BandungBergerak.idMasa kampanye pemilihan umum (pemilu) belum juga dimulai, tapi Bandung sudah jadi lautan reklame politik. Bentuknya macam-macam, mulai dari poster, spanduk, sampai baliho. Tak hanya di jalan-jalan utama, para politisi berlomba-lomba memikat perhatian Gen Z dengan memasang foto mereka, dalam wajah berhias senyuman tentu saja, di lingkungan kampus.

Di trotoar Jalan Tamansari, tak jauh dari sudut utara kampus Institut Teknologi Bandung (ITB), spanduk-spanduk politik terbentang, seolah saling sikut berebut ruang. Begitu semrawut, begitu tak nyaman dilihat.

Di trotoar Jalan Buah Batu, tepat di depan kampus Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, lembar-lembar poster calon legislatif tertempel di batang-batang pohon yang berdiri berderet. Begitu nekat, begitu ngawur.

Pemandangan serupa dengan mudah ditemukan di kampus-kampus lain. Entah di tengah kota atau pun di pinggiran.

Salma Nur Fauziyah, mahasiswa Universitas Widyatama Bandung, mengaku keheranan menyaksikan bagaimana baliho-baliho politik terus bermunculan di lingkungan perguruan tinggi meski aturan jelas melarangnya. Dia memotret sebuah baliho di depan kampus pascasarjana sebelum dibongkar pada Sabtu, 28 Oktober 2023 lalu.

“Selain menyalahi aturan yang sudah ada, pemasangan baliho atau spanduk ini sangat merusak pemandangan,” katanya.

Akmal Firmansyah berpendapat sama. Ia memotret sebuah poster salah satu calon legislatif di seberang kampus UIN Sunan Gunung Djati Bandung di kawasan Cibiru.

“Poster tersebut dipasang di tiang listrik bersama informasi lainnya dan menjadi sampah visual,” ucapnya.

Wajar jika suara mahasiswa diperebutkan. Merujuk data Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bandung, tercatat sebanyak 408.862 pemilih muda berusia 17-24 tahun yang akan berpartisipasi di Pemilu 2024 mendatang. Jumlah yang amat signifikan!

Membahayakan Masyarakat

Kesemrawutan reklame, termasuk reklame politik, bukan hanya urusan pencemaran visual. Ia juga terkait pelanggaran aturan, penghilangan potensi pendapatan daerah, dan perampasan hak publik atas fasilitas umum yang layak. Bukan sekali dua kali terjadi kecelakaan, termasuk yang fatal, yang diakibatkan oleh robohnya tiang dan papan reklame.

Di Kota Bandung, rambu-rambu pengelolaan reklame termuat dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Reklame. Pada Selasa, 29 Agustus 2023, pejabat Wali Kota Bandung ketika itu Ema Sumarna menyebut jumlah reklame ilegal di Bandung sekitar 600 titik. Jumlah ini jauh lebih sedikit dibandingkan ribuan titik reklame tak berizin yang sering disebut beberapa tahun sebelumnya.

Menjelang tahun politik, Pemerintah Kota Bandung sudah menggelar rapat koordinasi pemasangan alat peraga kampanye atau reklame insidentil pada Kamis, 13 Juli 2023 lalu. Ditegaskan, reklame kampanye tidak boleh dipasang di lingkungan pemerintahan, militer, rumah sakit, dan sekolah.

"Bisa saja kalau pemasangannya tidak tepat akan membahayakan masyarakat," kata Ema Sumarna, pejabat Wali Kota Bandung ketika itu, dalam siaran pers.

Masih di Cekungan Bandung, di kawasan Jatinangor, Ridho Danu Prasetyo memotret sebuah baliho berukuran besar yang terpampang jelas tepat di seberang gerbang lama kampus Universitas Padjadjaran (Unpad). Ini bukan baliho politik pertama yang ia temukan di sekitar kawasan kampus. Sebelumnya banyak baliho terpasang sebelum akhirnya diturunkan oleh petugas. Baliho-baliho politik itu, diakui Danu, cukup membuat risih mahasiswa.

“Setahuku itu kan ada peraturan yang membatasi jarak minimal pemasangan reklame di dekat tempat pendidikan itu minimal 50 meter, tapi peraturan ini seolah diabaikan di wilayah sekitar Unpad,” ujar Danu.

Belajar dari pengalaman, kita sama-sama mahfum bahwa demi berkuasa, orang sering menghalalkan segala cara.

*Cerita foto kolaboratif ini dikurasi dan diberi pengantar oleh Virliya Putricantika

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//