• Foto
  • Terlindas di Tegalluar

Terlindas di Tegalluar

Pertanian dan lingkungan hidup di sekitar dusun-dusun Tegalluar paling merasakan dampak kehadiran kereta cepat Whoosh. Ada yang baru berdiri, ada yang terlindas.

Fotografer Virliya Putricantika23 Desember 2023

BandungBergerak.idBarisan kendaraan aparatur negara yang mengawal rombongan Wakil Presiden RI terparkir di jalan samping Stasiun Kereta Cepat Tegalluar yang tersekat selokan kecil di Desa Cibiru Hilir, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung, Kamis, 16 November 2023. Para penumpang yang baru saja turun dari kereta cepat Whoosh segera memenuhi area penjemputan di depan stasiun. Semua terlihat megah, modern, dan nyaris sempurna, tapi tidak bagi warga Dusun Tiga yang berlokasi di sekitar stasiun.

Pembangunan stasiun kereta cepat menelan 16 ribu meter persegi 100 hektare lahan sawah di Kecamatan Cileunyi. Lahan tersebut belum cukup karena masih memerlukan perluasan. Lahan di dua rukun warga (RW) Dusun Tiga akan terkena perluasan ini.

Warga tak memiliki daya tawar mengingat pembangunan Proyek Strategis Nasional ini dinaungi regulasi pusat, yaitu Peraturan Presiden (Perpres) nomor 26 tahun 2015 tentang Percepatan Pelaksanaan Infrastruktur dan Fasilitas Kereta Cepat Jakarta Bandung.

Warga Dusun Tiga sudah menerima bahwa lahan mereka akan dibeli untuk pembangunan Stasiun Tegalluar. Warga tinggal berharap bahwa pembangunan kereta cepat berdampak positif pada kehiupan mereka, ekonomi menjadi maju.

Salah satu tuntutan warga adalah perbaikan infrastruktur desa seperti jalan kampong yang sudah lama rusak. Sampai saat ini mereka masih menunggu janji dari pengembang, yakni akses jalan di sebelah barat stasiun yang belum diperbaiki. Kondisi jalan memprihatinkan, berlumpur jika hujan dan gersang jika dilanda kemarau.

“Stasiun se-megah ini, masa jalannya kaya gini,” terang Agus Gunawan (41 tahun), Kepala Dusun (kadus) Tiga saat ditemui di Kantor Desa Cibiru Hilir, Rabu, 13 Desember 2023. “Masyarakat menanyakan, kapan jalan ini mau dibangun?” tambahnya, menirukan pertanyaan warganya.

Wilayah Dusun Tiga hanya mencakup tiga RW. Dusun-dusun ini mengelilingi bangunan besar stasiun berwarna putih. Di sisi utara stasiun merupakan area RW 15, di sisi barat area RW 6, dan RW 5 yang paling dekat dengan stasiun yang berjarak kurang lebih 50 meter.

RW 5 dikenal Kampung Babakan Sayang. Di sini banyak warga yang membuka warung kelontong dan warung makan. Pelanggan mereka tidak lain para pegawai stasiun, aparat keamanan, dan sopir taxi yang menunggu penumpang.

Suasana perkampungan di Kampung Babakan Sayang masih kental, ibu-ibu terlihat bersiap menyiapkan makanan di salah satu rumah yang bersebelahan dengan sekolah PAUD. Anak-anak yang sudah pulang sekolah berlarian ke sana ke mari. Namun, salah satu lahan sawah di antara rumah-rumah warga tertancap plang PT. Maju Lestari Properti. Sawah yang tadinya milik warga rupanya sudah dilego ke perusaan properti.

“Kalau orang tua dulu mah kan ga dijual, kalau sekarang mah dijual terus (sawahnya). Dikasih sama orang tua dulu teh, sekarang dijual. Jadi yang punya sawah PT PT, perusahaan,” cerita Anah, warga Kampung Babakan Sayang yang baru pulang berkebun, Senin, 18 Desember 2023.

Walaupun terlihat luas dan megah, menurut kadus Agus yang pernah mencicipi perjalanan menggunakan Whoosh, fasilitas di Stasiun Tegalluar belum lengkap. Jadi, tidak begitu aneh jika ada wacana perluasan stasiun.

Di sisi lain, para spekulan khususnya perusahaan-perusahaan properti yang memburu lahan-lahan kosong untuk dijadikan bisnis permukiman, mulai bergerak cepat. Harga tanah di wilayah Dusun Tiga pun meningkat pesat. Tahun 2015 harga tanah per meter di sana hanya 350 ribu rupiah. Sekarang, harga tanah paling rendah menyentuh angka di atas satu juta rupiah per meter.

Belum lagi ada wacana pembangunan TOD (transit oriented development) yang menopang Stasiun Tegalluar. Rencananya, TOD akan dibangun di sekitar stasiun yang masuk wilayah Dusun Tiga RW 5 dan 6.

“Sekarang lagi santer-santernya TOD. TOD tuh semacam mau ada pembebasan lagi. Kalau jadi itu RW 5 sama RW 6 itu habis semua,” tutur Agus, mengenakan rompi bertuliskan “NGABDI”, atribut khas milik Desa Cibiru Hilir.

Pengabaian Dampak Lingkungan

Cucu, perempuan buruh tani sedang sibuk memotong jerami di salah satu laan sawah yang terhampar di Desa Tegalluar, Kamis, 23 November 2023. Meski sudah berusia 54 tahun, ia tetap bertani. Sejak pukul 6 pagi ia biasa memulai hari.

Empat tahun lalu suami Cucu meninggal dunia. Kini ia tinggal dengan anak bungsunya yang baru selesai menempuh pendidikan di sekolah menengah kejuruan. Ia tidak bekerja di satu lahan saja melainkan pindah dari satu lahan ke lahan lainnya di wilayah Tegalluar.

Tak jarang Cucu menjadi buruh tani di sawah di bawah jalur kereta cepat yang berjarak lebih dari satu kilometer dengan berjalan kaki. “Kalau ga ada usaha ibu, makan dari mana anak-anak,” cerita Cucu, saat dia membawa potongan jerami ke terpal berwarna biru.

Cucu tidak sendirian. Di sana terdapat 10 buruh tani lainnya yang juga bekerja memotong jerami. Hujan turun lebih lambat dari biasanya. Jika musim hujan datang sesuai waktu, area sawah tempat mereka bekerja hari itu sudah pasti sudah terendam banjir.

Desa Tegalluar yang berada di ketinggian 600 meter di atas permukaan laut tidak jarang mengalami bencana banjir. Desa ini berbatasan langsung dengan Kecamatan Gedebage, Kota Bandung, yang secara geografis juga sama-sama dataran paling rendah di Cekungan Bandung.

Tak heran jika banjir kerap melanda kawasan ini, hal ini diperparah dengan alih fungsi lahan besar-besaran sejak kawasan timur Bandung ini menjadi lokasi beragam proyek infrastruktur seperti kereta cepat, jalan tol, dan bisnis properti.

Jauh sebelum kereta cepat berdiri, di kawasan tersebut dibangun Gelora Bandung Lautan Api, dan belakangan berdiri pula Masjid Al Jabbar yang menjadi ikon Gedebage.

Selanjutnya derap pembangunan seakan tak pernah tidur di kawasan Bandung timur ini. Munculnya kereta cepat diikuti dengan wacana Kota Baru Tegalluar. Belum lagi dengan rencana pembebasan lahan sekitar 18 hektare untuk pembangunan Tol Getaci (Gedebage, Tasikmalaya, Cilacap) yang ingin memangkas jarak dari Jabar selatan ke Bandung.

Sayang, pembangunan ini diiringi dengan bencana banjir. Bahkan banjir akan semakin sulit dihindari mengingat akan semakin banyak sawah yang secara alamiah berfungsi sebagai tangkapan air justru terancam berganti hutan beton, tembok, dan aspal.

Seorang buruh tani mengatakan bencana banjir mulai meningkat terutama sejak ada jalan tol Gedebage dan bisnis properti. “Yang ngaruh itu sebenarnya semenjak ada jalan tol (yang terasa dampaknya), kan pembuangan air ke sana jalurnya, ada seolokan  ke Citarum. Jalan tol (dan perusahaan properti) kan sekarang mah, air ke sini semua,” jelas salah satu buruh tani.

Banjir sangat mempengaruhi jumlah raihan hasil pertanian sawah khususnya di wilayah Tegalluar. Rifqa Hanif Akbar dan Asep Hariyanto dalam riset berjudul “Strategi Pengembangan Kegiatan Ekonomi Berdasarkan Aspirasi Para Petani sebagai Antisipasi Pergeseran Sektor Ekonomi di Wilayah Perbatasan” membeberkan buruknya kondisi lahan pertanian di Desa Tegalluar.

Kedua penulis dari Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung, tersebut menyatakan pertanian di Tegalluar kurang mendapatkan dukungan sistem irigasi. Pengairan untuk sawah hanya mengandalkan sistem tadah hujan.

“Penurunan hasil pertanian terjadi dari tahun ke tahun tentu hal ini akan berdampak pada kondisi produksi pertanian. Selain itu, terjadinya banjir yang belum teratasi di Desa Tegalluar menimbulkan terjadinya kegagalan panen,” papar Rifqa Hanif Akbar dan Asep Hariyanto, diakses Sabtu, 22 Desember 2023.

Kedua peneliti membeberkan raihan hasil panen padi para petani Tegalluar dalam kurun 2014-2019. Pada 2015 para petani menghasilkan 2.823 ton padi, menurun menjadi 2.450 ton pada 2016. Bahkan pada 2017 panen padi sangat anjlok menjadi 530 ton, lalu naik menjadi 2.370 ton pada 2018, tetapi turun kembali pada 2019 menjadi 2.241 ton (Kab.Bandung Dalam Angka, 2016-2020).

Sudah lama pertanian di Tegalluar menanti uluran tangan. Kondisinya berbanding terbalik dengan biaya infrastruktur yang megah seperti kereta cepat. Megaproyek yang resmi beroperasi pada 2 Oktober 2023 ini menelan biaya sebesar 7,27 miliar dollar atau sekitar 112,685 triliun rupiah.

 * Foto dan Teks: Virliya Putricantika

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//