• Kampus
  • Pustakawan UPI Perlu Belajar Menulis Buku

Pustakawan UPI Perlu Belajar Menulis Buku

Pustakawan Kampus UPI Bandung dan daerah ikuti pelatihan menulis. Sementara perpustakaan ITB pamerkan sistem karantina buku agar steril dari Covid-19.

Webinar Perpustakaan UPI bertajuk Pelatihan Penulisan Artikel Bereputasi dan Buku Ber -ISBN untuk Pustakawan dan Pengelola Perpustakaan, Jumat (09/07/2021). (Dok UPI)

Penulis Iman Herdiana14 Juli 2021


BandungBergerak.idSeorang pustakawan tentunya dituntut bisa menulis artikel ilmiah atau bahkan buku. Keterampilan menulis penting bagi pengelola perpustakaan yang sehari-hari bekerja di tempat buku.

Untuk memfasilitasi pustawakan menulis artikel ilmiah maupun buku, Penerbit UPI Press siap membantu. Terlebih Perpustakaan UPI memang berencana ingin menerbitkan buku, seperti disampaikan Kepala Perpustakaan UPI Riche Chynthia Johan, dalam webinar Pelatihan Penulisan Artikel Bereputasi dan Buku Ber -ISBN untuk Pustakawan dan Pengelola Perpustakaan, pekan lalu, dikutip dari laman resmi UPI, Rabu (14/6/2021).

“Perpustakaan UPI memang sudah berencana ingin menerbitkan buku, dengan target akhir tahun sudah selesai,” kata Riche Chynthia Johan.

Pada acara yang sama, Yadi Mulyadi membahas materi penulisan buku ber-ISBN, serta kriteria penerbitan buku melalui melalui UPI Press. Yadi menyatakan akan membantu sekuat tenaga bagi para pustakawan yang akan menerbitkan bukunya, baik dari segi fomat penulisan, editing, perolehan ISBN, maupun penerbitannya itu sendiri.

Pelatihan yang digelar Perpustakaan UPI itu bertujuan agar pustakawan dan pengelola perpustakaan bisa menulis. Pelatihan diikuti oleh Pustakawan UPI  Kampus Bumi Siliwangi dan seluruh pustakawan di perpustakaan kampus daerah. Narasumber lainnya, Retno Sayekti, membagi pengalamannya dalam menulis di berbagai jurnal bereputasi.

Retno Sayekti mengatakan, hal terpenting dalam menulis artikel ilmiah adalah memahami format penulisan yang disyaratkan oleh penyelenggara jurnal, sehingga tulisan kita bisa sesuai dengan format yang mereka inginkan.

“Selain itu, jangan patah semangat bila ada koreksi dari editor. Segeralah lakukan editing pada tulisan kita dan segera pula kirimkan kembali, karena ada komentar atau koreksi dari editor atau reviewer artinya artikel kita ada harapan untuk dimuat. Dan bila ditolak oleh satu jurnal, jangan patah arang, segera cari jurnal lain yang bersedia menerima tulisan kita,” paparnya.

Menulis memerlukan pengetahuan yang luas baik dari sisi subyek yang akan ditulis maupun dari segi kemampuan berbahasa. Selain itu, disebutkan pula bahwa menjadi penulis membutuhkan mental yang kuat agar tidak patah arang ditengah jalan.

Baca Juga: Pengaruh Covid-19 pada Perpustakaan UPI dan ITB
Berkunjung ke TB Hendra, Taman Baca Tertua di Bandung

Karantina Buku di Perpustakaan ITB

Kabar tentang perpustakaan juga datang dari ITB. Tidak dapat dipungkiri pandemi COVID-19 telah banyak mengubah cara hidup manusia, termasuk dalam menikmati layanan perpustakaan. Perpustakaan ITB berusaha melakukan transformasi dalam pengelolaannya dari aspek koleksi, ruang, dan layanan.

Kepala UPT Perpustakaan ITB Yuli Setyo Indartono, mengatakan meskipun akses masuk kampus telah dibatasi sejak Maret 2020, UPT Perpustakaan ITB terus berusaha menghadirkan ide-ide baru demi mendukung proses riset dan studi. Oleh karena itu, perpustakaan pun harus beradaptasi dengan meningkatkan jumlah koleksi-koleksi digitalnya.

“Tidak hanya jurnal, kami juga menambahkan buku teks elektronik sebagai bentuk tanggung jawab ITB dalam menyediakan bahan belajar bagi mahasiswa,” ujar Yuli Setyo Indartono, dari laman resmi ITB.

UPT Perpustakaan ITB menyediakan layanan luring terbatas untuk memenuhi kebutuhan akan materi nondigital. Mahasiswa yang telah memiliki izin dapat meminjamnya pada tanggal tertentu setelah melakukan reservasi melalui laman webpac.lib.itb.ac.id.

Yuli membagikan pengalamannya dalam melakukan sterilisasi koleksi-koleksi cetak di UPT Perpustakaan ITB. Contohnya, untuk kertas, durasi karantinanya sekitar 5 hari sedangkan untuk cover buku yang dilapisi plastik memerlukan waktu 9 hari.

Karantina dilakukan untuk mencegah penyebaran virus corona melalui barang-barang. Dalam masa karantina, barang-barang perpustakaan seperti buku diharapkan steril dari virus pembawa penyakit Covid-19.

Hidrogen peroksida (H2O2) dipilih sebagai metode sterilisasi yang dirasa paling tepat untuk dilakukan. Menurut Yuli, cairan kimia tersebut biasa digunakan sebagai antiseptik, dapat terdekomposisi menjadi oksigen dan air, serta dapat mensterilisasi bagian cover maupun dalam buku.

Langkah-langkah sterilisasi lainnya yang dilakukan UPT Perpustakaan ITB dengan menggunakan penguap ultrasonik, ruangan tertutup berisi buku disterilisasi menggunakan H2O2 sebanyak 3 persen selama 30 hingga 60 menit lalu didiamkan selama semalam.

 

Editor: Redaksi

COMMENTS

//