• HAM
  • Kasus Penghilangan Paksa Menggema dalam Fiksi

Kasus Penghilangan Paksa Menggema dalam Fiksi

Jalur fiksi dipilih Kontras untuk meluaskan jangkauan kampanye HAM.

Pameran buku Ramadhan Post Book 2021, di Kantor Pos, Jalan Banda, Kota Bandung, Minggu (18/4/2021). Buku menjadi media kampanye penegakan HAM di Indonesia. (Foto: Virliya Putricantika)

Penulis Iman Herdiana23 Juni 2021


BandungBergerak.idPenerbitan buku Berita Kehilangan: Antologi 20 Cerpen Penghilangan Paksa membuka harapan baru dalam penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia, khususnya terhadap keluarga korban penghilangan paksa. Banyak penulis-penulis muda yang konsens terhadap isu ini.

Sejak dibukanya sayembara atau submisi pada Maret 2021, dewan juri yang terdiri dari Martin Aleida, Linda Christanty, dan Nezar Patria dibanjiri tidak kurang 280 naskah cerpen bertemakan penculikan di Indonesia.

Padahal awalnya panitia mengira naskah yang datang tidak akan terlalu banyak, mengingat waktu sayembara yang cukup sempit, yakni satu bulan saja. Selain itu, Syahar Banu, dari Divisi Impunitas Kontras, menuturkan sayembara Berita Kehilangan merupakan bentuk kampanye pertama Kontras yang menempuh jalur sastra atau fiksi.

“Ini pertama kalinya Kontras bikin antologi cerpen, fiksi,” katanya, saat dihubungi BandungBergerak, Selasa (22/6/2021).

Tadinya sayembara ini mentargetkan bisa mengumpulkan 15 naskah. Meski begitu, dewan juri menilai mengumpulkan 15 naskah dalam waktu sebulan sayembara tidaklah mudah. Maka dari itu, dewan juri memutuskan mengundang 5 penulis sebagai antisipasi jika kekurangan naskah nantinya.

Tetapi hingga penutupan waktu sayembara, dewan juri mendapat serbuan 280 naskah cerpen yang semuanya bertema penculikan. Dewan juri sampai keteteran memeriksa naskah, memerasnya menjadi 50 naskah, kemudian memeras kembali menjadi 15 naskah.

Total naskah yang diterbitkan Ultimus itu berjumlah 20 naskah, karena ditambah lima naskah dari penulis undangan. Antusiasme ini disambut gembira oleh Kontras maupun keluarga yang menjadi korban penculikan. “Dari sisi kampanye, ini menarik,” katanya.

Biasanya, setiap kampanye yang digulirkan Kontras akan mendapatkan respons dari aktivis yang sebelumnya intens berinteraksi dengan isu-isu HAM. Namun lewat sayembara cerpen, respons muncul dari banyak penulis di luar jaringan Kontras.

Baca Juga: Ultimus dan Kontras Terbitkan Buku Cerpen Berita Kehilangan
SAFEnet: Kriminalisasi dan Serangan Digital Marak Selama Pandemi Covid-19

“Jadi ini banyak yang merespons, ga semua penulis terkenal, ada penulis yang belum nerbitin buku. Dewan juri dan editor juga banyak menemukan nama-nama baru,” tutur Syahar Banu.

Tidak sedikit anak muda yang mengirimkan naskah cerpen Berita Kehilangan. Peserta pengirim naskah tak hanya dari dalam negeri. “Yang ikut banyak yang dari luar negeri,” katanya.

Peserta dari dalam negeri pun berasal dari dalam dan luar pulau Jawa. Namun sayangnya beberapa penulis dari Papua tidak keburu ikut sayembara karena terhambat oleh pemutusan akses internet.

Naskah yang dikirim memuat tema beragam, mulai penculikan peristiwa 65, penembakan misterius, dan kasus-kasus penghilangan paksa lainnya yang terjadi di Indonesia tetapi dikemas dalam kisah fiksi. “Ternyata kampanye kita menjangkau orang yang selama ini belum berinteraksi dengan Kontras,” katanya.

Ia berharap, kedepan Kontras akan kembali menggelar sayembara di ranah fiksi, dengan melibatkan banyak kalangan. Jalur fiksi dipilih untuk meluaskan jangkauan kampanye HAM yang selama ini lebih banyak beredar di siaran-siaran pers atau dokumentasi lainnya.    

Editor: Redaksi

COMMENTS

//