• Kolom
  • NGALEUT BANDUNG: Menelusuri Pangaritan di Bandung Timur

NGALEUT BANDUNG: Menelusuri Pangaritan di Bandung Timur

Nama Pangaritan berasal dari kawasan tempat orang menyabit rumput sebagai pakan ternak. Kini kawasan di Bandung timur ini sudah beralih fungsi menjadi permukiman.

Alex Ari

Pegiat Komunitas Aleut, bisa dihubungi via akun instagram @AlexxxAri

Dalam peta topografi tahun 1894, lokasi Pangaritan berada di antara Halte Gedebage dan Ujungberung. (Sumber: https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/)

3 Agustus 2021


BandungBergerak.idDaerah Pangaritan yang terletak di Bandung timur merupakan kawasan yang berada diantara Jalan Sukarno-Hatta dengan Jalan A. H. Nasution di Ujungberung, Kota Bandung. Nama ini terkait peran penting hewan-hewan ternak dalam urusan transportasi di Bandung tempo dulu.

Haryoto Kunto  dalam bukunya Wajah Bandoeng Tempo Doeloe (1984)  memuat peta “District Oedjoengberoeng Kidoel” berdasarkan informasi dari buku F. de Haan, Priangan: de Preanger-Regentschappen onder het Nederlansche bestuur tot 1811 deel I (1910). Dalam peta tersebut terdapat satu daerah bernama Pangaritan yang berada di sisi timur Moeras Geger Handjoeang.

Muras Geger Hanjuang merupakan rawa yang luas di daerah Bandung timur dengan batas genangan di utara berada di sekitar daerah Cicadas, batas barat berada di sekitar daerah Binong, batas selatan aliran sungai Citarum, dan batas timurnya daerah Pangaritan.  Rawa ini dahulu terkenal sebagai daerah yang angker penuh demit.

Baru pada masa pemerintahan Bupati Bandung R. A. Wiranatakusumah IV (1846-1874), beberapa daerah dalam kawasan rawa Muras Geger Hanjuang dihadiahkan kepada seorang malim dari daerah Limbangan, Garut, bernama Jaluddin atas jasanya menangkal gangguan roh halus dalam pekerjaan besar meluruskan aliran sungai Cikapundung. Jaluddin yang sejak muda menuntut ilmu agama hingga ke Surabaya, Jawa Timur, dianggap memiliki ilmu kebatinan yang membuatnya mampu mengusir berbagai jenis mahluk halus. Ia kemudian kesohor dengan julukan Mbah Malim. Sebelum menetap di Babakan Surabaya, Mbah Malim pernah tinggal di daerah Rancaloa, Gedebage, yang merupakan bagian dari rawa Muras Geger Hanjuang.

Informasi mengenai daerah Pangaritan juga ditemukan pada peta topografi tahun 1894 yang jadi koleksi perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Di peta ini, lokasi Pangaritan berada di antara Halte Gedebage dengan Ujungberung, sementara daerah rawa yang luas berada di bagian selatan dengan nama Rawah Luwar dan Rawah Mundjul. Kondisi lama daerah Bandung sebagai bekas genangan danau purba memang banyak menyisakan bentukan alam seperti danau (situ) dan rawa-rawa.

Lokasi Jalan Pangaitan yang saat ini secara administratif menjadi bagian dari Kelurahan Cipadung Wetan, Kecamatan Panyileukan, Kota Bandung. sebagian besar kawasan ini sudah berubah menjadi permukiman. (Foto: dokumentasi Komunitas Aleut)
Lokasi Jalan Pangaitan yang saat ini secara administratif menjadi bagian dari Kelurahan Cipadung Wetan, Kecamatan Panyileukan, Kota Bandung. sebagian besar kawasan ini sudah berubah menjadi permukiman. (Foto: dokumentasi Komunitas Aleut)

Arti Pangaritan

Dalam Kamoes Basa Soenda (1948) yang disusun oleh R. Satjadibrata dan diterbitkan oleh Bale Pustaka, kata ngarit berarti memotong rumput menggunakan arit. Seperti yang dijelaskan dalam buku Kandaga Tata Basa (1962) yang ditulis oleh R. Momon Wirakusuma dan I. Buldan Djajawiguna, kata ngarit yang dibubuhi dengan rangkean hareup (awalan) dan rangkean akhir (akhiran) pa- dan -an dapat diartikan sebagai tempat orang memotong rumput menggunakan arit.

Sementara itu, kata arit atau sabit dalam beberapa kamus Sunda disebutkan sebagai alat untuk memotong rumput. Selain fungsi utamanya ini, menurut Ensiklopedi Sunda: Alam, Manusia dan Budaya (Termasuk Budaya Cirebon dan Betawi) (2000), arit memiliki fungsi lain, yakni sebagai alat untuk memotong padi saat panen. Hal ini terjadi terutama ketika masyarakat Sunda mulai mengenal bibit baru padi dengan bentuk fisik tanaman dan bulir padi yang lebih pendek dan ditanam di persawahan.

Memanen tanaman padi yang pendek akan lebih mudah dikerjakan menggunakan arit karena posisi tubuh yang membungkuk. Hal ini berbeda ketika masyarakat di daerah bagian barat Jawa masih menanam jenis bibit padi lama dengan bentuk tanaman yang tinggi yang biasanya dipanen menggunakan étèm atau ani-ani.

Penanaman bibit padi jenis baru dan penggunaan arit untuk memotong padi menyebabkan berkurangnya nilai sakral kepercayaan masyarakat Sunda berupa penghormatan kepada tanaman padi mulai dari sebelum hingga setelah panen.

Masih menurut Ensiklopedi Sunda: Alam, Manusia dan Budaya (Termasuk Budaya Cirebon dan Betawi) (2000), arit digunakan terutama untuk menyabit rumput bagi pakan ternak.

Nama Pangaritan berasal dari daerah yang digunakan orang untuk menyabit rumput sebagai pakan ternak. (Foto: dokumentasi Komunitas Aleut)
Nama Pangaritan berasal dari daerah yang digunakan orang untuk menyabit rumput sebagai pakan ternak. (Foto: dokumentasi Komunitas Aleut)

Peran Istimewa Hewan Ternak

Hewan ternak di Bandung tempo dulu memiliki peran yang istimewa. Kuda dan kerbau banyak digunakan sebagai alat transportasi di jalur Jalan Raya Pos (Groote Postweg). Di Priangan, jalur Jalan Raya Pos melalui medan pergunungan yang sulit. Untuk dapat melewati jalur ini biasanya kereta kuda membutuhkan bantuan kerbau.

Bisnis penyediaan hewan ternak bagi keperluan transportasi khususnya di Jalan Raya Pos merupakan lahan bisnis yang menjanjikan karena setelah menempuh jarak tertentu, biasanya hewan penarik kereta harus diganti oleh hewan yang lebih segar. Salah satu pebisnis di usaha penyediaan hewan ternak ini adalah Munada, seorang Tionghoa yang berada di balik huru-hara yang mengakibatkan hangusnya Pasar Ciguriang, Bandung pada tahun 1842.

Selain digunakan sebagai alat transportasi, hewan ternak di awal abad ke-19 juga digunakan sebagai alat untuk membayar zakat. Menurut kesaksian Andries de Wilde, seorang tuan tanah di Bandung, saat tiba waktunya untuk membayar zakat, para petani kaya yang memiliki hewan ternak kerbau akan membayarkan zakatnya berupa zakat munding (kerbau). Kerbau yang akan dibayarkan sebagai zakat biasanya akan memenuhi Alun-alun yang berada di depan Masjid Agung Bandung.

Baca Juga: NGALEUT BANDUNG: Oerip Soemohardjo di Bandung dan Cimahi
https://bandungbergerak.id/article/detail/949/ngaleut-bandung-riwayat-ringkas-akademi-militer-kerajaan-di-bandung
NGALEUT BANDUNG: Pak Kuswandi Telah Pergi

Karena hewan ternak memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat saat itu, tentu dibutuhkan pemeliharan yang baik, termasuk penyediaan pakan berupa rumput. Tak mengeherankan jika dulu dikenal adanya daerah tempat menggembalakan ternak atau disebut pangangonan dan juga tempat orang biasa menyabit rumput yang disebut pangaritan.

Salah satu tempat yang menyisakan nama itu adalah daerah Pangaritan di Bandung timur. Namun kini lahan di Pangaritan telah berganti menjadi permukiman. Kisah di balik namanya pun lambat laun dilupakan.

*Tulisan kolom NGALEUT BANDUNG merupakan bagian dari kolaborasi antara www.bandungbergerak.id dan Komunitas Aleut

Editor: Redaksi

COMMENTS

//