Menggugat Nasib Seniman Tradisi di Masa Pandemi
Sejak awal pandemi tahun lalu, para pelaku seni tradisi di Bandung dan Jawa Barat terpuruk tanpa bantuan pemerintah. Alat-alat kesenian dijual demi bertahan hidup.
Penulis Boy Firmansyah Fadzri22 Juli 2021
BandungBergerak.id - Abah Enjum, yang sudah puluhan tahun dengan telaten merawat dan mengembangkan seni reak di kawasan Cibiru, Kota Bandung, seperti kehabisan kesabaran. Di dinding Facebook-nya, Rabu (22/7/2021) pagi, ia melampiaskan keluh kesah sekaligus protes atas nasib miris yang dialami para seniman tradisi di Bandung dan Jawa Barat selama pagebluk. Hajatan dibatasi atau bahkan dilarang, bantuan pemerintah tak kunjung datang.
Ada program bantuan dari pemerintah pusat, tapi proses pendaftarannya lewat aplikasi yang tidak semua pelaku seni tradisi mengakrabinya. Belum lagi persyaratan administrasi yang rumit, membuat para seniman tidak bisa mengikuti program.
“Kiwari seniman geus loba nu ngarajualan alat-alat kesenian, di antaranya kendang, gamelan, dogdog, soundsystem, jeung sajabana ku alatan nyukupan mang rupa-rupa kebutuhan jeung rasiko hirupna (Saat ini seniman sudah banyak menjual alat-alat kesenian mereka, di antaranya kendang, gamelan, dogdog, pengeras suara, dan lain-lainnya untuk mencukupi berbagai kebutuhan dan risiko hidup mereka),” tulis Abah Enjum yang bergiat di Sangar Seni Reak Tibelat.
Abah Enjum, yang memiliki nama asli Enjang Dimyati, mengembangkan seni reak sejak tahun 2000. Dari pertunjukan yang dicap akrab dengan minuman keras dan perkelahian, reak tumbuh menjadi seni tradisi yang sanggup menembus kancah nasional dan bahkan internasional.
Di rumahnya yang sekaligus menjadi sanggar di Pasir Biru, Abah Enjum juga secara konsisten mengenalkan nilai-nilai seni reak ke anak-anak di lingkungannya. Setiap akhir pekan, belasan anak berkumpul untuk belajar bersama. Bukan hanya tentang reak, tapi juga etika.
Protes Abah Enjum atas minimnya perhatian pemerintah terhadap para pelaku seni bukan kali pertama ia lontarkan. Sejak tahun lalu, di bulan-bulan awal pandemi, ia sudah lantang bersuara. Bantuan bagi 10 ribu seniman terdampak pandemi di Jawa Barat, dengan nilai masing-masing 1 juta rupiah, gagal diakses secara merata karena proses administratif yang ribet.
“Sekarang seniman dianggap kerupuk. Kalau makan ada kerupuk mungkin lebih nikmat. Kalau enggak ada juga enggak apa-apa,” tutur Abah Enjum ketika dihubungi BandungBergerak.id, Rabu (21/7/21).
Senada dengan Abah Enjoem, Dody Satya, yang juga pelaku seni tradisi, membenarkan adanya kesulitan mengakses bantuan. Menurutnya, proses birokrasi membuat penyaluran bantuan pemerintah menjadi tidak efektif. Jika masalah seperti ini dibiarkan, upaya bersama melestarikan seni tradisi bisa mandek atau bahkan mundur.
“Pelestarian kesenian itu bukan tentang sekadar karyanya saja. Yang paling penting adalah sumber dayanya. Bukan sekadar janji, tapi juga harus ditunaikan,” kata Dody.
Baca Juga: Mahasiswa Asing Belajar Seni Reak Demi Bisa Kesurupan
Pancasila dari Rakyat (1): Menggali Nilai Ketuhanan dan Gotong Royong dalam Seni Reak
Belajar dari Semangat Anak-anak Sanggar Seni Reak Tibelat
Seni Tradisi tidak Termasuk
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung Kenny Dewi Kaniasari mengakui, pada tahun 2021 ini belum ada lagi program bantuan, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang diperuntukkan secara khusus bagi pelaku seni terdampak pandemi. Bantuan bersumber anggaran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) yang masuk ke Disbudpar Kota Bandung dialokasikan hanya bagi lima subsektor ekonomi kreatif.
“Sayangnya, seni pertunjukan tradisi tidak masuk di sana,” tuturnya saat dihubungi BandungBergerak.id, Rabu, (21/7/21).
Dijelaskan Kenny, Disbudpar Kota Bandung saat ini sedang merekrut 15 tenaga tambahan sebagai koordinator pendamping dalam program peningkatan kualitas sanggar-sanggar seni di Kota Bandung. Program ini akan berjalan di lima kecamatan sebagai percontohannya.
Selain itu, Disbudpar Kota Bandung juga sedang mengkaji pemberian relaksasi kegiatan masyarakat di bidang seni, kebudayaan, dan pariwisata.
Kenny tidak menampik adanya laporan-laporan dari masyarakat seni dan pariwisata terkait kendala penerimaan bantuan dari pemerintah. Persyaratan yang terlalu ketat dan akses yang terbatas membuat bantuan tidak tersalurkan secara merata.
“Untuk itu saya meminta bantuan kepada asosiasi untuk dirampungkan proses administratifnya, supaya bisa membantu dikemudian hari,” ujarnya.