• Kolom
  • NGALEUT BANDUNG: Oerip Soemohardjo di Bandung dan Cimahi

NGALEUT BANDUNG: Oerip Soemohardjo di Bandung dan Cimahi

Oerip Soemohardjo, peletak dasar organisasi tentara Indonesia, datang di Bandung di tengah kecamuk awal Perang Dunia ke-2. Tinggal di kawasan hunian orang Eropa.

Alex Ari

Pegiat Komunitas Aleut, bisa dihubungi via akun instagram @AlexxxAri

Oerip Soemohardjo diakui sebagai salah satu tokoh utama peletak dasar organisasi tentara Indonesia. Di Bandung, keluarga Oerip tinggal di kawasan permukiman orang Eropa di Frisiastraat, sekarang Jalan Sultan Tirtayasa. (Sumber foto: https://commons.m.wikimedia.org/)

27 Juli 2021


BandungBergerak.id - Nama Oerip Soemohardjo mungkin tidak begitu dikenal orang sekarang. Namun tokoh ini memiliki jasa tidak kecil dalam mempertahankan Indonesia saat usia Republik masih belia.

Oerip adalah kata dalam bahasa Jawa yang artinya hidup. Mungkin ia melambangkan harapan orang tua Mohammad Sidik ketika mengganti namanya menjadi Oerip. Sang putra sulung digadang bakal hidup dengan lebih bertanggung jawab dan tak lagi berlaku badung dan manja.

Dan memang kemudian demikianlah yang terjadi. Sikap Oerip menjadi jauh lebih baik, khususnya setelah memilih menjadi tentara KNIL (Koninklijk Nederlands- Indische Leger). Untuk nama belakangnya, Oerip sendiri yang kemudian menambahkan kata Soemohardjo.

Sebagai seorang tentara, Oerip Soemohardjo harus hidup berpindah-pindah tempat tugas, mulai dari Batavia, Banjarmasin, Tanah Grogot, Balikpapan, Malinau, Magelang, Surabaya, hingga Ambarawa. Ia juga sempat tinggal di Bandung dan Cimahi.

Sebagai seorang perwira karier di lingkungan tentara kerajaan Hindia Belanda, Oerip Soemohardjo tentu mengenal kota Bandung sebagai pusat militer. Setidaknya Oerip tahu bahwa Departemen Peperangan (Department van Oorlog) berada di Bandung, kota yang direncanakan sebagai ibu kota baru Hindia Belanda pada tahun 1920-an.

Meski pada saat menjadi perwira aktif KNIL Oerip belum pernah bertugas dan tinggal di Bandung, tentu saja ia kerap berkomunikasi dan memberikan laporan langsung ke Departemen Peperangan. Contohnya, saat dirinya pada tahun 1926 hendak menikah dengan Rohamah Soeberoto, putri gurunya di OSVIA (Opleiding School Voor Indlandsche Ambtenaren) Magelang, Oerip harus melapor. Juga ketika Oerip menjelaskan kepada atasannya di Departemen Peperangan tentang insiden perselisihannya dengan Bupati Purworejo yang terlambat datang ke tempat upacara peringatan hari kelahiran Ratu Wilhelmina pada 31 Agustus 1938.

Oerip Soemohardjo baru berkesempatan bertugas dan tinggal di Bandung setelah ia berhenti sebagai perwira aktif setelah insiden di Purworejo tahun 1938. Atasan Oerip di Departemen Peperangan sebenarnya menawarinya bertugas di Gombong dan memperoleh kenaikan pangkat sebagai letnan kolonel, namun ia menolaknya dan lebih memilih untuk pensiun dari dinas militer dengan pangkat mayor.

Oerip dengan istrinya kemudian tinggal di Gentan, daerah pinggiran kota Yogyakarta dan mengangkat seorang bocah perempuan Belanda yatim piatu bernama Abby sebagai anak.

Oerip Soemohardjo bisa menyewa rumah di Frisiastraat, kini Jalan Sultan Tirtayasa, Bandung karena statusnya sebagai perwira KNIL. (Sumber foto: https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/)
Oerip Soemohardjo bisa menyewa rumah di Frisiastraat, kini Jalan Sultan Tirtayasa, Bandung karena statusnya sebagai perwira KNIL. (Sumber foto: https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/)

Menyewa Rumah di Frisiastraat

Ketika Negeri Belanda diserbu pasukan Nazi Jerman pada bulan Mei 1940, pemerintah kolonial Hindia Belanda kemudian melakukan mobilisasi umum. Mayor Purnawirawan Oerip Soemohardjo berada di antara orang-orang yang mendaftar sebagai milisi. Tiga hari setelah melaporkan diri, Oerip berangkat ke Bandung. Rekan-rekannya memberikan sambutan meriah ketika ia memasuki kantor Departemen Peperangan (DVO).

Oerip kemudian mencari hunian untuknya dan keluarganya yang saat itu masih menunggu di Yogyakarta. Akhirnya ia menemukan rumah untuk disewa di Frisiastraat (kini Jalan Sultan Tirtayasa) yaitu sebuah kawasan yang termasuk dalam Europeessche Zakenwijk (Pusat Kegiatan Masyarakat Eropa) yang dikembangkan oleh pemerintah kota setelah tahun 1920-an.

Kawasan hunian di Frisiastraat yang terdiri dari 18 persil merupakan permukiman yang saat itu dibenahi oleh pemerintah kota menjadi kompleks hunian yang lebih sehat dan modern. Oerip, seorang pribumi, bisa tinggal di kawasan kawasan hunian orang Eropa ini karena statusnya sebagai perwira KNIL. Namun sayangnya, tak dapat dipastikan lokasi tepatnya tempat tinggal keluarga Oerip Soemohardjo di Frisiastraat karena tidak tercantum nomor rumah itu dalam kesaksian Rohmah Soemohardjo Soebroto di buku Oerip Soemohardjo Letnan Jenderal TNI: 22 Februari 1893-17 November 1948 (1973).

Meski statusnya telah dipersamakan dengan orang Eropa, masalah menghampiri keluarga kecil Oerip menyusul kedatangan istri dan Abby di Bandung. Dari Yogyakarta, mereka menempuh perjalanan darat menggunakan mobil Dodge yang besar. Setelah menetap di Bandung, keluarga Oerip kesulitan menemukan sekolah untuk Abby. Saat mendaftar ke sekolah kelas satu, mereka selalu ditanyai mengenai status kewarganegaraannya: apakah orang tuanya telah menjadi warga negara Belanda atau dipersamakan?

Akhirnya Abby diterima bersekolah di Sekolah Dasar Santa Urusula, sekolah yang beroperasi sejak 1906 di dalam lingkungan Susteran Ursulinen di kawasan Jalan Sumatera.

Baca Juga: NGALEUT BANDUNG: Riwayat Ringkas Akademi Militer Kerajaan di Bandung
NGALEUT BANDUNG: Pak Kuswandi Telah Pergi
NGALEUT BANDUNG: Riwayat Hantu Perkotaan di Bandung

Pindah ke Cimahi, Ditahan 3 Bulan

Dari Bandung, Oerip Soemohardjo atas perintah Panglima Tentara kemudian dipindahkan ke Cimahi dengan tugas menyusun dan membentuk Depo Bataliyon baru. Tugas ini sesuai dengan kemampuan dan keahlian Oerip di bidang perekrutan. Saat berdinas di Ambarawa, ia sempat membentuk bataliyon rekrut.

Tidak seperti Bandung, Cimahi bukanlah kota yang asing bagi Oerip Soemohardjo. Saat aktif bertugas di dinas ketentaraan sekitar tahun 1927 ia pernah tinggal sebentar di Cimahi untuk berobat.

Saat bertugas di Malinau, pedalaman Pulau Borneo, Oerip mengalami peristiwa yang mengguncang kejiwaanya, yaitu bencana kebakaran yang melalap habis tempat tinggalnya. Untuk menyembuhkan luka fisik dan jiwanya, Oerip kemudian dirujuk ke rumah sakit militer Dustira di Cimahi yang pada tahun 1920-an merupakan rumah sakit dengan peralatan lengkap sehingga sanggup menangani berbagai gangguan kesehatan. Setelah dirawat di RS Dustira, Oerip berangsur sembuh dan sehat. Ia kemudian kembali bertugas di dinas ketentaraan.

Dalam suasana menjelang perang, Oerip Soemohardjo kembali tinggal di Cimahi. Abby yang telah bersekolah di Bandung harus pindah sekolah pula ke Cimahi, yaitu di sekolah dasar yang didirikan oleh para suster Dominikanes.

Lalu di mana rumah keluarga Oerip Soemohardjo di Cimahi? Dalam buku yang ditulis Rohamah Soemohardjo-Soebroto memang tidak secara detail dijelaskan lokasi pasti tempat tinggal mereka. Mengandaikan rumah itu berada tak jauh dari lokasi sekolah Abby sekaligus berdekatan dengan RS Dustira yang terletak di selatan rel kereta api, patut diduga jika rumah keluarga Oerip di Cimahi ada di sebuah ruas jalan yang kini dinamai Jalan Oerip Somohardjo yang berada di dekat Taman Kartini.

Di Cimahi, Oerip tinggal hingga Hinda Belanda jatuh ke tangan Jepang. Ia bahkan sempat ditahan di kamp interniran Cimahi selama tiga bulan, sebelum kemudian dibebaskan.

Setelah Indonesia merdeka, Oerip Soemohardjo kembali terpanggil untuk aktif dalam dunia militer sebagai Kepala Staf Umum TNI yang pertama. Adalah Oerip Soemohardjo yang kemudian meletakkan dasar organisasi tentara Indonesia.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//