Bandung di Gelombang Ketiga Covid-19
Bandung tidak luput dari hantaman gelombang ketiga pandemi Covid-19 akibat varian omicron sejak awal Februari 2022 lalu. Inilah rekaman visualnya.
Bandung tidak luput dari hantaman gelombang ketiga pandemi Covid-19 akibat varian omicron sejak awal Februari 2022 lalu. Inilah rekaman visualnya.
BandungBergerak.id - Seperti sudah diprediksi, gelombang ke-3 Covid-19 varian omicron di Indonesia akhirnya menambah jumlah warga yang terpapar hingga menembus angka 5 juta kasus. Melandai di menjelang akhir tahun 2021 membuat masyarakat luas terlena. Vaksin sudah lengkap, kasus penularan rendah, mereka semakin jemawa. Disiplin protokol kesehatan yang efektif menahan laju penularan mulai luntur.
Kebebasan untuk berkumpul dan berwisata jadi pelampiasan di saat kasus mereda, setelah sebelumnya luluh-lantak dihajar gelombang mematikan varian delta tahun 2021. Apalagi informasi tentang Covid-19 terbaru varian omicron dianggap tidak seganas varian delta walau penularannya jauh lebih cepat.
Warga lupa, penularan cepat ini hanya bisa ditangkal dengan tetap menerapkan protokol kesehatan ketat selain vaksin. Celakanya, penggunaan masker dan kerumunan massa adalah dua hal yang paling banyak dilanggar sejak akhir 2021 sampai saat ini, akhir Februari 2022.
Walau status PPKM masih level 2 di awal tahun 2022, pemerintah mewanti-wanti agar masyarakat bisa menjalankan protokol kesehatan ekstra ketat terkait ancaman varian omicron. Warga tetap abai, warga bebas berwisata dan bepergian ke mana-mana. Maka grafik penularan terus merangkak, dimulai dari DKI Jakarta dan merembet ke seluruh pulau di Indonesia.
Awal Februari 2022. Pemerintah menaikan PPKM ke level 3 di beberapa daerah dengan penularan tinggi. Semakin hari jumlah kasus harian semakin naik. Angka 30.000 sampai lebih dari 60.000 kasus penularan harian tak bisa dianggap enteng.
Jawa Barat akhirnya menggusur DKI Jakarta sebagai provinsi dengan penularan Covid-19 tertinggi di Indonesia. Fasilitas kesehatan tingkat 1 dipenuhi warga yang berobat karena memiliki gejala terpapar. Sekolah-sekolah yang semula melaksanakan pembelajaran tatap muka (PTM) mulai tarik rem darurat setelah munculnya klaster-klaster penularan sekolah.
Sebagian sekolah menurunkan kapasitas belajar tatap muka menjadi 50 persen. Beberapa sekolah yang jadi klaster penularan menutup PTM dan menerapkan sekolah daring lagi. Tes PCR atau antigen dilaksanakan di sekolah-sekolah untuk melakukan pelacakan dan pengetesan.
Kota Bandung termasuk yang menerapkan PPKM level 3. Namun warna-warni keseharian di Kota Kembang tetap sibuk, jalanan selalu macet. Sejumlah ruas jalan utama ditutup aksesnya di akhir pekan. Ruang-ruang publik dibatasi. Pusat perbelanjaan dan resto/kafe juga dibatasi pengunjung dan jam bukanya. Efektifkah?
Nyatanya tempat-tempat favorit untuk menongkrong tetap penuh. Ruang-ruang publik tetap dipadati massa. Malah kawasan Asia Afrika jadi favorit warga berwisata malam di akhir pekan walaupun ada kebijakan penutupan jalan untuk memutus rantai penularan Covid-19.
Dampaknya bisa ditebak. Penularan begitu mudah terjadi. Dari mulai penutupan operasional sebuah mall karena melanggar PPKM sampai IGD sejumlah rumah sakit mulai dipenuhi pasien yang berobat dengan gejala terpapar.
Ruang rawat inap Covid-19 mulai kedatangan pasien. Pusat isolasi terpadu mulai diisi pasien, walau tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit masih terkendali, di bawah 50 persen. Di tingkat kelurahan, RW-RW mulai membuka ruang isolasi bagi warganya yang terpapar. Tingkat kematian juga bertambah, kendati tidak semengerikan tahun lalu. Rata-rata permakaman di TPU Covid-19 Cikadut antara 5-10 jenazah per hari.
Selain warga masyarakat, para tenaga kesehatan dan mereka yang berada di garis depan penanganan Covid-19 juga rentan terpapar. Tenaga kesehatan banyak yang terpaksa harus isolasi mandiri karena terpapar saat bertugas menangani pasien-pasien dengan gejala Covid-19 atau yang sudah terkonfirmasi positif.
Jika tahun sebelumnya serangan Covid-19 dibarengi dengan kelangkaan alat-alat pelindung diri. Saat ini masyarakat dihadapi dengan kelangkaan dan mahalnya harga kebutuhan pokok. Barisan antrean warga jadi pemandangan yang tak lagi aneh.
Kerumunan warga pun tak terhindarkan. Dari mulai antre sembako murah, minyak goreng, sampai antre pencairan bantuan tunai pemerintah di kantor pos. Sulit menghindari kerumunan massa saat ini. Mereka yang bekerja tetap harus kerja. Mereka yang berdagang tetap harus dagang.
Pemerintah berupaya dengan terus meningkatkan vaksin Covid-19 dosis ke 3 atau booster untuk tenaga kesehatan dan masyarakat yang rentan terpapar, termasuk vaksin untuk pelajar usia 6-11 tahun. Bagi mereka yang sehat, satu-satunya cara saat ini mungkin dengan menjalankan protokol kesehatan sangat ketat. Agar tak membawa Covid-19 ke rumah.
Teks dan Foto: Prima Mulia
COMMENTS