Vaksin di Mata Para Santri
Kontroversi seputar vaksin Covid-19 di Indonesia yang menyeruak ke publik dalam beberapa bulan terakhir bukanlah kasus pertama. Pesantren sering jadi sorotan.
Penulis Tri Joko Her Riadi29 Maret 2021
BandungBergerak.id - Kontroversi seputar vaksin Covid-19 di Indonesia yang menyeruak ke publik dalam beberapa bulan terakhir bukanlah kasus pertama. Silang pendapat tentang vaksin sudah berulang kali terjadi sebelumnya. Pesantren tidak jarang ditempatkan dalam lampu sorot di setiap kontroversi yang menyoal halal-haram sebuah vaksin.
Lima tahun lalu Bio Farma, perusahaan milik pemerintah yang memproduksi vaksin dan sera di Bandung, mengadakan safari (roadshow) ke pesantren-pesantren untuk mengusir keraguan tentang vaksin.
Safari yang dijuduli Roadshow Santri Sehat berlangsung dari tahun 2015 hingga 2016. Selain sosialisasi tentang vaksin oleh narasumber dengan beragam latar belakang, Bio Farma juga menyelenggarakan lomba penulisan sebagai bagian dari rangkaian kegiatan. Tulisan-tulisan yang ditetapkan sebagai juara dan finalis kemudian dihimpun ke dalam sebuah buku yang dijuduli Santri Menjawab Keraguan Vaksin.
“Dunia pesantren merupakan basis pendidikan penting dan menjadi center of excellent dalam rangka mencetak kader-kader bangsa terbaik. Sudah sangat banyak tokoh-tokoh penting yang muncul dari kalangan pesantren ini,” tulis Iskandar, Direktur Utama PT. Bio Farma, di halaman Pengantar.
Rahman Rustan, Corporate Secretary PT. Bio Farma yang mengetuai panitia lomba penulisan, memuji antusiasme para santri untuk memperoleh informasi lebih mendalam tentang vaksinasi. Ia juga menyampaikan kebanggaan atas banyaknya jumlah artikel yang dikirimkan ke panitia.
Pemenang Lomba Penulisan
Nadiah Nur Fadhlillah, salah seorang santriah Pesantren Darussalam Sindangsari, Kersamanah, Garut, menjadi pemenang lomba penulisan lewat artikel berjudul “Apakah Vaksin Halal atau Haram?”. Dia memaparkan empat poin kunci terkait perdebatan tentang vaksin, yakni kandungan thimerosal dan merkuri, kandungan babi, isu haram vaksin, serta ketakutan pascavaksin. Untuk setiap poin, Nadiah memberikan data dan bukti yang jadi argumennya.
“Kita bisa belajar dan menyadari agar kita tidak gegabah dalam memutuskan sesuatu sebelum kita benar-benar menemukan kebenarannya,” tulisnya sebagai kesimpulan.
Elsa Nur Azizah, dari pondok pesantren yang sama, menerima penghargaan sebagai pemenang kedua lomba tulis lewat esai “Bangsa Juga Mau Sehat”. Yang unik dari artikelnya adalah bagian pembukaan yang diisi adegan penyuntikan vaksin seorang murid kelas 1 Sekolah Dasar (SD). Takut melihat jarum suntik, dia menangis sebelum akhirnya berhasil dibujuk dengan permen loli.
“Masihkan kalian ingat kejadian lucu dan konyol saat vaksinasi di sekolah dasarmu dulu? Cerita di atas memang cerita saya sendiri saat masih duduk di kelas 1 SD,” tulis Elsa.
Irfansyah Malana, pemenang ketiga lomba penulisan, menyoroti pentingnya pola hidup sehat di lingkungan pesantren. Siswa SMA Islam Pondok Pesantren Cipasung ini mengurangikan tujuh kegiatan yang mendukung pola hidup sehat, yakni mencuci tangan, mengolah makanan yang sehat, menggosok gigi, memelihara kuku tangan dan kaki, tidak merokok, membuang sampah pada tempatnya, serta hadsih atau jumsih.
Hadsih atau jumsih itu kosakata khas Pesantren Cipasung. Keduanya masing-masing merupakan akronim dari Ahad Bersih dan Jumat Bersih. Kegiatan-kegiatan yang tercakup di dalam agenda rutin itu di antaranya membersihkan kamar, asrama, masjid, WC umum pesantren, makam keluarga, serta halaman pesantren.
Informasi Buku
Judul: Santri Menjawab Keraguan Vaksin
Pengarang: Nadiah Nur Fadhlillah, dkk.
Penerbit: PT Bio Farma (Persero), Bandung
Cetakan: I, Juli 2016