Penyebab Suhu di Bandung terasa lebih Dingin pada Malam dan Pagi Hari
BMKG menjelaskan fenomena aphelion. Juga diprediksi ada daerah yang mengalami embun es yang oleh warga lokal disebut salju.
Penulis Iman Herdiana27 Juli 2021
BandungBergerak.id - Baru-baru ini suhu di Bandung terasa lebih dingin dari biasanya, terutama pada malam dan pagi hari. Fenomena ini rupanya bagian dari puncak musim kemarau tahun ini yang diperkirakan jatuh antara Juli – September.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menjelaskan, suhu udara dingin sebetulnya fenomena alamiah yang umum terjadi di bulan-bulan puncak musim kemarau tersebut. Saat ini wilayah di Indonesia yang menuju periode puncak musim kemarau adalah Pulau Jawa hingga NTT.
Periode tersebut ditandai pergerakan angin dari arah timur, yang berasal dari Benua Australia. Adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia atau dikenal dengan istilah Monsoon Dingin Australia.
Hal itulah yang menjadi penyebab dinginnya suhu Bandung sekarang ini. Bahkan suhu dingin itu akan semakin terasa di kawasan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, yang pada hari-hari biasa dikenal dingin.
“Untuk wilayah Lembang, selain adanya pengaruh Monsoon Australia yang sifatnya membawa udara dingin, juga karena secara topografi terletak di daerah yang tinggi (mencapai 1.300 mdpl),” terang Kepala Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) Bandung, Teguh Rahayu, saat dikonfirmasi, Selasa (27/7/2021).
Menurutnya, secara alamiah udara yang bergerak menuju Lembang akan mengalami lapse rate atau berkurangnya suhu seiring dengan naiknya permukaan. Pengurangan suhu di dataran tinggi kurang lebih 0,6 derajat Celcius per kenaikan 100 meter. “Sehingga wajar pada siang hari (di daerah seperti Lembang) udara masih terasa sejuk,” terang Teguh Rahayu.
Kaitan udara dingin Bandung, pulau Jawa umumnya, dengan iklim di Australia dijelaskan lebih lanjut oleh Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal yang mengatakan pada bulan Juli, wilayah Australia berada dalam periode musim dingin (Monsoon Dingin Australia).
“Angin monsun Australia yang bertiup menuju wilayah Indonesia melewati perairan Samudera Indonesia yang memiliki suhu permukaan laut juga relatif lebih dingin, sehingga mengakibatkan suhu di beberapa wilayah di Indonesia terutama bagian selatan khatulistiwa (Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara) terasa juga lebih dingin,” kata Herizal, dalam siaran persnya.
Selain dampak angin dari Australia, berkurangnya awan dan hujan di Pulau jawa hingga Nusa Tenggara turut berpengaruh ke suhu yang dingin di malam hari. Sebab, tidak adanya uap air dan air menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi pada malam hari tidak tersimpan di atmosfer.
Tak hanya itu, langit yang cenderung bersih awannya (clear sky) akan menyebabkan panas radiasi balik gelombang panjang ini langsung dilepas ke atmosfer luar.
“Sehingga kemudian membuat udara dekat permukaan terasa lebih dingin terutama pada malam hingga pagi hari. Hal ini yang kemudian membuat udara terasa lebih dingin terutama pada malam hari,” kata dia.
Baca Juga: Walau Masih Musim Kemarau, Bandung Raya akan Diguyur Hujan Beberapa Hari ke Depan
Bandung Kota Rawan Bencana (2): Banjir dan Krisis Air Bersih
Lemahnya Sistem Drainase Jadi Penyebab Banjir Kota Bandung
Fenomena Aphelion dan Embun Es
Mengenai fenomena aphelion yang berdampak pada suhu udara saat malam, Herizal mengatakan bahwa posisi matahari memang berada pada titik jarak terjauh dari bumi (aphelion). Tapi, kondisi tersebut tidak berpengaruh banyak pada fenomena atmosfer permukaan.
Aphelion merupakan fenomena astronomis yang terjadi setahun sekali pada kisaran bulan Juli. Sementara itu, pada waktu yang sama, secara umum wilayah Indonesia berada pada periode musim kemarau. Hal ini menyebabkan seolah aphelion memiliki dampak yang ekstrem terhadap penurunan suhu di Indonesia.
Fenomena ini merupakan hal yang biasa terjadi tiap tahun, bahkan hal ini pula yang nanti dapat menyebabkan beberapa tempat seperti di Dieng dan dataran tinggi atau wilayah pegunungan lainnya, berpotensi terjadi embun es (embun upas) yang dikira salju oleh sebagian orang.
Deputi Bidang Meteorologi, Guswanto mengatakan berdasarkan pengamatan BMKG di seluruh wilayah Indonesia, saat ini memang rata-rata suhu minimum dan maksimum di wilayah Indonesia bagian selatan ekuator seperti Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara umumnya lebih rendah dibandingkan wilayah lainnya yang berada di utara dan/atau di sekitar ekuator.
“Suhu udara minimum berkisar antara 14 - 21 derajat Celsius dengan suhu terendah tercatat di Maumere dan Tretes (Pasuruan)” ujar Guswanto.