• Foto
  • Pindang Bojongsoang dalam Impitan Pengembang

Pindang Bojongsoang dalam Impitan Pengembang

Kawasan Bojongsoang, Kabupaten Bandung dikenal penghasil ikan pindang. Daerah basah yang terdiri dari kolam-kolam dan sawah itu kini terdesak pengembang perumahan.

Fotografer Prima Mulia3 Februari 2024

BandungBergerak.id - Nyai Sukaesih memeriksa baskom-baskom berisi ikan yang dipindang. Ibu 3 anak berusia 57 tahun ini sudah puluhan tahun menjalankan usaha ikan pindang di Desa Lengkong, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung. Nyai belajar mengolah ikan pindang dari orang tua.

"Sekarang lagi mindang ikan bandeng dan emas untuk jualan di pasar, nanti hari Sabtu bikin lagi khusus untuk jualan di pasar nonggeng (pasar kaget hari Minggu atau hari pasaran lain),” kata Nyai, 6 Desember 2023.

Pasar nonggeng terletak di lapangan terbuka di kawasan Bojongsoang. Pasar kaget ini penuh dengan lapak para pedagang. Mereka melapak di atas tanah tanpa meja, orang-orang atau pembeli biasa melihat-lihat barang dagangan dengan mencondongkan badannya ke bawah (menungging, dalam bahasa Sunda: nonggeng).

Nyai biasa jualan ikan pindang setiap hari Minggu di pasar nonggeng Telkom University. Setiap jualan ia membawa 70 sampai 80 kilogram ikan pindang. Pada hari-hari biasa ia biasa bikin pindang 40 kilogram.

Beberapa kampung seperti Kampung Lengkong dan Kampung Ciganitri di Desa Lengkong sudah dikenal sebagai sentra pemindang ikan. Kepandaian mengolah ikan ini diturunkan sampai beberapa generasi, dari sejak kampung-kampung ini dikelilingi sawah ladang dan kolam-kolam ikan mahaluas, sampai saat ini ketika kolam-kolam itu terdesak dinding-dinding beton perumahan modern.

Konon warga kampung di desa ini sudah terkenal sebagai pemindang ikan sejak tahun 1960-an. Bojongsoang sendiri wilayahnya semula didominasi sawah dan kolam-kolam ikan air tawar termasuk pusat pembibitan ikan.

Warga kampung membuat ikan pindang setidaknya 3 kali dalam seminggu, terutama saat hari Sabtu, hamparan ikan-ikan yang sedang dibersihkan menghiasi gang-gang kecil dan teras-teras rumah di seluruh kampung. Setelah bersih, ikan-ikan itu dibungkus sehelai kertas kecil berwarna coklat.

Kecuali ikan-ikan tongkol berbobot diatas 1 kilogram dan ikan mas atau mujair tidak dibungkus kertas coklat kecil. Sedangkan ikan bandeng, salem, dan deles (sejenis ikan layang) umumnya dibungkus selembar kertas berwarna coklat dari batas insang sampai tengah bagian badan ikan.

Setelah disusun dalam baskom dengan kapasitas 10 kilogram ikan, khusus ikan laut dan bandeng hanya ditaburi garam kasar di setiap susunan ikannya. Khusus ikan air tawar seperti mas dan mujair diberi bumbu-bumbu rempah seperti kunyit, jahe, lengkuas, serai, daun salam, gula merah, dan garam. Setelah itu baru dilakukan proses pemindangan secara tradisional, yaitu dikukus antara 3-5 jam, hingga bumbu meresap dan tulang-tulang ikan lunak. Sama seperti proses pengolahan daging memakai panci bertekanan atau panci presto.

Ikan pindang lalu dibawa oleh pedagang ke pasar-pasar tradisional atau ke pasar kaget mingguan yang disebut pasar nonggeng tadi. Disebut nonggeng karena jualannya di emperan jalan sambil jongkok atau pakai kursi kecil yang disebut dingklik atau jojodog.

Ikan-ikan dijual eceran dengan harga antara 5.000 rupiah sampai 10.000 rupiah per ekor tergantung ukuran. Ada juga yang dijual 5.000 rupiah isi dua atau tiga ekor ukuran kecil. Satu baskom bisa berisi sekitar 50 ekor ikan mas atau sekitar 80 ekor ikan deles.

Alih Fungsi Lahan Kolam Ikan

Kuraesin bergegas memberesi 4 baskom ikan pindang yang tandas diborong pembeli di pasar Kamisan Kampung Babakan Ciganitri. Waktu belum menunjukan pukul 10 pagi tapi dagangannya sudah laris semua. "Semua habis, deles, bandeng, dan ikan mas,” kata Kuraesin.

Ia menjual ikan pindang deles 5.000 rupiah per ekor, pindang mas dan bandeng 10.000-an per ekor. Kuraesin adalah pedagang sekaligus pengolah ikan pindang asli warga Kampung Cigantiri, Desa Lengkong. Wanita 68 tahun ini mulai belajar mengolah ikan sejak tahun 1975 bersama orang tuanya.

Manisnya jualan pindang ikan berbanding urus dengan semakin mahalnya harga ikan salem atau deles beku kualitas super yang mencapai 250.000 rupiah per dus bobot 10 kilogram, membuat margin keuntungan pemindang ikan pun makin tipis, belum termasuk harga bumbu-bumbu dan gas elpiji (sebagian ada yang pakai kayu bakar). Harga ikan mas dan bandeng segar juga di kisaran 25.000 rupiah per kilogram. Sedangkan ikan mujair sudah sulit didapat karena alih fungsi lahan di Bojongsoang yang semakin luas.

"Susah dapat mujair sekarang, makanya kita tidak selalu membuat pindang ikan mujair, jika ada bahannya saja. Gimana mau bikin orang kolam-kolam mujair yang dulu membentang luas di Bojongsoang sekarang sudah jadi komplek (perumahan)," kata Sahri, anak muda generasi ketiga pemindang ikan berusia 32 tahun.

Saat ditemui, Sahri tengah melakukan proses pengolahan ikan pindang sambil ditemani neneknya, emak Ukasih. Sesekali Ukasih memberi arahan pada cucunya. Nenek yang usianya hampir menginjak angka 80 tahun ini masih berusaha membantu membersihkan ikan bandeng yang akan diolah jadi pindang oleh Sahri.

Menurut Sahri, dulu sekali jualan pendapatan bersih bisa mencapai 600 ribu rupiah. Setelah semua komponen produksi ongkosnya naik, pendapatannya susut sampai sekitar 300 ribu rupiah saja. Sahri mengolah ikan pindang tiga kali seminggu yang ia jual semua ke pasar-pasar di Soreang.

Anih (48 tahun) punya kisahnya sendiri. Pagi itu ia sedang membersihkan tongkol-tongkol beku ukuran besar di teras rumahnya di Babakan Ciganitri. Sekitar 100 kg ikan tongkol memenuhi teras rumah. Ia dibantu Caca, anak lelakinya yang berusia 30 tahun. Cara merupakan anak muda generasi ketiga pemindang ikan di kampungnya.

"Saya mulai belajar mengolah ikan dari ibu, selain mengolah saya juga menjualnya di pasar. Ini setelah tongkol bersih langsung dipindang selama 3 jam untuk jualan besok," kata Caca. Keahlian ini juga biasanya ditularkan ke kerabat-kerabat lainnya.

"Setelah anak-anak lulus sekolah cari kerja susah, lebih baik wiraswasta saja, meneruskan usaha turun temurun keluarga. Kalau kita pintar mengatur keuangan, dari pindang ikan bisa nyekolahin anak, untuk biaya hidup sehari-hari, bisa beli tanah dan per berhaji. Cuma ya begini tiap pagi urusannya sama bau anyir ikan," kata Anih tertawa.

Pelan tapi pasti, kepandaian mengolah ikan pindang mulai diwarisi oleh generasi yang lebih muda. Desa Lengkong yang ada di Bojongsoang sejak dulu memang merupakan kawasan basah berupa sawah, kolam-kolam ikan air tawar, sentra pembibitan ikan air tawar, dan sentra peternakan itik.

Dari website lengkong.desa.id disebutkan ada sekitar 850 pemuda tamatan sekolah di Desa Lengkong masih menganggur. Salah satu upaya menekan angka pengangguran adalah dengan memanfaatkan celah di sektor UMKM yang rata-rata bergerak di bidang pengolahan makanan. Tercatat ada sekitar 1.150 UMKM yang sudah terverifikasi desa. Anak-anak muda didorong untuk bisa bergerak di bidang pemasaran dan pengemasan produk agar lebih menarik.

Ada fenomena lain di Desa Lengkong yang terjadi sangat cepat dalam waktu 5 tahun terakhir. Yaitu alih fungsi lahan dari lahan basah dan pertanian maha luas jadi lahan permukiman maha luas. Kampung Babakan Ciganitri dan Kampung Lengkong semakin terhimpit dinding-dinding tinggi pembatas antara perkampungan asli dan komplek perumahan modern.

Di belakang rumah Nyai, sawah, ladang pertanian, dan kolam-kolam ikan seluas ratusan hektare saat ini sudah berubah jadi hamparan tanah reklamasi. Parit-parit beton membentang jadi pembatas antara kampung dengan calon komplek perumahan tersebut. Kabarnya pengembang perumahan mewah ternama akan segera membangun perluasan permukiman hingga jauh ke kawasan basah Cikoneng, yang selama ini dikenal sebagai sentra pembibitan ikan air tawar.

*Foto dan Teks: Prima Mulia

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//