yang beragam, mulai dari makanan sederhana yang dihidangkan di rumah atau emperan pinggiran jalan sampai makanan mahal yang berkelas tinggi dan mewah yang disajikan di restoran dan hotel berbintang.

“Profesi pengolahnya pun beragam mulai dari tukang masak, juru dapur di warung sempit, atau koki di resoran sederhana, sampai chef berkaliber nasional dan internasional di restoran mahal dan hotel berbintang,” ungkapnya.

Perkembangan kuliner terus belanjut di era digital, dengan munculnya fenomena mencicipi hidangan sebagai pengalaman yang dapat memberikan emosi dan keajaiban. Makanan dianggap sebagai karya seni yang nyata yang dibuat oleh koki kreatif dan inspiratif.

Baca Juga: Lebaran di Bandung Dulu dan Kini (2): Kuliner dari Masjid Diantar ke Tetangga Sekampung
Sukarno dan Suharto Sama-sama Wariskan Buku Masakan di Akhir Kekuasan

Lomba Kuliner Virtual

Kuliner Indonesia memiliki kekuatan yang khas, kata Chef Degan Septoadji. Menurutnya, masakan Indonesia memiliki teknik yang sangat rumit, dilengkapi bumbu-bumbu dasar yang menarik. Bahkan makanan Indonesia tidak kalah dibandingkan kuliner luar negeri, Eropa, misalnya. Sebut saja rendang, sate, soto, nasi goreng, gado-gado yang masuk dalam daftar kuliner otentik Indonesia di level internasional.

Ia mengajak insan kuliner Indonesia untuk bangga dan menghargai makanan Indonesia. Dari makanan, orang bisa mengenal budaya. ““Makanan dan makan bisa mendekatkan kita dengan budaya. Makanan itu juga memiliki sejarah dan cerita,” terang Degan Septoadji, yang menjadi juri acara Prodi Pendidikan Tata Boga UPI angkatan 2018 bertajuk Gamananta Boga 2021.

Dalam kesempatan tersebut, Degan Septoadji sebagai juri acara Ujian Akhir Mata Kuliah Cipta Karya Boga UPI. Gamananta sendiri berasal dari kata gama/gamadi (pengelana), dan kata ananta (tanpa batas). Gamananta dapat diartikan generasi muda sebagai pengelana yang menjelajahi kuliner nusantara (tanpa batas).

Gamananta Boga 2021 yang dilaksanakan Rabu (16/6/2021) itu terdiri atas serangkaian acara yang dimulai dari talkshow, menampilkan video hasil praktik mahasiswa Prodi Pendidikan Tata Boga Angkatan 2018, serta berbagai lomba, yaitu food plating, food vlogger, dan lomba tiktok memasak hidangan nusantara.

Semua kegiatan digelar secara virtual. Acara ini menunjukkan era teknologi digital sangat memengaruhi perkembangan kuliner, di samping pandemi Covid-19 yang “melarang” kegiatan tatap muka. Teknologi digital sekaligus memotong kelaziman tradisi kuliner di zaman sebelumnya, di mana pameran maupun lomba kuliner selalu diselenggarakan langsung atau tatap muka.

Acara tersebut diakhiri pengumuman pemenang lomba Gamananta Boga 2021, dan peluncuran buku “Kumpulan Resep Hasil Karya Cipta Inovasi Hidangan Nusantara” karya Mahasiswa Prodi Pendidikan Tata Boga UPI Angkatan 2018.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//