• Berita
  • Catatan setelah 14 Hari PPKM Darurat Kota Bandung

Catatan setelah 14 Hari PPKM Darurat Kota Bandung

Dua pekan PPKM Darurat di Kota Bandung belum membuahkan hasil menggembirakan. Ahli epidemologi menyarankan Pemkot Bandung bekerja sama dengan satgas kewilayahan.

Penutupan jalan di wilayah Kiaracondong, Bandung, 18 Juli 2021, terkait PPKM Darurat untuk mencegah penularan Covid-19. (Foto: Prima Mulia)

Penulis Emi La Palau20 Juli 2021


BandungBergerak.idDua pekan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Kota Bandung belum membuahkan hasil menggembirakan. Tingkat penularan Covid-19 masih tinggi per harinya. Mobilitas warga di pusat kota memang bisa diredam, terutama di jalan-jalan utama, tetapi tidak demikian dengan di permukiman dan di gang-gang.

Padahal setelah 14 hari pemberlakuan PPKM Darurat diharapkan Covid-19 Kota Bandung bisa terkendali, minimal seperti masa sebelum lebaran Mei lalu.

“Tingginya laju transmisi, saya kira, berhubungan dengan tingginya angka testing di Kota Bandung,” ungkap ahli kesehatan masarakat dari Universitas Padjajaran (Unpad) Irvan Afriandi, saat dihubungi BandungBergerak.id, Senin (19/7/2021).

Irvan mengatakan, sebelum menyatakan terkendali dan tidaknya Covid-19 Kota Bandung pasca-14 hari PPKM Daruat, sedikitnya ada tiga indikator yang menjadi acuan.

Pertama, kata epidemilog tersebut, kasus baru Covid-19 per 100.000 penduduk per pekan; kedua, angka kejadian rawat inap baru Covid-19 per 100.000 penduduk per pekan; dan jumlah kematian akibat Covid-19 per 100.000 penduduk per pekan.

Pada pekan pertama PPKM Darurat (3-9 Juli 2021), Irvan mencatat, jumlah kasus baru Covid-19 Kota Bandung adalah 106,29 per 100.000 penduduk. Jumlah ini menandakan angka kasus memang masih tinggi. Bahkan pada periode 10-16 Juli 2021, jumlah kasus barunya mengalami kenaikan menjadi 166,4 per 100.000 penduduk.

Kejadian rawat inap baru Covid-19 pada pekan pertama PPKM Darurat Kota Bandung sebesar 65,26 per 100.000 penduduk. Sedangkan pekan kedua PPKM Darurat mengalami peningkatan menjadi 83,96 per 100.000 penduduk. Sementara jumlah kasus masih terus meningkat setiap harinya.

Irvan menjelaskan, indikator yang digunakan untuk menilai kapasitas respons terhadap situasi pandemi di Kota Bandung terdiri dari positivity rate, yakni pemeriksaan kasus per pekan. Kemudian rasio kontak erat terhadap kasus terkonfirmasi, dan tingkat keterisian tempat tidur (bed occupancy rate) rumah sakit.

Mengenai kasus kematian disebabkan Covid-19 di Kota Bandung, Irvan menyebut angkanya masih di bawah 1 per 100.000 penduduk. Dengan catatan, tidak diketahui berapa jumlah suspek, probable, dan kematian di luar rumah sakit.

Tidak adanya data kematian yang lengkap itu membuat penilaian secara epidemologis sulit dilakukan. Pemkot Bandung memang tidak menyertakan data-data kematian suspek, probable, dan di luar rumah sakit pada pusat data Covid-19-nya.

Kendati demikian, dari seluruh indikator yang ada, Kota Bandung masih tetap terkategori level 4 atau zona merah, berdasarkan Keputusan Menkes nomor 4805 tahun 2021. Hal ini dapat dilihat dari masih tingginya lanju transmisi.

Ia juga menyoroti resting di Kota Bandung yang belum mencapai target 5.520 tes per hari pada kelompok prioritas, yakni orang bergejala Covid-19, orang kontak erat, dan para tenaga kesehatan. Walaupun jangkauan testingnya relatif tinggi pada pekan pertama PPKM Darurat, yakni 77,5 persen dari yang ditargetkan.

“Dengan jumlah testing yang relatif tinggi, maka dimungkinkan untuk ditemukannya kasus-kasus baru lebih banyak,” ungkapnya.

Sementara angka positivity rate di Kota Bandung yang mencapai angka 13,5 pada pekan kedua, lebih tinggi dari angka pada pekan pertama PPKM Darurat (8,9 persen), berarti proses transmisi di masyarakat masih terjadi secara meluas.

Hanya saja, rasio kontak erat terhadap kasus terkonfirmasi positif di Kota Bandung juga masih belum sesuai harapan. “Setidaknya, demikian data yang diperoleh dari Pemerintah Pusat. Rasio pada pekan pertama sebesar 0,6; sedangkan pada pekan kedua sebesar 0,7. Masih jauh dari target sebesar 15 orang (per seorang kasus positif Covid-19),” lanjut Irvan.

Baca Juga: Penjualan Hewan Kurban di Kota Bandung Merosot, Kuota RPH masih Tersedia
Bansos PPKM Darurat Bandung Masih Pendataan, Pemkot Tunggu Usulan dari RT dan RW
Pandemi Covid-19 Bandung Raya: Jumlah Pasien Baru masih Meningkat

Pekuat Satgas Kewilayahan

PPKM Darurat Kota Bandung membutuhkan evaluasi di beberapa sisi, jika dampak yang diinginkan adalah pengendalian penularan Covid-19. Di antaranya, kata Irvan, penerapan protokol kesehatan 3M di masyarakat yang harus terus ditingkatkan.

Pengetatan protokol kesehatan sejauh ini baru di pusat kota dan di jalan-jalan protokol Kota Bandung. Namun prokes juga harus diterapkan di wilayah permukiman warga, perkampuangan penduduk, sentra perekonomian, dan di gang-gang. Tanpa pengetatan prokes, Irvan khawatir penambahan kasus masih akan terus terjadi.

“Bisa jadi, kita menyaksikan keberhasilan pengendalian mobilitas antar wilayah. Namun demikian jika interaksi berisiko tetap terjadi di dalam wilayah, penambahan kasus masih akan terus terjadi. Jadi, kita seyogyanya tidak cukup puas dengan sepinya jalan-jalan protokol di Kota Bandung,” papar Irvan.

Hal lainnya yang perlu diperkuat adalah kerja sama antara tenaga kesehatan di Puskesmas, Satgas kewilayahan, seperti kecamatan, kelurahan, dan warga untuk mendukung pelaksanaan testing bagi kasus suspek dan kontak erat. Kerja sama ini harus ditindaklanjuti dengan pelaksanaan isolasi bagi warga terpapar, baik secara mandiri di rumah ataupun di fasilitas ruang-ruang isolasi. Demikian pula dengan karantina bagi orang-orang kontak erat.

Irvan berharap, Satgas-Satgas di tiap RW diaktifkan membantu proses testing, pelacakan kontak, maupun isolasi warga terpapar.

“Jika ada yang bergejala, laporkan kepada Puskemas agar mendapatkan pemeriksaan swab Antigen ataupun PCR,” ungkapnya.

Selanjutnya, warga yang menjalani isolasi harus mendapat pemantauan secara klinis setiap hari. Hal ini bisa dilakukan secara online (via WA/call) oleh Satgas RW/RT. Tak kalah penting, perlunya menyediakan dukungan logistik bagi warga atau keluarga yang terpapar selama masa isolasi.

Masalah logistik ini juga bisa mengaktifkan swadaya masyarakat dan menggalakkan gorongroyong.

Satgas-satgas di kewilayahan ini juga berperan melakukan edukasi terhadap warga yang diindikasikan harus melakukan testing maupun harus menjalani isolasi. “Kuatkan pandangan bahwa orang yang terpapar merupakan korban, bukan sumber masalah, sehingga tidak terjadi stigma, namun sebaliknya, tumbuh sikap empati dan menolong,” kata Irvan.

Untuk menguatkan pandangan tersebut, Pimpinan Daerah atau Kewilayahan harus bersinergi dan berkolaborasi dengan tokoh-tokoh masyarakat setempat, seperti Ketua RW atau RT. Pemerintah Kota Bandung harus mampu membangun solidaritas sosial untuk warga dan keluarga yang terpapar.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//