• Kampus
  • Potensi dan Risiko Investasi Crypto

Potensi dan Risiko Investasi Crypto

Perputaran uang pada aset Crypto Indonesia mencapai Rp 370 triliun, dengan 6,5 juta investor aset Crypto di Indonesia.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran (Unpad) Dian Masyita pada diskusi virtual Satu Jam Berbincang Ilmu “Mengenal Cryptocurrency”, Sabtu (3/7/2021). (Dok Unpad)

Penulis Iman Herdiana5 Juli 2021


BandungBergerak.idInvestasi Crypto (cryptocurrency) terus memikat perhatian terutama kalangan muda. Mata uang digital yang lahir di era teknologi informasi ini memiliki sejumlah kelebihan dan kekurangan, serta risiko yang tidak kecil jika investasi dilakukan sekadar ikut-ikutan.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran (Unpad) Dian Masyita mengingatkan masyarakat, khususnya generasi milenial, untuk bijak dalam melihat fenomena mata uang Crypto. “Jangan pernah ikut-ikutan main Crypto hanya karena melihat teman kelihatan untung terus,” kata Dian Masyita, saat menjadi pembicara pada diskusi virtual Satu Jam Berbincang Ilmu “Mengenal Cryptocurrency”, Sabtu (3/7/2021).

Mengutip laman resmi Unpad, Senin (5/7/2021), Dian menjelaskan saat ini ada 6,5 juta investor aset Crypto di Indonesia per bulan Mei 2021. Jumlah ini jauh melebihi jumlah investor pasar modal Indonesia sebesar 5,37 juta orang pada Mei 2021. Disinyalir, perputaran uang pada aset Crypto Indonesia mencapai Rp 370 Triliun.

Melihat besarnya jumlah perputaran uang di aset Crypto, Dian menilai tidak bijak jika disandingkan dengan kondisi Indonesia saat ini. Terlebih Indonesia membutuhkan banyak dana murah untuk mengatasi permasalahan dalam negeri.

“Apakah bijaksana kalau uang ratusan triliunan Rupiah setiap hari ditransaksikan untuk membeli mata uang Crypto yang mengalirnya entah ke mana, wujud fisiknya tidak jelas, dan uang sebesar itu hanya diganti dengan kode-kode yang entah kapan dicairkan dan kalau tidak beruntung bisa juga crash to zero?” papar Dian.

Ia melihat, penggunaan mata uang Crypto untuk membeli barang-barang juga dinilai tidak etis. Menurutnya, Crypto merupakan investasi aset jangka panjang. Penggunaan mata uang Crypto untuk transaksi dipandang sebagai perilaku yang merugikan. “Aset Crypto bisa bersaing dengan obligasi dan saham-sama yang bisa menyimpan nilai (storing value),” tambahnya.

Karena dipandang sebagai investasi jangka panjang, aset Crypto juga bisa bersaing dengan invetasi emas dan komoditas lainnya. Meski demikian, banyak investor yang memilih investasi Crypto karena dipandang lebih dekat dengan teknologi.

Meski menjadi aset investasi jangka panjang, Crypto juga penuh dengan risiko. Selain harga yang fluktuasi, Crypto juga rentan terhadap tindakan pencurian dan kesalahan teknis hingga rentan terkena serangan peretas.

Di sisi birokrasi dan regulasi, Crypto belum mendapat dukungan pemerintah. Untuk itu, bagi yang ingin terjun berinvestasi di aset Crypto, Dian mengingatkan calon investor untuk mempelajari Whitepaper dari Crypto, hingga bijak dalam mengelola dana untuk berinvestasi.

Ia mengingatkan, sebaiknya calon investor tidak memakai uang kebutuhan sehari-hari untuk berinvestasi Crypto. “Gunakan uang yang benar-benar ‘dingin’,” katanya.

Baca Juga: Mengenal 5 Beasiswa di Kampus Unpar
Panduan Isolasi Mandiri dan Cara Mengajukan Vitamin dan Obat untuk Pasien Isoman di Pikobar Jabar

Potensi Crypto Gantikan Mata Uang

Di Indonesia mata uang Crypto masih menjadi salah satu pilihan investasi, namun di beberapa negara lain mata uang Crypto sudah menjadi salah satu alternatif alat pembayaran yang praktis.

Arianto Muditomo, alumni UGM sekaligus praktisi industri sistem pembayaran Indonesia, mengatakan pergerakan harga Crypto saat ini masih cenderung fluktuatif. Seperti halnya Bitcoin yang harga pada awalnya cukup rendah, namun memiliki volatilitas yang tinggi khususnya pada tahun 2018 sampai 2020.

“Di negara lain, Hongkong contohnya, Bitcoin sudah terdapat fasilitas tarik tunai ATM yang dapat melakukan exchange mata uang Bitcoin menjadi mata uang Hongkong,” ujar Arianto dalam kuliah umum bertema Digital Economy Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi UGM, dikutip dari laman resmi UGM.

Sama halnya dengan Crypto, Arianto menjelaskan, Bitcoin merupakan mata uang elektronik yang dapat digunakan namun harus ditukar dengan mata uang negara itu sendiri. Baik Bitcoin maupun Crypto sebenarnya memiliki tendensi tujuan menggantikan mata uang kartal secara global.

“Namun, untuk mencapai titik tersebut rasanya masih berat, Dollar menjadi mata uang internasional merupakan salah satu tujuan Amerika sejak tahun 1920 yang mana saat itu negara lain masih sibuk berperang secara fisik,” imbuh Arianto

Contoh lagi, saat ini China mulai ingin menjadikan mata uangnya menjadi mata uang internasional. Hal itu diwujudkan oleh China dengan terus memberikan pinjaman-pinjaman Yuan yang cukup besar ke pasar global disertai regulasi ekspor impor yang harus menggunakan mata uang Yuan.

“Crypto akan menjadi mata uang global mungkin bisa saja terjadi, namun prosesnya akan sangat berat melihat kompetensi mata uang saat ini yang terjadi,” ujar Arianto

Praktiknya di Indonesia jika Crypto menjadi mata uang transaksi maka akan mirip seperti penggunaan ATM Bitcoin di Hongkong. Artinya, ketika akan menggunakan Crypto maka dilakukan penukaran ke mata uang Indonesia terlebih dahulu yang tentunya dalam bentuk mata uang digital bukan kartal.

“Sehingga kemungkinan dalam jangka pendek, Crypto masih menjadi alternatif investasi layaknya saham dan belum bisa digunakan menjadi mata uang transaksi di Indonesia,” kata Arianto.

 

 

Editor: Redaksi

COMMENTS

//