• Foto
  • Senja Kala Koran di Tepian Cikapundung

Senja Kala Koran di Tepian Cikapundung

Teknologi digital banyak memakan korban media cetak. Harian Republika menghentikan edisi cetaknya. Yang lain masih bertahan walau megap-megap di tepian Cikapundung.

Fotografer Prima Mulia7 Januari 2023

BandungBergerak.idJam sudah menunjukan pukul enam pagi, biasanya kawasan di pusat kota ini sudah bergeliat saat langit masih gelap. Sebaliknya, aktivitas baru sibuk saat langit pucat berwan kelabu mewarnai hari pertama kerja usai libur tahun baru.

Seorang pekerja agen Koran dan majalah bergegas membawa tumpukan koran baru di bursa koran Cikapundung, Bandung, 2 Januari 2023. Di awal tahun, geliat penjualan koran dan majalah cetak kembali diwarnai kematian salah satu koran cetak terkemuka yang terbit sejak 30 tahun lalu. Harian umum Republika menghentikan versi koran kertasnya dan memilih untuk lebih intens menggarap koran di platform digital per 2 Januari 2023. Persis seperti yang dilakukan Koran Tempo pada 1 Januari 2021 menerbitkan Koran Tempo berbayar versi digital.

Di sisi lain, koran Kompas bertahan dan memilih untuk menaikan harga jual, sedangkan majalah Tempo tetap memimpin pasar majalah berita mingguan. Menurut sejumlah agen dan pengecer, koran Tribun Jabar masih jadi pemimpin pasar koran lokal di segmen penjualan eceran, jauh melebihi harian Pikiran Rakyat yang dulu pernah merajai bisnis koran cetak di Jawa Barat.

Menurut pengecer, koran-koran lokal masih ada yang bertahan macam Inilah Koran dan koran Gala. Namun penjualannya stagnan dan ada yang terus turun tirasnya.

"Koran Gala penjualannya seret sejak berubah nama, dulu waktu masih Galamedia agak lumayan, apalagi saat ada tambahan sisipan Gemar (sisipan Galamedia yang membahas tentang hobi satwa piaraan macam burung berkicau), itu ecerannya paling tinggi," kata Maman (62) yang sudah 30 tahun menjalani profesi sebagai pengecer koran di Bandung.

Agus (48), salah seorang loper koran di Cikapundung sependapat dengan Maman. "Kalau eceran yang unggul Tribun Jabar, Koran cetak lain yang masih bertahan Media Indonesia, Bisnis Indonesia, Kompas, dan koran Mandarin Guo Ji Ri Bao masih punya pasar pelanggan setia. Rakyat Merdeka dan Jawa Pos juga masih bertahan. Jabar Ekspres dan Radar Bandung stagnan tak berkembang penjualan ecerannya.

Beberapa tahun lalu, isu senja kala media cetak sudah bergaung, di mana banyak media-media cetak menghentikan terbitan versi kertas dan beralih ke digital. Lembaga audit dan konsultan global PricewaterCoopers melansir riset Perspective from the the Global Entertainment & Media Outlook 2017-2021: Curtain Up! User experienxe takes center stage.

Survei dilakukan di 54 negara dengan klasifikasi 17 segmen atau subsektor bisnis dalam industry entertainment dan media (E & M). Tahun 2021, Indonesia hanya meraup 23-25 miliar dolar AS dari industri E & M, di bawah rata-rata pendapatan Negara lain yang disurvei sebesar 41 miliar dolar AS. Sedangkan, pertumbuhan investasi tahun majemuk industry E & M Indonesia sebesar 9-10 persen, dua kali lipat dari pertumbuhan global yang hanya 4,2 persen.

Beberapa masih percaya koran cetak belum akan punah meski babak belur digempur media-media digital yang mudah diakses di mana-mana dengan berita-berita yang disajikan nyaris real time.  Apalagi di tahun politik jelang pemilihan presiden 2024, media cetak masih jadi alat "kampanye" yang dianggap mumpuni untuk mewartakan keunggulan para kandidat.

Dilansir dari Kumparan.com, sejarawan media massa Universitas Indonesia, Wasith Albar, menyatakan, media cetak tetap akan hidup, kiamat media cetak tidak mungkin karena media cetak akan tetap reposisi sesuai dengan perkembangan masyarakat.

Chandra Ismet berpendapat lain, pewarta lepas yang tinggal di Bandung ini berpendapat koran cetak bakal punah suatu saat.

"Sulit buat menarik lagi minat baca, sudah banyak yang tak percaya ke media apalagi yang sampai jadi corong pemerintah, baik cetak maupun online, makin malas bacanya. Salah satu yang masih menarik untuk dibaca yaitu majalah Tempo cetak, biar gak langganan tapi baca hasil liputannya puas," kata Chandra.

Biaya tinggi dalam produksi koran cetak jadi salah satu faktor utama. Harga kertas dan biaya cetak tinggi, lalu distribusi oleh armada ekspedisi dari masing-masing kantor pusat ke seluruh penjuru daerah, termasuk ke bursa media cetak atau pasar pusat distribusi koran dan majalah di Cikapundung.

Di tengah bisnis penjualan media cetak yang terus berdarah-darah, bursa koran Cikapundung ini pernah berjaya sejak tahun 1970 sampai sekitar tahun 2010, lalu omzetnya terus menyusut di era konvergensi media seperti saat ini. Salah satu agen di masa lalu omzetnya sekitar 1.500 eksemplar per hari, saat ini tak lebih dari 200 eksemplar saja.

Bila lonceng kematian media cetak berdentang? Tak ada yang bisa memastikan, yang pasti, lalu lalang sepeda motor dan kayuhan pedal sepeda para loper koran masih berputar. Suara ketikan kalkulator dan coretan pulpen di atas buku para agen koran dan majalah pun masih riuh, walau jauh lebih sunyi dibanding satu dekade silam.

Teks dan Foto: Prima Mulia

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//