Cornelis de Groot, Perintis Radio dari Parijs van Java
Cornelis de Groot merancang dan mengembangkan Stasiun Radio Malabar. Rekam jejaknya menunjukkan keuletan untuk terus belajar dan mencoba di sepanjang hayat.
Atep Kurnia
Peminat literasi dan budaya Sunda
1 Agustus 2021
BandungBergerak.id - Saya pikir untuk menuliskan riwayat dan jejak hidupnya di Bandung harus diawali dengan perhelatan besar dan diakhiri kenduri besar. Maksud saya adalah riwayat dan jejak-jejak yang ditinggalkan oleh perintis radio di Hindia Belanda, Cornelius Johannes de Groot (1883-1927). Titik berangkatnya, tentu saja peresmian Stasiun Radio Malabar pada 5 Mei 1923 dan pungkasannya peresmian De Grootmonument di Tjitaroemplein pada 27 Januari 1930.
“Pada 5 Mei 1923, Meester Dirk Fock, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, membuka Stasiun Radio Malabar untuk kepentingan komunikasi publik. Stasiun ini dirancang dan dibangun oleh Dr. Ir. Cornelis Johannes de Groot, yang sebagian suku cadangnya dibuat di negeri ini di bawah kepemimpinannya serta pertama kali dibuat dan digunakannya antena gunung temuan de Groot”. Kira-kira demikianlah terjemahan teks pada batu peresmian Stasiun Radio Malabar yang dimuat dalam De Preanger-bode (5 Mei 1923).
Koran edisi sore itu memang dipenuhi berita kedatangan gubernur jenderal ke Bandung, peresmian stasiun radio, dan acara penyambutan pembesar itu. Dalam halaman pertamanya, redaksi mengucapkan selamat datang kepada gubernur jenderal. Redaksi menyatakan bahwa pembukaan institusi itu sangat penting bagi Hindia, sekaligus dapat memicu Bandung menjadi pusat dari kepentingan besar dan mengandung tanda bagi masa depannya.
Hubungan Hindia dan Belanda
Ucapan selamat dari redaksi itu disusul laporan lengkap peresmian stasiun radio di Gunung Puntang, Kabupaten Bandung itu. Katanya, pagi ini sekitar seratus orang pemuka Hindia berkumpul di Stasiun Malabar. Gubernur jenderal tiba pukul 10.00. Roelofsen, direktur departement van gouvernementsbedrijven, berbicara dan menekankan momen langka itu termasuk ihwal pencapaian sains dan teknologi. Ia mengulas perkembangan radio-telegrafi sejak 1910, di bawah pimpinan telegraafdienst Van der Groot dan Dr. De Groot yang membuktikan kemungkinan untuk membuat koneksi dengan Belanda. Von Faber, kepala PTT, juga memberi sambutan.
Puncaknya, Gubernur Jenderal Fock berpidato. Lalu ia menyarankan agar mengirim telegram kepada ratu Belanda dan kepada menteri tanah jajahan. Antara lain telegramnya berisi pemberitahuan kepada ratu Belanda bahwa pada pembukaan Stasiun Malabar tersebut, Fock memohon izin untuk mengirim telegram kepada sang ratu atas nama anggota Dewan Hindia, perwakilan Volksraad, dan lain-lain, demi mendekatkan hubungan Hindia dengan Belanda. Setelah menghadiri acara peresmian tersebut, ia meninggalkan Malabar pada pukul 12.00.
Gubernur Jenderal Fock sebenarnya sudah tiba di Bandung sejak 4 Mei 1923. Menurut laporan De Preanger-bode (5 Mei 1923), kemarin malam gubernur jenderal menghadiri konser musik di aula Societeit Concordia, yang diselenggarakan Bandoengschen Kunstkring. Para pemuka Bandung hadir, di antaranya, ketua Bandoengschen Kunstkring P. C. Wolf Schoemaker, komandan tentara Letnan Jenderal Kroesen, Residen Priangan Mr. Eyken, Wali Kota Bandung Bertus Coops, dan ketua Societeit Concordia Bryan.
Rencana kepergian Fock ke Bandung sudah diberitakan sejak April 1923. Dalam Bataviaasch nieuwsblad (25 April 1923), Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie (26 April 1923), dan Bataviaasch nieuwsblad (2 Mei 1923) diwartakan bahwa gubernur jenderal akan tiba di Bandung pada pukul 12.17 tanggal 4 Mei, menggunakan kereta api. Di situ sudah direncanakan saat peresmian Stasiun Malabar, ia akan mengirimkan telegram kepada ratu Belanda. Adapun pembukaan untuk lalu-lintas komunikasinya pada 7 Mei. Acara peresmian akan dihadiri anggota Dewan Hindia, direktur-direktur departemen, kepala-kepala perusahaan, pejabat militer dan sipil di Bandung serta kepala-kepala jawatan di lingkungan Gouvernementsbedrijven.
Sementara percobaan mengadakan komunikasi radio dari Stasiun Malabar dengan Stasiun Kootwijk di Belanda sudah dilakukan pada 18 Januari 1923. Dalam De Preanger-bode (19 Januari 1923), disebutkan bahwa bagi Hindia peristiwa terdengarnya suara dari Kootwijk adalah momen sangat penting. Suara dari Kootwijk akhirnya terdengar di Malabar pagi ini dan tadi malam. Kepala Indischen radio-dienst Cornelis de Groot yang memberikan konfirmasinya. Bagi operator radio di Malabar, kejadian tersebut juga merupakan sensasi dahsyat karena dapat merekam sinyal nirkabel pertama dari Belanda.
Minat Telegrafi
Siapakah sebenarnya Cornelis de Groot yang berjasa besar bagi perkembangan radio di Hindia Belanda? Riwayat hidupnya antara lain dapat kita baca dari tulisan J. G. Visser (“Groot, Cornelis Johannes de” dalam Biografisch Woordenboek van Nederland, eerste deel, 1979: 214-17). Cornelius de Groot lahir di Den Helder pada 27 Januari 1883. Ayahnya seorang kapten kapal laut bernama Balthazar de Groot dan ibunya Maria Reinders.
Setelah lulus HBS, Cornelis melanjutkan studinya ke Delftse Polytechnische School. Ia meminati rekayasa mekanik. Dari Delftse, dia melanjutkan studi ke Karlsruhe untuk mempelajari rekayasa listrik dan lulus pada 1906. Setamat dari Karlsruhe, Cornelis sempat bekerja selama 18 bulan pada General Electric Company di Berlin. Sebelum pergi berkelana ke Hindia, Cornelis menikahi Antonia Guhl pada 25 Februari 1908. Masih pada tahun yang sama, dia diterima kerja sebagai insinyur di PTT Bandung. Karena lebih tertarik pada telegrafi, ia kemudian dipindahkan ke jawatan radio. Memang sejak usia 15 tahun, Cornelis sudah menjadi penggemar radio amatir dan melakukan percobaan penyiaran.
Pembangunan stasiun telegrafi nirkabel pertama di Hindia dilakukan di Sabang, Aceh, di bawah kepemimpinannya dan selesai pada 1911. Pada 1913, stasiun-stasiun radio lainnya didirikan di Ambon, Timor, dan Situbondo (Jawa Timur). Di stasiun Situbondo, Cornelis menguji penyiaran di daerah tropis dan melakukan pengumpulan data hampir setahun. Selama proses-proses tersebut, ia terus mempelajari ihwal radio dan gelombang, termasuk mengembangkan teori mengenai komunikasi jarak jauh.
Selama dua tahun mengambil cuti pertama ke Eropa (1916-1917), Cornelis melanjutkan kuliah pascasarjana. Dengan bimbingan C. L. van der Bilt, pada 5 Juni 1916 Cornelis lulus cum laude dengan disertasi berjudul Radio-telegrafie in de tropen. Kesimpulan utama hasil penelitiannya berkaitan dengan kemungkinan mengadakan hubungan radio langsung antara Belanda dan Hindia. Namun, Perang Dunia I seakan mengisolasi Hindia dari Belanda. Hanya dengan kabel telegraf milik Inggris, kontak dapat dipertahankan, tapi sekaligus menyisakan kekhawatiran, karena kemungkinan dapat terputus seluruhnya. Oleh karena itu, kementerian jajahan Belanda menginstruksikan kepada Cornelis untuk mengadakan eksplorasi radio. Demi keperluan itulah, dia menyambangi Stasiun Nauen di Berlin dan Amerika Serikat.
Gelombang Pendek
Sekembali ke Parijs van Java, Cornelis de Groot diangkat menjadi kepala jawatan radio (Radiodienst). Pada 1917, Stasiun Sabang menerima sinyal dari Nauen, yang menunjukkan bahwa komunikasi langsung dengan jarak sekitar 12.000 km sangat memungkinkan. Mendapati kemungkinan tersebut, Cornelis kian bersemangat untuk mengadakan uji coba sejak 1917, dengan menggunakan pemancar Telefunken yang fungsinya sudah ditingkatkan. Sejak 1917 pula, pemerintah Belanda mengkaji ihwal kemungkinan mengadakan komunikasi langsung dengan Hindia. Itu sebabnya, pada September 1918, pemerintah Belanda meminta Nicolaas Koomans (1879-1945) agar menggunakan mesin pemancar berfrekuensi tinggi dari Telefunken, sementara Cornelis lebih memilih pemancar yang berkekuatan besar.
Belanda kemudian mendirikan stasiun penerima dan selesai pada Oktober 1919 di Sambeek. Sementara kompleks pemancar di Kootwijk sudah siap dioperasikan sejak 1923. Namun, percobaan pengiriman telegram kepada ratu Belanda oleh gubernur jenderal Hindia Belanda saat peresmian Stasiun Malabar pada 5 Mei 1923 itu sebenarnya gagal, karena pemancarnya gagal beroperasi meski beberapa hari kemudian koneksi Belanda-Hindia bisa tersambung lagi. Karena kegagalan itulah, Cornelis banyak dihujat, bahkan diadakan penyelidikan oleh para ahli radio. Bahkan para peminat radio amatir Hindia mengganggap Cornelis de Groot sebagai tukang ngibul belaka.
Di sisi lain, dalam perkembangannya, era gelombang panjang hampir mendekati masa akhir, sementara gelombang pendek mulai berkibar. Pada Juni 1925, Nicolaas Koomans mengadakan komunikasi dari laboratorium PTT di Den Haag dengan stasiun penerima Malabar, yaitu Stasiun Rancaekek. Pada Agustus 1925, layanan rutin radio telegrafi untuk Hindia Belanda dimulai, karena sejak Januari 1925 laboratorium radio di Bandung berhasil mengadakan uji coba dengan menggunakan gelombang pendek. Tetapi pemancar barunya baru terpasang di Hindia pada 1926. Ini pula yang ditekankan oleh Cornelis dalam ceramahnya di Koninklijk Instituut van Ingenieurs (KIVI), saat dia cuti kedua kalinya pada 1924.
Kembali ke Hindia, Cornelis de Groot diangkat menjadi kepala Technische Telegraaf- en Telefoondienst pada 1925. Ia rupanya masih penasaran dengan gelombang panjang, sehingga mengadakan percobaan lagi. Namun, pada Maret 1927, Stasiun Radio Rancekek menerima suara ceramah dan musik dari pemancar di laboratorium fisika Philips di Eindhoven, Belanda. Pemancar tersebut ditemukan oleh J. J. Numans dan akhirnya mendorong terbentuknya Philips Omroep Holland-Indie (PHOHI). Dengan temuan tersebut, Cornelis membuat pemancar gelombang pendek dan sudah terdengar oleh penerima PTT di Meyendel, dekat Den Haag, pada akhir Mei 1927.
Karena gelombang pendek berpotensi akan menyebabkan sesak di udara, maka konferensi internasional diselenggarakan di Washington pada musim gugur tahun 1927. Sementara bagi negara yang belum menggunakan gelombang pendek, ada baiknya tidak memilih gelombang tersebut. Demi menghadiri acara tersebut, Cornelis menumpang kapal J. P. Coen menuju Eropa pada Juli 1927, tetapi akan singgah dulu ke Belanda.
Baca Juga: Ernest Cecil Sparkes, Orang Inggris yang Membuka Usaha di Jalan Asia Afrika
Sersan Hellerman Menjual Senapan di Jalan Braga
Kolonel Slors Membangun Bandung
Kematian dan Penghormatan
Di tengah perjalanan, saat kapal mencapai Terusan Suez, Mesir, pada 1 Agustus 1927, Cornelis de Groot terkena stroke dan meninggal. Jenazahnya dikuburkan di Den Haag pada 22 Agustus 1927 bersama-sama dengan istrinya yang meninggal lebih dulu di Bandung pada 16 Februari 1927.
Rincian kabar setelah kematiannya antara lain dapat disimak dari Haagsche courant (9 Agustus 1927). Di situ disebutkan bahwa pada 8 Agustus 1927, kapal J. P. Coen yang membawa jenazah Cornelis tiba di Genoa, Italia. Menurut salah seorang penumpang kapal tersebut, 14 hari sebelum keberangkatannya ke Eropa, istri Cornelis meninggal dunia. Jenazah istrinya yang akan dikuburkan di Belanda diangkut dengan kapal kargo Bintam atau Bintang.
Beberapa hari kemudian, Cornelis berangkat ke Belanda dengan menggunakan J. P. Coen. Bintam melalui Samudera Hindia dan J. P. Coen berlayar ke arah Lautan Eritrea. Setelah meninggal, jenazah Cornelis diangkut ke Port Said, menunggu datangnya Bintam (Provinciale Noordbrabantsche en 's Hertogenbossche courant, 11 Agustus 1927). Itu sebabnya kedua jenazah suami-istri itu dapat dimakamkan bersamaan. Mereka berdua dimakamkan di pekuburan St. Barbara, Den Haag, pada 22 Agustus 1927 (Nieuwe Rotterdamsche Courant, 22 Agustus 1927; De Indische courant, 20 September 1927).
Lalu, bagaimana tanggapan koleganya di Hindia, terutama di Stasiun Malabar? Menurut Haagsche courant (5 September 1927), yang menyiarkan kembali berita dari ANETA pada 4 Agustus 1927, kemarin pukul 15.00 (3 Agustus 1927), para pegawai teknis di Stasiun Malabar mengheningkan cipta demi memperingati kematian Cornelis de Groot. Demi memperingatinya, stasiun radio tersebut dimatikan selama seperempat jam. Pukul 15.00 persis, sirine dibunyikan sebanyak tiga kali. Para pegawainya berkumpul di aula mesin dan batu peringatan ditempatkan di depan dinding sebelah utara, di bawah karya cipta Cornelis, yakni pemancar bergelombang pendek. Kepala Radiodienst Ir. Holtzappel meletakkan karangan bunga pada batu peringatan, setelah menyampaikan pidato. Setelah beberapa lama hening, sirine dibunyikan lagi tiga kali dan mesin dijalankan lagi.
Ternyata, dalam skala lebih luas, monumen peringatan untuk Cornelis de Groot dibuat di Bandung. Menurut De locomotief (23 Janauri 1930), Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie (24 Januari 1930 dan 8 Februari 1930), pembuatan De Grootmonument diselenggarakan oleh sebuah komite yang diketuai oleh direktur Gouvernementsbedrijven Ir. D. De Jongh. Monumennya dibangun di sisi timur Tjitaroemplein, seberang Tjiliwoengstraat atau Jalan Ciliwung.
Peresmian monumen untuk peringatan Cornelis itu dilakukan pada Minggu, 27 Januari 1930. Para pembesar Hindia Belanda hadir seperti saat peresmian Stasiun Malabar. Gubernur Jenderal De Graeff terbang ke Bandung dari Cililitan, dikawani istri dan ajudannya De Stoppelaar. Mereka tiba pada pukul 08.45. Pembesar se-Hindia inilah yang menyingkapkan tabir monumen untuk pertama kalinya, setelah De Jongh memberi pengantar dan kolega Cornelis di Malabar, Ir. W. F. Einthoven, menyampaikan pidato. Selain mereka, hadir pula Panglima Perang Jenderal H. A. Cramer, Gubernur Jawa Barat Hartelust, Wali Kota Bandung Ir. J. E. A. von Wolzogen Kühr, dan J. P. C. de Groot, sepupu Cornelis dari Batavia.
Adakah hal lainnya yang berkaitan dengan upaya mengabadikan Cornelis de Groot di Bandung? Tentu saja ada. Atas nama Wali Kota Bandung Bertus Coops, nama Cornelis de Groot dijadikan nama baru bagi jalan yang menghubungkan Dagoweg dengan Lembangweg, dengan nama Dr. de Grootweg (De Koerier, 10 Desember 1927). Setelah Indonesia merdeka, jalan itu berganti lagi. Menurut buku Perubahan Nama Dalan di Bandung (1950: 6), Dr. de Grootweg berubah menjadi Djalan Siliwangi.