Aktivis Buruh Aan Aminah Ajukan Nota Pembelaan
Aan Aminah terancam penjara karena menuntut hak normatif dari perusahaan tempatnya bekerja. Kuasa hukum mengajukan empat pembelaan dalam pledoinya.
Penulis Bani Hakiki22 Juni 2021
BandungBergerak.id - Akivis buruh perempuan Aan Aminah mengajukan pledoi atau nota pembelaan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Bandung pada Selasa (22/6/2021). Sebelumnya, Aan dituntut Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan ringan dengan hukuman penjara masimal 2 tahun 8 bulan.
Pledoi Aan Aminah dibacakan kuasa hukumnya, Rangga Rizki Pradana. Melalui pledoi tersebut, Majelis Hakim diminta membatalkan tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) M. Sulton kepada terdakwa Aan Aminah.
Disebutkan bahwa dugaan penganiayaan yang dilakukan Aan Aminah ketika kejadian merupakan sebuah tindakan pembelaan diri. Untuk itu, tindakan yang dilakukan terdakwa Aan bukan termasuk penganiayaan seperti yang tercatat dalam Pasal 49 Ayat 1 KUHP.
“Kami menemukan sejumlah kejanggalan pada bukti yang dilampirkan (oleh JPU) dan bukti-bukti ini tidak dapat dipertimbangan. Hal ini juga telah disesuaikan dengan keterangan para saksi. Tidak ada unsur kesengajaan atas tindakan yang dilakukan terdakwa,” kata Rangga, dalam sidang yang pimpim Hakim Ketua Wasid Permana.
Pada Juni 2020, Aan yang aktif sebagai Ketua Umum Federasi Serikat Buruh Militan (F-Sebumi) memprotes berkurangnya upah buruh dan menolak THR yang dicicil selama 3 bulan kepada perusahaan tempatnya bekerja, CV Sandang Sari. Tuntutan itu justru mengakibatkan Aan dan 10 orang lainnya dipecat secara sepihak karena dianggap telah melanggar aturan perusahaan dan dicap sebagai provokator.
Tepat pada 22 Juni 2020, para buruh mengadakan sebuah perundingan di depan gerbang masuk perusahaan. Perundingan antara buruh dan pihak perusahaan tidak pernah terealisasikan, malah terjadi bentrok antara massa dan satuan pengamanan (satpam). CV Sandang Sari pun menarik Aan ke ranah hukum atas dugaan penganiayaan yang dilakukan kepada salah seorang satpam Yadi Haryadi dengan cara mencakar dan menggigit.
Pada persidangan tersebut, Aan dan kuasa hukumnya mengajukan empat pembelaan utama. Pertama, meminta agar nota pembelaan yang diajukan dapat diterima secara keseluruhan. Kedua, melepaskan segala tuntutan (Onstlag van alle rechtsvloging) yang dijatuhkan kepada terdakwa karena perbuatannya didasari oleh tindakan pembelaan. Ketiga, memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya sebagai manusia. Keempat, meminta agar seluruh biaya perkara ditanggung oleh negara.
“Saya berharap melalui persidangan ini agar hukuman pidananya dicabut. Tadi, saya sempat membicarakan hal-hal yang tidak ada dalam (draf) pembelaan. Spontan saja, karena itu hal yang saya rasakan pas kejadian (unjuk rasa),” tutur Aan ketika ditemui Bandungbergerak.id usai persidangan.
Aan Aminah menolak penuh tuntutan yang dijatuhkan kepadanya, karena tindakan yang dilakukannya merupakan sebuah pembelaan terpaksa. Ketika itu, ia dalam kondisi digencet oleh satpam yang dihadapinya. Ia menuturkan bahwa ada salah seorang oknum satpam yang menekan bagian dadanya dan membuat ia meronta meminta tolong karena merasa sesak.
Tim kuasa hukum Aan pun menemukan adanya hubungan kausalitas ketika insiden terjadi di lapangan. Dalam ranah hukum, unsur sebab-akibat ini sangat penting untuk melihat dan mengevaluasi ulang tuntutan perkara. Menurut mereka, hakim perlu melihat kronologi insiden secara lengkap dan tidak bisa hanya fokus pada dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum.
Baca Juga: Ramadan di Tahun Pagebluk (5): Sehari dalam Hidup Aan Aminah
LBH Bandung Galang Dana Solidaritas untuk Buruh CV Sandang Sari
Di Tengah Pandemi, Buruh Bandung Digugat Ratusan Juta Rupiah oleh Perusahaan Sendiri
Kejanggalan Bukti dan Kesaksian
Nota pembelaan yang diajukan Aan Aminah memuat beberapa kejanggalan bukti yang diutarakan oleh sebagian saksi. Tim kuasa hukum mencoba melampirkan hasil evaluasi yang telah dilakukan, mereka menyertakan tujuh keterangan dari tujuh saksi beserta keterkaitannya. Kejanggalan sendiri ditemukan dalam barang bukti berupa rekaman CCTV dan pengalaman langsung para saksi yang hadir dalam insiden.
Saat kejadian yang menyeret Aan ke meja hijau, diketahui bahwa kumpulan massa yang berada di depan gerbang masuk CV Sandang Sari telah menghalangi para buruh lainnya pulang setelah bekerja. Aan pun dianggap sebagai provokator massa aksi perundingan tersebut. Padahal menurut keterangan Aan dan beberapa saksi, massa tersebut tidak menghalangi akses keluar-masuk gerbang. Justru pihak kepolisian setempatlah yang memaksa para buruh lain tetap bertahan di dalam areal perusahaan.
Tiga dari tujuh saksi mengaku tidak berada tempat perkara ketika kejadian berlangsung, hanya melihat dari CCTV. Dari pengakuan tiga saksi ini, pihak kuasa hukum Aan merasa keterangan dari para saksi tidak memiliki cukup bukti. Saksi korban Yudi pun mengaku bahwa Aan tidak perah menemui korban terkait tindakan yang dilakukannya, tapi keterangan ini tidak sesuai dengan keterangan lainnya.
“Keterangan saksi korban Yudi yang menyatakan terdakwa tidak pernah datang untuk menemui saksi korban Yudi adalah bohong. Faktanya, ada chat terdakwa dengan Saksi Aceng meminta untuk dipertemukan dengan saksi korban Yudi (bukti chat WA dan foto),” temuan dari tim kuasa hukum Aan yang dicatat dalam analasis fakta persidangan dalam dokumen pledoi.
Sampai saat ini, Aan bersama tim kuasa hukum masih terus mengevaluasi sejumlah kejanggalan yang diutarakan dalam keterangan para saksi. Keterangan dari tujuh saksi dalam persidangan sebelumnya ini masih banyak yang tidak sesuai dengan kronologi insiden.
Sidang pun ditutup dengan agenda berikutnya pekan depan. Aan mengatakan, persidangan ini harus sudah selesai sebelum tanggal 3 Juli 2021.