• Foto
  • Memupus Stasiun Cicalengka

Memupus Stasiun Cicalengka

Setelah sekian lama komunitas di Cicalengka menolak pembongkaran Stasiun Cicalengka yang bersejarah, bangunan ini akhirnya dibongkar dan akan dipindahkan.

Fotografer Prima Mulia28 September 2024

BandungBergerak.idLengan baja ekskavator mengangkat seorang pekerja ke ujung tertinggi pilar kayu pada fasad bangunan lama Stasiun Cicalengka (+689 mdpl) di desa Panenjoan, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, Rabu pagi, 25 September 2024. Sang pekerja melakukan upaya pembongkaran agar saat pilar bangunan diduga cagar budaya itu diangkat tidak mengalami kerusakan.

Pilar-pilar kayu itu akan dipakai untuk membangun ulang bangunan lama stasiun di sisi timur, di atas sebidang tanah lapang sekitar 200 meteran dari stasiun lama yang sedang dibongkar. Jadi masih di area emplasmen stasiun.

Kondisi bangunan stasiun bersejarah yang beroperasi sejak 10 September 1884 tersebut sudah dibongkar sebagian. Dindingnya bolong-bolong, kusen jendela besar, pintu, dan papan plafon juga sudah dibongkar dan dikumpulkan.

Tegel-tegel kuno dengan tulisan H. Bosch Maastricht menumpuk di sudut ruangan. Tegel ini juga akan dipakai saat membangun ulang stasiun. H. Bosch kemungkinan merujuk pada nama produsen, sedangkan Maastricht adalah nama kota di Belanda. Mungkin tegel-tegel ini dibawa langsung dari negeri kincir angin saat pembanguna stasiun 140 tahun lalu.

"Iya ini memang dikumpulkan lagi. Katanya mau dipakai untuk dibangun ulang. Pilarnya nggak ada rayap sama sekali. Kayunya keras sekali dan lebih sulit membongkarnya, kalau papan plafon banyak yang lapuk kena air hujan," kata seorang pekerja, kepada BandungBergerak.

Di seberang banguna stasiun lama atau persis di pinggir peron bangunan stasiun baru, corong air berwana hitam untuk mengisi ketel lokomotif uap di masa lalu masih tegak berdiri. Meja putar lokomotif juga masih terawat baik.

BandungBergerak meliput ke kawasan bangunan stasiun lama pada awal-awal tahun 2024, bangunannya waktu itu masih utuh karena proses pembongkaran harus distop setelah komunitas Lingkar Literasi Cicalengka mengajukan Stasiun Cicalengka sebagai Obyek Diduga Cagar Budaya (ODCB) kepada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bandung pada 27 Juli 2023.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh kawan-kawan komunitas di Cicalengka, namun stasiun tetap dibongkar mulai Agustus 2024 lalu. Pada akhirnya Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Direktorat Jenderal Kereta Api Jawa Barat tetap memutuskan proyek modernisasi Stasiun Cicalengka jalan terus.

Meski demikian, bangunan lama yang tadinya bakal lenyap dapat opsi lain, yaitu dipindahkan ke sisi timur stasiun untuk dibangun ulang dengan tetap mempertahankan bentuk arsitektur asli dan memakai sebagian material asli dari bongkaran stasiun lama. Jadi lokasinya nanti sejajar dengan corong air dan meja putar lokomotif.

Banyak pihak tetap menyayangkan pembongkaran bangunan lama Stasiun Cicalengka. Semula ada rencana bangunan stasiun tua ini bakal dibongkar dan dibangun ulang di musium kereta api di Ambarawa. Setelah muncul penolakan dari warga dan komunitas lewat petisi daring dan diajukan sebagai ODCB, akhirnya opsi membongkar bangunan lama dan akan dibangun ulang jadi putusan akhir pemerintah.

Modernisasi bangunan stasiun dan pembuatan trek ganda kereta api jadi proyek pemerintah di sepanjang jalur trek ganda sejak Stasiun Kiaracondong sampai Stasiun Cicalengka. Semua bentuk bangunannya sama, dengan dua bangunan baru di kedua sisi jaur kereta yang terhubung lewat skybridge yang membentang. Semua bangunan stasiun lama di jalur tersebut lenyap.

Kepala Stasiun Cicalengka Asep Kurnia mengatakan, komponen-komponen asli bangunan bersejarah yang akan dipakai untuk bangunan Stasiun Cicalengka terdiri dari pilar-pilar kayu asli, tegel, papan plafon, dan lain-lain.

“Lokasinya di sebelah timur area stasiun ada tanah lapang di sana, hanya saya tidak tahu berapa banyak material asli yang akan dipakai lagi nanti, seperti pilar kayu di bangunan utama stasiun lama itu kan ada 11, apakah akan dipakai semua saya juga tidak tahu. Bisa tanya lagi saja ke BPT," kata Asep Kurnia.

Tanggapan beragam disampaikan beberapa pengguna kereta komuter Bandung Raya di Stasiun Cicalengka. Mujiatun (48 tahun) mengaku dia lebih suka situasi dulu sebelum kawasan Stasiun Cicalengka dirombak.

"Enakan yang lama, nggak cape habis beli tiket langsung naik ke kereta. Sekarang harus naik dulu ke penyeberangan (skybridge), memang lebih luas dan nyaman tapi capek jalannya," ujar warga Panenjoan, Cicalengka ini, sambil tertawa.

Dedeh Juariah (55 tahun) yang juga warga Panenjoan mengiyakan pendapat Mujiatun. "Iya sih capek jalannya harus naik jembatan terus turun lagi, tapi sekarang nggak perlu antri tiket lagi, fasilitasnya lebih nyaman," kata Dedeh Juariah.

Baik Mujiatun dan Dedeh sama-sama tidak tahu sejarah Stasiun Cicalengka walaupun mereka tinggal di kampung yang jaraknya hanya sepelemparan batu dari stasiun.

Fadil (18 tahun) dan Elvina (17 tahun) punya pendapat berbeda. Pelajar SMA Putera Indonesia ini setiap hari naik kereta api komuter Bandung Raya ke sekolahnya.

"Iya pernah baca di instagram Cicalengka tentang sejarah stasiun ini, tapi saya nggak tahu kalau Sukarno dan Douwes Dekker pernah turun di stasiun ini, » kata Fadil yang tingal di Kebonsuuk, Cicalengka.

Sedangkan Elvina yang tinggal di Cisaladah, Cicalengka, membandingkan situasi dulu saat mudah diakses oleh siapa saja tapi harus antre beli tiket karena ruangan sempit.

"Sekarang lebih nyaman tapi saya suka kasihan kalau lihat warga lanjut usia yang kelelahan harus naik turun lewat jembatan itu," katanya, menunjuk ke skybridge.  

*Foto dan Teks: Prima Mulia

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//